Penelitian: Suhu Bumi Akan Meningkat di Level Tercepat Dalam 65 Juta Tahun Terakhir

Menurut sebuah kajian berbasis 27 model iklim dunia, para pakar berkesimpulan bahwa perubahan iklim secara global akan mencapai yang paling ‘hangat’ dalam 65 juta tahun terakhir, dalam waktu yang jauh lebih cepat. Hasil kajian ini sudah dimuat dalam jurnal ilmiah Science awal Agustus ini, dan menyatakan bahwa temperatur daratan di bumi akan meningkat 4 derajat Celcius pada tahun 2100 mendatang, jika dihitung sejak masa pra-industri, jika kita tidak melakukan langkah pencegahan untuk mencegah pemanasan global.

“Hal terpenting yang harus diingat adalah level perubahannya,” ungkap salah satu penulis dari Stanford University bernama Noah Suresh Diffenbaugh. “Masalahnya, pemanasan global yang cepat dan terjadi dalam kurun waktu 55 juta tahun ini, sama dengan kecepatan kenaikan suhu udara dalam satu abad terakhir.”

Jika ini terjadi, suhu akan meningkat 10 kali lebih cepat dibanding sebelumnya sejak masa kepunahan dinosaurus, dan akan menciptakan dampak yang sangat signifikan bagi banyak spesies di Bumi dan ekosistem di planet ini.

Sumber: Noah Diffenbaugh
Atas: Perubahan tahunan global di abad 21 menggunakan 27 model perubahan iklim global. Perubahan ini dikalkulasikan dari titik tengah antara tahun 2081 hingga 2100, dikurangi titik tengah antara tahun 1986 hingga 2005. Bawah: Kecepatan perubahan iklim yang diperlukan untuk mempertahankan suhu tahunan saat ini, dan perubahan iklim yang seharusnya terjadi di abad-21. Kecepatan dihitung untuk setiap lokasi dengan mengidentifikasi lokasi terdekat dalam iklim di masa depan yang memiliki suhu tahunan sama dengan lokasi awal memiliki dalam iklim sekarang. Sumber: Noah Diffenbaugh

“Tidak mudah untuk menentukan dampak pasti dari kenaikan suhu yang meningkat hingga 6 derajat Celcius,” ungkap Diffenbaugh. “Namun hal ini akan membawa perubahan besar bagi sebagian besar daratan. Melihat kondisi perubahan musim saat ini terhadap hutan di daratan, pertanian dan kesahatan manusia, kami tertarik untuk melihat lebih jauh perubahan yang terjadi dalam kondisi yang sangat panas.”

Semakin panas, menurut para pakar, akan mengintensifkan cuaca yang mengerikan dan akan membuat musim panas menjadi lebih panas dari kondisi normal. Para peneliti juga mengingatkan bahwa kenaikan suhu udara dalam jangka pendek bisa membuat berbagai spesies sulit untuk beradaptasi.

“Spesies dan ekosistem akan melawan tidak hanya dalam rentang kondisi iklim yang berpotensi menjadi sangat berbeda dibanding masa lalu namun juga dalam kondisi yang lebih luas, dimana aktivitas manusia mendominasi atau mempengaruhi berbagaiproses dan sistem yang ada di Bumi,”  tulis laporan ini.

Bahkan jika spesies-spesies ini mampu bertahan dalam perubahan iklim, mereka tidak akan mampu untuk menghadapi kerusakan habitat, polusi spesies invasif dan ekspolitasi berlebihan. Para peneliti mencatat bahwa kombinasi pemanasan global yang cepat dan dampak ekologis manusia akan memberikan ekosistem daratan lingkungan yang tidak terduga dalam sejarah evolusi manusia.

Emisi gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan industri pertanian sudah menghangatkan suhu Bumi sekitar 0,8 derajat Celcius dalam seratus tahun terakhir. Perubahan ini sudah membuat kenaikan permukaan air laut, memperburuk gelombang panas, melelehkan es di laut Arktik dan menghilangkan gletser dan masih banyak dampak lain bagi planet ini.

Para ahli mencatat bahwa banyak ketidakpastian akan mempengaruhi pemanasan global di masa mendatang, termasuk berbagai proses siklus karbon dan awan. Namun ketidakpastian terbesar adalah berapa banyak lagi tambahan bahan bakar fosil akan dibakar oleh peradaban manusia? meski kondisi pemanasan global di masa lalu sudah tidak bisa dihindari akibat emisi yang terjadi di masa lalu, hal terburuk masih bisa dicegah di masa mendatang.

“Masa depan planet ini terletak di tangan kita,” ungkap penulis lain dalam penelitian ini yang juga dari Stanford University, Chris Field.

CITATION: N.S. Diffenbaugh and C.B. Field. Changes in Ecologically Critical Terrestrial Climate Conditions. Science. 2013.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,