, ,

Hak Ulayat Terampas, 7 Marga Sorong Selatan Gugat Perusahaan HPH

Masyarakat adat di Kampung Bagaraga, Wardik, Tokas di Distrik Wayer dan Distrik Moswaren, Kabupaten Sorong Selatan, akan menggugat perusahaan HPH, PT Bangun Kayu Irian (BKI) atas perampasan hak ulayat mereka di Nawir dan sekitar. Mereka ini dari tujuh marga, yakni, Marga Saman, Yaru Homer, Homer, Tigori, Smur, Fna, dan Wato. Perusahaan ini beroperasi sesuai SK Menteri Kehutanan Nomor 01/KPTS-II/1993, tertanggal 4 Januari 1993 dengan areal konsesi seluas 299.000 hektar selama 20 tahun.

Kini, Belantara Papua dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sorong Raya,  mendampingi tujuh marga yang akan menggugat  BKI. Dalam rilis kepada media, Jumat (2/8/13), masyarakat adat tujuh marga mengatakan, BKI telah menebang dan mengangkut kayu di wilayah adat Nawir sejak tahun 1993-2013. “Selama 20 tahun ini, sejak 1993-2013, masyarakat adat pemilik hak ulayat dirugikan secara tidak terhormat dan melanggar hak-hak asasi kami,”  sebut pernyataan dalam gugatan itu.

Sejak masuk dan beroperasi, masyarakat kerab mendapat ancaman, teror, intimidasi dari aparat keamanan penjaga perusahaan. Kasus ini pun sudah dilaporkan ke Pemkab Sorong Selatan, DPRD, Polres, Dinas Kehutanan Sorong Selatan dan MRP Papua Barat. Namun, sampai saat ini belum ada penyelesaian lebih lanjut.

Max Binur, Direktur Belantara Papua mengatakan, guna mengetahui kondisi teranyar, Belantara Papua, dan AMAN telah turun ke lapangan pada 12-14 Juli 2013.  Pada, 29-30 Juli 2013, semestinya ada pertemuan antara pemilik hak ulayat dengan BKI. Namun, pertemuan batal dengan alasan Bupati Sorong Selatan tak ada di tempat. Masyarakat memberi batas waktu sampai 20 Agustus 2013, jika belum ada tindaklanjut, gugatan class action akan diajukan di Pengadilan Negeri Sorong.

“Masyarakat pun, sudah mengambil keputusan jika sampai minggu  ke tiga Agustus Pemkab Sorong Selatan dan perusahaan tak menanggapi tuntutan pemilik hak ulayat, lokasi perusahaan di Nawir akan dipalang.”

Dalam gugatan mereka, masyarakat adat tujuh marga mendesak perusahaan menyelesaikan tuntutan masyarakat adat pemilik hak ulayat. Pemkab Sorong Selatan pun diminta meninjau ulang izin IUPHHK-HA kepada BKI. Begitu pula, Menteri Kehutanan diminta meninjau SK Menteri Kehutanan Nomor : 01/KPTS-II/1993 mengenai konsesi perusahaan seluas 299.000 hektar selama 20 tahun. Masa berlaku izin pun sudah berakhir pada 4 Januari 2013.

PT. Nusa Bhakti Mandiri, sebagai pelaksana verifikasi juga diminta membatalkan hasil audit lapangan penilaian kerja pengelolaan hutan alam produksi lestari (PHPL) BKI. Auditor ini memberikan nilai akhir kinerja BKI 68 persen atau sedang. BKI pun dinyatakan lulus dan berhak diberi sertifikat PHPL.  Atas tindakan itu, Komite Akreditasi Nasional (KAN) pun didesak meninjau izin PT. Nusa Bhakti Mandiri, yang melakukan tindakan penipuan dengan mengeluarkan sertifikat lulus kepada BKI.

Mereka mendesak Polda Papua –Polres Kabupaten Sorong Selatan segera menghentikan semua aktivitas BKI sampai ada proses penyelesaian hak-hak marga pemilik hak ulayat. “Meminta Polres Kabupaten Sorong menyelidiki BKI, karena terindikasi menipu dan merugikan negara.”

Masyarakat juga meminta Polres menyelidki ulang kematian misterius Yoram Saman pada 1997. Sebab, ada indikasi kematian dia diracun oknum perusahaan. Saat itu, perusahaan mengundang Yoram makan malam bersama di Penginapan Nusa Indah Kota Teminabuan dan tewas. MRP Papua Barat juga diminta berperan mendesak Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan segera memfasilitasi pertemuan dengan pemkab. 

Gugatan Tujuh Marga di Sorong Selatan

Papua AMAN33333-Screen Shot 2013-08-03 at 6.08.59 AM

Papua AMAN1-Screen Shot 2013-08-03 at 5.16.07 AM

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,