,

AMAN Targetkan Pemetaan 40 Juta Hektar Hutan Adat Selesai 2020

Berbekal putusan Mahkamah Konstitusi yang mengakui keberadaan hutan adat,  bukan hutan negara, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menargetkan pemetaan 40 juta hektar hutan adat bisa selesai pada 2020.

Abdon Nababan Sekretaris Jenderal AMAN mengatakan, mereka telah memetakan sekitar tujuh juta hektar dan memerlukan waktu 15 tahun. “Kami ingin memanfaatkan keuntungan dari alat-alat pemetaan baru seperti GPS dan pemetaan tiga dimensi untuk mempercepat proses lebih dari 30 juta hektar yang masih tersisa,” katanya dalam konferensi internasional pemetaan partisipatif untuk masyarakat adat, di Samosir, Senin (26/8/13).

Dalam rilis AMAN itu, Abdon mengungkapkan, keperluan memetakan wilayah adat meningkatkan setelah keputusan MK. “Dengan keputusan ini menjadi  sangat penting  sekali memetakan hutan adat.”

Sejauh ini, kata Abdon, dengan teknologi pemetaan yang digunakan dan dukungan pemerintah yang kurang, bisa memakan waktu sampai 30 tahun untuk menyelesaikan pemetaan.”Kami tak memimiliki kemewahan itu. Kami perlu belajar dari masyarakat adat lain di Asia, America Latin and Afrika, bagaimana bisa memetakan lebih cepat dan efektif.”

Kasmita Widodo, Koordinator Nasional Jaringan Pemetaan Partisipatif (JKPP)  menambahkan, pemerintah Indonesia belum pernah memetakan hutan masyarakat adat yang kerab tumpang tindih dengan konsesi kepada perkebunan sawit maupun HTI. “Lebih dari 70 persen kawasan hutan di Indonesia, terjadi tumpang tindih perizinan.”

Pemerintah Indonesia tengah menggagas one map. Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap mampu membuat satu peta hutan yang bersih dari tumpang tindih. “Ini akan jadi tantangan bagi negara, kami untuk membuat peta yang sama hingga memudahkan pengambilan keputusan adil bagi masyarakat adat dan mengurangi konflik,” ucap Kasmita.

Pada Juli 2013, AMAN menyerahkan laporan pemetaan kepada Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) seluas 2,6 juta hektar mencakup 364 wilayah adat. Tahun lalu,  AMAN bersama JKPP juga menyerahkan hasil pemetaan partisipatif wilayah adat kepada UKP4 dan Badan Informasi dan Geospasial seluas 2,4 juta hektar.

Dalam konferensi ini,  perwakilan dari masyarakat adat di dunia yang telah memetakan wilayah mereka menggunakan teknologi tinggi, seperti GPS, pemetaan tiga dimensi, geo-tagging dan lain-lain berkumpul di Sumatera. Mereka mendiskusikan bagaimana upaya-upaya melindungi hutan dan lahan guna menghadapi pembangunan, perubahan iklim maupun  ancaman-ancaman. Masyaraakt adat dari Nepal, Filipina, Brazil, Peru, Nikaragua, and Kenya hadir dalam kegiatan ini untuk berbagi peta dan pengalaman mereka. Kegiatan ini diadakan oleh AMAN dan Tebtebba, sebuah organisasi di Filipina yang fokus pada masyarakat adat.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,