, ,

Luapan Danau Tempe Genangi Lima Kecamatan di Kabupaten Wajo, Dua Warga Tewas

Sejak 15 Juli 2013, luapan air Danau Tempe, menyebabkan beberapa kecamatan di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan (Sulsel), kebanjiran,  dengan ketinggian mencapai 3–3,5 meter. Banjir menelan dua korban jiwa, 23.000 rumah dan 118 sekolah serta 10.728 hektar sawah tergenang. Banjir paling parah di lima kecamatan, yakni, Tempe, Belawa, Tanasitolo, Sabbangparu dan Pammana.

“Saya sudah 10 hari menginap disini, di dalam rumah saya banjir sampai dada orang dewasa,”  kata Sukaria,  warga desa Nepo, Tanasitolo, yang mengungsi ke rumah saudara, pertengahan Juli 2013. Warga yang tinggal berhadapan langsung dengan Danau Tempe harus meninggalkan rumah. Namun, masih banyak warga memilih tinggal di rumah dan membuat balai–balai untuk tempat tidur maupun memasak.

Kabupaten Wajo, salah satu titik terendah Sulsel dan hampir setiap tahun mengalami banjir. Data Dinas Sosial, menyebutkan, banjir terparah 2003, menelan sembilan korban jiwa. Pada 2010, ada empat orang meninggal dunia.  “Banjir di Wajo agak berbeda dengan daerah lain. Ini banjir kiriman dari daerah lain,”  kata Supardi dari Dinas Sosial.

Danau Tempe mendapat kiriman air dari lima kabupaten tetangga, yakni Barru, Enrekang, Sidrap, Maros, Bone dan  dan Soppeng.  Volume air danau ini akan naik perlahan tergantung debit air yang masuk dari sungai-sungai yang bermuara ke danau.

Menurut cerita dari La Tellong,  yang sejak kecil tinggal di pinggiran danau ini, banjir hampir setiap tahun. “Dulu 2003 paling parah, saya sembilan bulan mengungsi di bawah rumah orang.” “Ini masih tunggu kiriman air, tujuh hari tujuh malam setelah bulan baru. Kalau tidak ada air artinya air akan surut terus, dan kita bisa pulang ke rumah.”

Menurut dia, banjir pada angin timur jauh lebih berbahaya dibanding angin barat. “Kalau banjir begini, kami sangat khawatir. Tinggal di atas atap rumah takut nanti anak anak jatuh kalau malam. Tinggal disini kalau hujan kena hujan, siang sangat panas. Tapi mau bagaimana lagi yang penting ada tempat untuk tidur,” ucap La Tellong. Sejak 15 Juli dia tinggal di posko pengungsian itu.

Banjir  juga menyebabkan masyarakat banyak meninggalkan pekerjaan.  “Saya sesekali pergi mencari ikan di danau, kalau musim banjir seperti ini sangat sulit cari ikan. Untung kalau dapat Rp20.000.”

Menurut data sementara Dinas Sosial, dua Kecamatan Tanasitolo dan Belawa,  mengalami kerugian hingga Rp7,7 miliar. “Ini hanya data sementara, kerugian masyarakat terlihat pasca banjir,”  kata Supardi. Setelah air surut, baru  terlihat kerusakan rumah rumah.  Dinas Sosial telah mendirikan tenda pengungsian, menyalurkan bantuan sembako, evakuasi dengan di-back up Tagana.

BPBD  juga mengevakuasi korban dan bersama muspida mendirikan posko pengungsian di empat titik.  Namun, posko pengungsian belum mampu menampung 669 jiwa yang mengungsi.

Zulkarnain Yusuf Direktur Walhi Sulsel, mengatakan, banjir di Kabupaten Wajo, bencana yang datang hampir tiap tahun. “Bencana banjir sudah dapat diprediksi, Pemkab Wajo harus dapat bekerja lebih sigap dan terencana agar dampak tak meluas dan meminimalisir korban, baik jiwa maupun materiil.”

Dia mencontohkan,  misal, dalam kondisi darurat, pemerintah kabupaten bisa mempersiapkan dengan sigap. Baik dalam kajian, penetapan status bencana, pencarian dan pertolongan korban, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan kelompok rentan sampai pemulihan sarana kunci.

“Harus dilakukan dengan baik. Fakta di lapangan lain, penanggulangan bencana yang seharusnya menjadi satu kewajiban dan sekaligus tanggung jawab Pemkab Wajo, dilalaikan.” Walhi menilai,  Pemkab Wajo tidak memiliki managemen kebencanaan. Keadaan ini bisa  terlihat tidak ada satupun sistem peringatan dini dibangun.

Banjir langganan yang menggenangi beberapa kecamatan di Kabupaten Wajo, menyebabkan puluhan ribu warga mengungsi. Sayangnya, pemerintah daerah seakan tak pernah siap dengan kehadiran banjir yang hampir tiap tahun datang ini. Kerugian harga dan korban jiwa pun terus terjadi. Foto: Nini Eryani Dini
Banjir langganan yang menggenangi beberapa kecamatan di Kabupaten Wajo, menyebabkan puluhan ribu warga mengungsi. Sayangnya, pemerintah daerah seakan tak pernah siap dengan kehadiran banjir yang hampir tiap tahun datang ini. Kerugian harga dan korban jiwa pun terus terjadi. Foto: Nini Eryani Dini
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,