PT Newmont Nusa Tenggara (Newmont), telah beroperasi selama 12 tahun tetapi warga desa dekat tambang, seperti Desa Tongo Sejorong, Kabupaten Sumbawa Barat, sampai saat ini hidup dalam kemiskinan. Mereka telah kehilangan sumber kehidupan, dari hutan sampai air bersih.
Dulu, kali pertama Newmont datang, hutan enau dan bambu– yang menjadi mata pencarian warga– masuk wilayah tambang. Akses mereka pun ditutup. “Sekarang warga banyak yang ke laut cari kerang. Atau datang ke Newmont berharap ada pekerjaan. Hutan enau dan bambu kami sudah tak ada,” kata Hasanuddin, Kepala Desa Tongo Sejorong, di Jakarta, Senin (27/8/13).
Kehidupan warga pun jauh dari sejahtera. Jarak tambang dari Desa Tongo-Sejorong, sekitar empat kilometer. Ini desa yang dilintasi pipa saluran limbah ke Teluk Senunu. Desa ini terdekat tambang, terdiri dari Dusun Tongo, Dusun Sejorong dan Dusun Temelang, ada sekitar 700 keluarga.
Sebelum ada Newmont, warga bisa hidup cukup dengan memanfaatkan nira enau dan menjual bambu dari hutan. “Saya juga petani enau dulu. Tapi semua diambil Newmont. Kami digusur. Rumah-rumah tempat nira dirobohkan.” Hasanuddin mengenang.
Hasanuddin baru sebulan menjadi kades. Sebelumnya, dia aktif di organisasi sosial, Yayasan Olat Perigi. Dia sudah kerab menyuarakan keluhan warga. “Tahun 2002, saya ke Jakarta, untuk suarakan masalah kerugian masyarakat yang tak diberi ganti rugi Newmont. Sekitar 150 ribu pohon ditenggelamkan. Itu tanah ulayat tempat kami beraktivitas. Kakek saya yang dulu tanam itu semua,” ujar dia.
Hutan rusak, dan sungai-sungai tercemar. Sumber-sumber air warga pun habis, otomatis mereka kesulitan air bersih. Bahkan, pada akhir Agustus 2013, warga mendokumentasi air limbah tambang Newmont dari tangki langsung diberi saluran ke tanah dan mengalir ke Sungai Tongo Sejorong. Padahal, air sungai ini untuk keperluan sehari-hari warga sekitar. Selama ini hanya diketahui pembuangan limbah tambang Newmont ke Teluk Senunu.
Untuk mendapatkan air bersih dari Newmont, warga harus memiliki kartu khusus. “Jadi seakan masyarakat tergantung dari Newmont. Padahal, karena tambanglah sumber air rusak,” kata Ki Bagus dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam). Jatam juga akan menginvestigasi limbah yang mengalir ke sungai itu.”
Hasanuddin pun meminta perusahaan memperhatikan kehidupan masyarakat sekitar tambang, dengan beragam permasalahan itu. “Newmont harus transparan, terbuka dan peduli bagaimana nasib warga imbas tambang. Masyarakat yang tak tahu apa-apa, jangan makin dibuat tak tahu, tetapi diajar, diberi pelatihan agar tahu.”
Rahmad Hidayat, Kades Sekongkawang Bawah mengatakan, sudah menjadi keharusan bagi perusahaan memperhatikan kesejahteraan pada warga imbas tambang—yang berada di dekat tambang. “Ada gedung sekolah dibantu, itu pun susah sekali. Harus demo dulu. Kita ingin Newmont itu bukan bantuan tapi kewajiban karena ada yang dihancurkan.”
Contoh lain, kata Hidayat, di Newmont, ada besi bekas dari hasil aktivitas perusahaan. Besi ini oleh perusahaan dijual bekerja sama dengan pemerintah daerah, dengan pembagian 50:50. “Masyarakat di sana tak merasakan apa-apa.”
Dia juga meminta, perusahaan memberikan pelatihan kepada warga. “Selama ini, kita dikasih sampi, benar, tapi tak diajarkan jadi petenak handal. Dikasih bibit padi tapi tak dikasih pelatihan. Jadi seakan dibuat ketergantungan ke Newmont.”
Begitu juga pendidikan masyarakat sekitar tambang. “Newmont memang beri beasiswa, tapi mana ada khusus diperuntukkan warga imbas tambang. Jadi warga desa yang hidup langsung berdekatan dengan tambang malah tak pernah merasakan beasiswa.”
Tak ketinggalan perbaikan sarana jalan dan penyediaan air sarana air bersih, bukan hanya pemberian air. “Warga perlu penyediaan sarana air bersih, jadi kalau Newmont sudah tak ada, warga bisa tetap dapatkan air bersih.
Ki Bagus berharap pemerintah juga memberikan perhatian serius dengan masyarakat yang berada di dekat tambang ini. “Bagaimana tangani ini. Pemerintah harus lihat kejadian riil di lapangan. Pemerintah jangan hanya ribut divestasi saham tanpa pedulikan kesejahteraan masyarakat di sekitar itu.”
Dari situs perusahaan menyebutkan, Newmont merupakan patungan Indonesia, dengan saham dimiliki Nusa Tenggara Partnership (Newmont & Sumitomo), PT Pukuafu Indah (Indonesia) dan PT Multi Daerah Bersaing. Newmont dan Sumitomo bertindak sebagai operator.
Newmont menandatangani kontrak karya 1986 dengan pemerintah RI untuk eksplorasi dan eksploitasi di NTB. Perusahaan menemukan cebakan tembaga porfiri 1990, diberi nama Batu Hijau. Setelah penemuan lalu kajian teknis dan lingkungan selama enam tahun. Kajian disetujui pemerintah pada 1996, proyek tambang batu hijau dengan investasi US$1,8 miliar, jalan. Pada 1999, pembangunan tambang, pabrik dan prasarana selesai. Baru, Maret 2000 mulai beroperasi penuh.
Newmont mengklaim mempunyai banyak program sosial, dari beasiswa sampai rumah bagi masyarakat miskin. Belum lama ini, Newmont menandatangani proyek kerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Bupati Sumbawa untuk membangun rumah bagi masyarakat miskin.