,

Permintaan Sertifikasi Kayu Melonjak, Ekspor Indonesia ke Eropa Justru Jatuh

Pasar kayu dunia terus berkembang menuju praktek bisnis yang lebih berkelanjutan, hal ini terlihat dari semakin maraknya permintaan terhadap proses sertifikasi kayu yang ramah lingkungan terhadap lembaga-lembaga resmi penerbit sertifikat pengelolaan hutan berkelanjutan (Sustainable Forest Management).

Jika mengacu pada indikator ini, pertumbuhan permintaan sertifikasi kayu kepada badan resmi sertifikasi Forest Stewardship Council (FSC) dari berbagai pelaku bisnis perkayuan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam dua setengah tahun terakhir. Dari situs resmi FSC, pertumbuhan luasan kawasan produksi yang masuk dalam sertifikasi FSC berkembang dari 833.000 hektar di bulan Januari 2011 menjadi 1.679.117 hektar di bulan Juli 2013 ini.

Ironisnya, kenaikan produk kayu bersertifikasi tersebut jutsru tidak diiringi oleh kenaikan ekspor produk kayu Indonesia ke Eropa. Hingga akhir Juni 2013 silam, berbagai media internasional memperkirakan ekspor kenaikan  produk kayu dari Indonesia ke Eropa mencapai 114%, di kuartal pertama tahun ini. Namun asumsi ini ternyata meleset.

Sesaat setelah Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) diberlakukan di Indonesia untuk seluruh produk ekspor ke seluruh dunia, para pengusaha mulai mengeluh soal rumitnya proses dan mahalnya sertifikasi ini yang menyebabkan lemahnya daya saing mereka di lapangan.

Salah satu hasil hutan PT Perhutani di Jawa Tengah. Foto: Aji Wihardandi
Salah satu hasil hutan PT Perhutani di Jawa Tengah. Foto: Aji Wihardandi

Kesalahan Statistik Nilai Ekspor Kayu Indonesia ke Eropa

Padahal, baru beberapa pekan sebelumnya Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi menyatakan bahwa ekspor kayu Indonesia mengalami lonjakan hingga duakali lipat, terutama jika mengacu pada ekspor furnitur ke Eropa. Kepala DelegasiUni Eropa di Indonesia Colin Rooks, juga menyatakan kepuasannya terkait pertumbuhan yang spektakuler ini.

Namun selidik punya selidik, ternyata semua nilai ekspor dan statistik yang terlanjur keluar ke ranah publik ini adalah angka-angka yang muncul akibat kesalahan statistik impor dan perdagangan di Eropa. Sejumlah besar nilai perdagangan Indonesia ke Eropa, mengalami kesalahan pencatatan sangat signifikan, dan sangat jauh dari jumlah yang disebut.

Seperti yang terjadi dengan nilai ekspor furnitur Indonesia ke Belgia di bulan Januari 2013, disebutkan bernilai sekitar 200 juta Euro, namun ternyata setelah diperksa ulang, jumlah sebenarnya hanyalah sekitar 5 juta Euro saja. Kesalahan data ini sudah dikonfirmasi oleh Kantor Statstik Belgia, dan perbaikan angka-angka ini baru bisa dipublikasikan pada bulan September 2013 mendatang.

Hal lain yang juga mengalami kesalahan pencatatan adalah nilai impor Eropa dari Indonesia berdasarkan kode tarif HS 94 (produk kayu olahan) yang sebelumnya disebut-sebut mencapai 296 juta Euro, ternyata hanya mencpai sejumlah 104 juta Euro. Dibandingkan dengan nilai impor tahun lalu, angka ini mengalami penurunan sebesar 18,7%.

Hal yang sama juga dialami oleh produk kayu Indonesia dengan kode ekspor HS 44. Di kuartal pertama tahun 2013, jumlah ekspor Indonesia hanya sekitar 190 juta euro, atau turun 23% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 249 juta Euro. Nilai impor negara Jerman terhadap produk kayu dari Indonesia sendiri juga jatuh sekitar 38% menjadi hanya 47 juta Euro saja.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,