Penelitian terbaru Walhi menunjukkan penetapan wilayah pertambangan di Indonesia, masih minim melibatkan partisipasi masyarakat. Penelitian ini, mengambil studi kasus di tiga wilayah tambang, yakni Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur/NTT), Kolaka (Sulawesi Tenggara) dan Batang Toru (Sumatera Utara).
Asep Yunan Firdaus, peneliti mengatakan, sebelum pada penetapan wilayah pertambangan, proses-proses di daerah antara lain, kajian lingkungan hidup strategis (KLHS), penetapan tata ruang, sampai prencanaan pembangunan. Poin-poin ini dalam penelitian memperlihatkan pelibatan warga hanya manipulatif, bahkan ada yang tak memberi informasi sama sekali kepada masyarakat.
“Rakyat hanya dijadikan stempel untuk ACC tambang. Manipulatif,” katanya saat launching penelitian di Jakarta, Kamis (29/8/13).
Tak jauh beda dengan penetapan wilayah pertambangan (WP), sama-sama minim partisipasi publik. Malah, di Hakatotubu, Tambea, pemerintah daerah menyatakan tak penting melibatkan masyarakat dalam menyusun WP. “Ada yang menyatakan keterlibatan warga sudah ada di Amdal. Itu sudah terlambat. Harusnya dari awal saat penetapan WP,” ujar dia.
Dari temuan ini, tak mengherankan jika begitu banyak konflik dan penolakan warga atas perusahaan tambang yang hadir di dekat wilayah mereka. Bahkan, tak jarang tambang mengambil wilayah hidup warga, dari lahan pertanian, kebun sampai hutan.
Penelitian ini diuji menggunakan teori tangga partisipasi dari Sherry R Arnstein (1969) yang menempati tangga partisipasi terendah atau manipulasi dari delapan tingkatan tangga. Tangga tertinggi dari partisipasi versi Arnstein adalah kontrol warga (citizen control).
Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Nasional mengatakan, penelitian ini tindaklanjut dari judicial review UU Minerba oleh Walhi ke Mahkamah Konstitusi. Putusan MK Juni 2012, menyatakan, dalam menentukan WP harus melibatkan partisipasi publik.
Penelitian ini ingin melihat implementasi putusan MK di lapangan. Ternyata, dalam penetapan WP masih manipulatif, bahkan tak ada informasi sama sekali kepada warga. Masyarakat, hanya menjadi obyek. Padahal, masyarakat yang akan kehilangan tanah atau kerusakan ruang hidup kala tambang masuk. “Harapannya, penelitian ini menjadi referensi bagi pemerintah ke depan dalam menentukan WP.”
Resume Riset Walhi tentang Partisipasi dalam Wilayah Pertambangan