Penelitian: Perubahan Iklim Menggeser Berbagai Spesies di Lautan

Meningkatnya suhu di lautan ternyata mampu mengubah wajah biologis di perairan, dan memaksa spesies-spesies bergerak menuju kutub sekitar 7 kilometer setiap tahun demi mengejar iklim yang sesuai untuk tempat mereka hidup dan bertahan. Hal ini terungkap dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh sekelompok pakar dari 17 institusi yang berbeda, dengan menggunakan data dari tujuh negara. Singkatnya, kenaikan suhu di lautan bisa mengubah pola perkembangbiakan, pencarian makan dan pola migrasi.

Hal yang mengejutkan, spesies di daratan hanya berubah sekitar 1 kilometer atau kurang setiap tahunnya sebagai perbandingan, kendati permukaan daratan mengalami kenaikan suhu udara jauh lebih cepat dibandingkan di lautan.

“Secara umum, udara mengalami kenaikan suhu lebih cepat dibandingkan lautan karena udara memiliki kapasitas lebih besar untuk menyerap suhu. Jadi kami mengira bahwa perubahan akan terjadi lebih cepat di daratan dibanding di lautan. Namun kami justru menemukan hal sebaliknya,” ungkap salah satu peneliti, Dr. Christopher Brown dari Institut Perubahan Global di Universitas Queensland.

Dr. Brown mengatakan, hal ini mungkin disebabkan satwa di lautan bisa bergerak dalam rentang jarak yang jauh, atau mudahnya satwa di daratan untuk melepaskan diri dari temperatur yang berubah dengan adanya lembah atau pegunungan, dibanding di perairan yang datar. Tim peneliti mempelajari berbagai jenis spesies, mulai dari plankton dan vegetasi lautan hingga sejumlah predator di perairan seperti singa laut, burung-burung laut dan ikan-ikan besar.

“Salah satu hal yang paling unik tentang penelitian ini adalah kami melihat ke banyak hal,” tambah Dr. Brown. “Kami meneliti setiap tautan di rantai makanan dan kami menemukan banyak perubahan di kehidupan di lautan yang selaras dengan perubahan iklim di berbagai wilayah lautan di penjuru dunia dan berbagai tautan yang berbeda dala rantai makanan.”

Kenaikan suhu lautan telah memperpendek musim dingin dan menghadirkan musim semi lebih cepat dan semua perubahan yang hadir akibat adanya perubahan musim ini -misalnya musim perkembangbiakan dan pertumbuhan plankton- menjadi lebih cepat dibanding jangka waktu yang semestinya.

Bagi sejumlah spesies yang tidak mampu untuk bergerak ke perairan yang lebih dingin, hal ini akan membahayakan kehidupan spesies tersebut.

“Beberapa spesies seperti teritip dan sejumlah kerang-kerangan tertahan di pesisir, jadi untuk beberapa tempat seperti di Tasmania, jika mereka sudah berada di batas jarak maksimal pergerakan, maka mereka tak bisa lagi berpindah kemana-mana. Maka kita bisa kehilangan spesies-spesies tersebut,” ungkap Dr. Brown.

Para ahli menemukan bahwa sekitar 81% dari observasi penelitian ini mendukung hipotesa bahwa perubahan iklim memang menjadi penyebab perubahan ini.

Untuk mengatasi hal ini, Dr. Brown mengatakan bahwa manusia harus melakukan perubahan aktivitas untuk beradaptasi. “Misalnya di sektor perikanan, dimana manusia harus memeindahkan pelabuhan mereka untuk bisa tetap mendapatkan ikan sesuai yang mereka inginkan,” tambahnya.

“Hal yang sangat penting adalah menekan emisi gas rumah kaca yang akan memperlambat atau mengurangi angka kenaikan suhu udara di lautan, namun butuh waktu lama untuk melihat hasil dari upaya ini. Bahkan jika kita melakukan reduksi emisi gas rumah kaca saat ini maka dampaknya belum akan terlihat dalam 20 tahun mendatang atau lebih.”

CITATION: Poloczanska, Elvira S., Brown, Christopher J., Sydeman, William J., Kiessling, Wolfgang, Schoeman, David S., Moore, Pippa J., Brander, Keith, Bruno, John F., Buckley, Lauren B., Burrows, Michael T., Duarte, Carlos M., Halpern, Benjamin S., Holding, Johnna, Kappel, Carrie V., O/’Connor, Mary I., Pandolfi, John M., Parmesan, Camille, Schwing, Franklin, Thompson, Sarah Ann, Richardson, Anthony J., Global imprint of climate change on marine life, Nature Clim. Change, 2013/08/04/online

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,