,

Selamat Jalan Raju…

“RIP Raju, teman kecilku, selamat jalan… Can’t believe this day.” Tulis Radinka Rubiayana Basoeki dari Kenya dalam status Facebook, setelah mendengar kematian Raju.

Kabar duka datang Senin siang (22/7/2013) dari Pusat Konservasi Gajah (PKG) Saree, Aceh. Raju, bayi gajah Sumatera yang berumur sebulan lebih, akhirnya meninggal dunia setelah selama tiga hari dokter hewan berupaya menyembuhkan diarenya.

Berita kematian Raju segera merebak di sosial media terutama di grup Facebook Peduli Raju. Grup ini berisi para orangtua asuh Raju yang selama ini memberi dukungan finansial secara pribadi. Juga dukungan kampanye penyelamatan Raju. Hampir sebagian besar menyatakan keterkejutan. Sebagian besar menangis membaca kabar kematian Raju. Salah satu anggota grup Myrfa Yumiaji menulis status, “Raju pergi dengan limpahan cinta dan tumpahan air mata dari kita semua.”

Myrfa dan Dinka adalah dua dari ratusan orang yang selama ini memberikan dukungan untuk penyelamatan Raju. Dinka bahkan merelakan selimut kesayangan dikirimkan kepada Raju di PKG Saree. Mereka terhubung dengan Raju melalui gerakan kepedulian penyelamatan nyawa Raju yang beredar di media sosial.

Dinka masih ingat pertama kali tahu tentang Raju melalui facebook adiknya pada tengah malam 27 Juni 2013. Dia malam itu gelisah dan menangis setelah membaca kisah Raju dan Raja, dua anak gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang “ditahan” warga di pinggir hutan Aceh Utara. Dia tahu dari Facebook, Raja baru mati dan ada seruan di jejaring media sosial membantu menyelamatkan bayi Raju yang sedang sakit.

Dinka berusia 29 tahun bekerja sebagai relawan di sebuah organisasi untuk anak-anak berkebutuhan khusus di Kenya. Sejak kecil dia peduli gajah. Bersama adiknya, dia pernah mendukung penyelamatan gajah kecil bernama Bona di Bengkulu pada 2009. Sepanjang malam dia membayangkan Raju menangis tak ada ibu, lemah dan sakit.  Dia segera mengirim  pesan ke ibunya melalui jaringan whatshapp, “Tolong bantuin aku untuk nolongin this little guy ya. Kasian dia masih kecil and he is all alone. Sekalian aku berzakat deh.

Di Jakarta ibu Dinka, Ria Basoeki,  tidak pikir lama. Uang tabungan Radinka dikirim semua ke rekening bank yang mengumpulkan donasi guna penyelamatan Raju. Meski tak kenal siapa orang di balik gerakan penyelamatan Raju, tapi Ria percaya uang sumbangan keluarga akan dipakai untuk menyelamatkan nyawa seekor bayi gajah yang sedang sakit di sebuah desa di Aceh.

“Kami menangis dan sangat  trenyuh membaca tentang nasib Raju, gajah kecil yang malang. Kalau kami dekat, ingin sekali memeluk dan mendekap Raju dan mengatakan padanya : don’t be scared you poor little thing… we’re here to save and love you,” kata Ria Basoeki.

Raju adalah bayi gajah yatim piatu ditemukan warga Desa Blang Pante Kecamatan Paya Bakong Aceh Utara, sendirian di dalam hutan. Ia sempat dipelihara warga sejak 18 Juni 2013. Pada 27 Juni, Raju dievakuasi ke PKG Saree berkat gerakan kepedulian para penyayang hewan di Indonesia.

Selama 25 hari Raju dalam perawatan PLG Saree, ia dalam pengawasan dokter hewan dan diasuh mahout (pawang) selama 24 jam. Raju diberi  minum susu formula soya setiap dua jam.  Harapan hidup Raju cukup besar di awal kedatangan di PKG Saree.  Dia lincah, senang berjalan-jalan di halaman depan klinik gajah dan bermain bersama anak gajah bernama Agam. “Sejak awal kita punya harapan Raju akan bertahan, melihat kondisi kesehatan membaik dan diare sudah hilang,” kata Rosa, dokter hewan.

Kondisi Raju mulai tidak stabil tiga hari terakhir ini. Dia terus diare dan malnutrisi hingga mengalami dehidrasi. Berat badan menyusut hanya tinggal tulang berbalut kulit. Rosa dan mahout Sudirwan hampir tiap hari memberi infus. Hari kedua, Raju sempat berjalan ke sana kemari meski terlihat lemas.

Hari terakhir, Raju tidur di kandang, tak mau bangun seperti biasa. Pagi ia sempat minum susu dua kotak. Raju menghembuskan nafas terakhir pada pukul 11.50, setelah berbagai upaya penyelamatan dilakukan.

Rosa mengatakan, Raju terlalu kecil dan masa krisis masih panjang. Banyak kesulitan merawat bayi gajah tanpa induk. “Pengalaman kami anak gajah dua tahun saja bisa mati mendadak. Apalagi ini masih sangat kecil. Ia tak mendapatkan anti bodi dari susu induk hingga gampang terserang penyakit.”

Harapan hidup Raju awalnya cukup besar. Ia diawasi dokter hewan dan pawang terus menerus. Namun, sayang, diare beberapa hari akhirnya merenggut nyawa si bayi gajah yang ditemukan sendirian di hutan ini. Foto: Chik Rini
Harapan hidup Raju awalnya cukup besar. Ia diawasi dokter hewan dan pawang terus menerus. Namun, sayang, diare beberapa hari akhirnya merenggut nyawa si bayi gajah yang ditemukan sendirian di hutan ini. Foto: Chik Rini

Sebelum dipindahkan ke PLG Saree, Raju dipelihara warga.  Aksi penyelamatan Raju digerakkan tiga sahabat pecinta satwa di Jakarta. Mereka adalah Lily Turangan, pendiri komunitas Indonesia Animal Lovers, Novita Wulandari, relawan di komunitas pecinta orangutan dan Caesar Trinova, desainer pernah bekerja di LSM lingkungan.

Ketiga penghobi kucing itu mempublikasi melalui Facebook dan Twitter aksi yang mereka sebut #saveraju. Mereka bergabung dengan gerakan komunitas Earth Hour Aceh, Darah untuk Aceh dan I Love Aceh yang menggerakan kampanye #1000untukraju di Aceh.

Sebuah poster seruan penyelamatan Raju beredar di media sosial: #SaveRaju. Pesan donasi penyelamatan Raju pun beredar luas di akun anggota komunitas pecinta binatang, teman dari Lily, Novita dan Caesar. Mereka membuat grub di Facebook “Peduli Raju – Bayi Gajah Yatim Piatu dari Aceh.”

“Tekad kami waktu itu semata-mata demi menyelamatkan nyawa anak gajah malang di Aceh agar cepat dievakuasi ke Pusat Konservasi Gajah Saree. Karena di sana ada jaminan dokter, obat dan susu yang memadai,” kata Novita Wulansari.

Pada 26 Juni 2013 malam, dengan bantuan lobi petinggi Komite Peralihan Aceh (KPA) sebuah organisasi mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), warga bersedia menyerahkan Raju yang sakit. Tanggal 27 Juni lewat tengah malam, para sukarelawan di Banda Aceh dan tim PKG Saree bergerak cepat ke lokasi. “Kami nekat berangkat padahal hanya memegang uang Rp1 juta dari recehan seribu yang dikumpul patungan dengan kawan-kawan di Banda Aceh dan sumbangan Animal Lovers,” kata Nurjannah Husein, relawan dari Komunitas Darah untuk Aceh.

Kampanye melalui media sosial berhasil membangun simpati orang-orang  kepada bayi Raju. Sumbangan mulai masuk mulai dari Rp25 ribu hingga Rp3 juta. “Terharu. Masih banyak rakyat Indonesia yang peduli, mereka hanya perlu diberitahu apa yang terjadi,” kata Lily Turangan.

Kepergian Raju menyedihkan banyak orang yang menyayangi gajah kecil ini. Masih banyak yang direncanakan kelompok ini buat Raju. Mereka sedang menggalang dana untuk pembuatan kandang Raju dengan acara lelang barang di Jakarta. Bahkan, sebuah buku komik bercerita tentang Raju dalam persiapan.

“Meski Raju sudah tiada, kami tidak akan berhenti berbuat untuk gajah. Raju adalah simbol perjuangan kita menyelamatkan gajah Sumatera yang hampir punah. Masih banyak Raju-Raju lain yang mungkin sedang terancam hidup di hutan sana,”  kata Lily.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,