Habitat Pari Manta dan Penyu di Derawan Masih Rawan Perburuan Ilegal

Berbagai kasus pencurian dan perburuan spesies di wilayah perairan Indonesia oleh kapal-kapal asing masing terus berlangsung. Beberapa kawasan yang berdekatan wilayah perbatasan tanah air, masih menjadi sasaran empuk para pemburu dan pedagang satwa dari berbagai negara. Seperti yang terjadi di perairan Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur yang dekat dengan perbatasan Malaysia. Sebulan silam, 12 Perahu yang diketahui berasal dari luar wilayah Indonesia, melakukan illegal fishing di kawasan perairan Pulau Derawan. Duabelas perahu nelayan asing tersebut berhasil ditangkap oleh nelayan bersama jajaran Pos Angkatan Laut, Polres Berau dan petugas Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Pulau Derawan.  Mereka berasal dari Kota Sampurna, Malaysia dan 2 kapal nelayan lainnya dari Jakarta.

Dari penangkapan tersebut warga bersama aparat setempat menemukan hasil tangkapan berupa dua ekor penyu dan beberapa ikan pari manta yang dilindungi oleh undang-undang. Para nelayan yang diketahui merupakan suku laut dan tidak memiliki asal muasal negara tersebut menggunakan jarring pukat harimau yang dipasang sepanjang 2 mill di laut kepulauan Derawan, tepatnya diperairan Pulau Sangalaki dan Pulau Semama.

Kepala Kampung Pulau Derawan, Kabupaten Berau H. Bahri mengatakan bila hal seperti ini berlanjut dan tidak ada penyelesaian maka, tidak akan ada lagi keunggulan di kawasan Pulau Derawan ini. “Kedua spesies tersebut merupakan daya tarik bagi para wisata dan tentunya dua binantang laut tersebut merupakan bagian dari ekosistem di perairan Derawan, dan bila salah satu ekosistem nya berubah maka akan terjadi kerusakan terhadap rantai makanan yang ada di perairan tersebut.

Perairan Pulau Sangalaki dan Pulau Semama, merupakan daerah peliantasan penyu dan pari manta. Sehingga di kawasan tersebut sangat banyak terdapat ikan. Di perairan ini yang menjadi daerah incaran para nelayan yang melakukan illegal fhishing.

Namun sayang, selang beberapa hari kemudian, para nelayan tersebut dilepaskan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Kabupaten Berau, dengan alasan penangkapan kedua kapal tersebut cacat hukum. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Kabupaten Berau, Fuadi yang melakukan penangkapan bukan Dinas Perikanan dan Kelautan, tapi tim yang diinisiasi kepala kampung dan melibatkan aparat kepolisian dan TNI Angkatan Laut, sehingga hal ini yang menjadi cacat hukum.

“Area konservasi laut di Kepulauan Derawan belum tercantum di dalam peta pelayaran, sehingga nelayan tidak tahu saat memasuki area konservasi atau tidak. Penangkapan penyu dilakukan secara tidak sengaja, atau incidental cacth, Pada saat diangkat jaring ada penyu tersangkut, tapi di atas kapal tidak ada penyu. Ini masuk kriteria tidak sengaja, tapi kapal yang bersangkutan diwajibkan membuat laporan,” ungkap  Fuadi

Dari data yang diperoleh, di Pulau Sangalaki Kepulauan Derawan, pada tahun 1950-an, jumlah populasi yang bertelur diperkirakan sekitar 200-an ekor/malam. Dua dekade berikutnya (tahun 1970-an), jumlah ini menurun menjadi sekitar 150-an ekor/malam. Jumlah ini menurun drastis pada tahun 1993, ketika jumlah yang bertelur tersisa sekitar 39 ekor/malam dan pada tahun 2002 hanya tercatat sekitar 15 ekor/malam. Penurunan populasi penyu ini tentu karena beberapa pengaruh diantaranya karena penangkapan dewasa dan pemanfaatan telur Tercatat beberapa tahun terakhir ini sejak 2007, penyu yang cari makan bisa dihitung, berkurang sekitar 75 persen populasinya dari sekitar 90-100 ekor.

Dengan ditemukannya illegal fishing tersebut maka dapat diperkirakan makin banyak berkurangnya populasi penyu dan pari manta di kawasan konservasi kepulauan Derawan. Namun hingga kini belum ada penelitian pasti mengenai hal tersebut. “Kami belum bisa pastikan berapa banyak pengurangan kedua hewan dilindungi tersebut, namun bila melihat aktifitas nelayan illegal, kami yakin bahwa telah terjadi pengurangan populasi kedua hewan tesebut,” ungkap Kepala Kampung Kepulauan Derawan H Bahri.

Sementara itu Bupati Berau, Makmur HAPK  menyayangkan Aksi pencurian ikan dengan menggunakan pukat harimau, menurutnya tidak hanya merusak ekosistem laut namun juga mengancam potensi wisata yang hingga saat ini terus berupaya mengangkat Pulau Derawan sebagai sektor wisata unggulan.

Terlebih lagi, menurut Makmur, ikan pari manta dan penyu merupakan salah satu daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Berau. “Para penyelam dari seluruh dunia itu datang ke Berau untuk melihat ikan pari manta dan penyu, kalau sudah tidak, apa yang mau dilihat?” tandas Makmur.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,