,

Lima Masalah Utama Pemicu Konflik HTI di Kalbar

Walhi Kalimantan Barat (Kalbar) dan Sampan Kalimantan melansir lima persoalan berpotensi memicu konflik antara masyarakat dengan pemegang izin hutan tanaman industri (HTI). Lima masalah ini, yakni, pembebasan lahan masyarakat, pengakuan areal kelola masyarakat, ganti rugi lahan, dan kontribusi perusahaan bagi masyarakat. Lalu, proses perusahaan tak menghargai keberadaan masyarakat sekitar konsesi.

Hal ini mencuat dari hasil rapid assessment (penilaian cepat) oleh Sampan Kalimantan dan Walhi Kalbar pada Juni-Juli 2013 di lima kabupaten di Kalbar. Dari 40 desa sampel, 10 desa terindikasi berkonflik. Sedangkan 23 desa berpotensi konflik hanya tujuh desa belum teridentifikasi konflik akibat HTI.

Denni Nurdwiansyah dari Sampan Kalimantan menyebutkan, pada salah satu desa sampel, menemukan dokumen yang menurut masyarakat dimanipulasi perusahaan. “Ini masih berkaitan ganti rugi yang seharusnya diterima masyarakat atas lahan mereka,” katanya di Pontianak, Sabtu (27/7/13).

Dia menjelaskan, masyarakat di desa itu mengaku tidak pernah menyetujui isi dari dokumen yang muncul setelah perusahaan beroperasi. “Nah, di sini terjadi kesimpangsiuran nasib lahan masyarakat yang telah diserahkan kepada perusahaan.”

Laporan Relawan Pemantau Hutan Kalimantan (RPHK ) beberapa bulan lalu, pelanggaran komitmen yang dikeluarkan APP/SMG oleh beberapa perusahaan pemasok di Kalbar menunjukkan ketidakseriusan perusahaan-perusahaan pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK-HTI) dalam menjalankan pengelolaan berkeberlanjutan.

Pada aspek sosial juga ditemukan konflik vertikal dan horizontal terkait masuknya perusahaan HTI. “HTI seperti bom waktu bagi pengelolaan lahan dan hutan di Kalbar,”  kata Baruni Hendri, juru bicara RPHK.

Jika penyelenggara tidak mematuhi peraturan dan tak mengindahkan masyarakat akan menyulut konflik secara masif. “Seyogyanya perusahaan memerhatikan keberadaan masayarakat lokal.”

HTI Kalbar-Screen Shot 2013-07-30 at 6.03.56 AM

Masyarakat adat di Sintang, Kalbar. Masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar kawasan hutan, seperti masyarakat adat di Sintang ini, rentan mengalami konflik kala perusahaan masuk dan menggarap lahan mereka. Foto: Andi Fachrizal
Masyarakat adat di Sintang, Kalbar. Masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar kawasan hutan, seperti masyarakat adat di Sintang ini, rentan mengalami konflik kala perusahaan masuk dan menggarap lahan mereka. Foto: Andi Fachrizal
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,