Demi Penuhi Komitmen Nol Deforestasi, APP Laporkan Dua Pelanggaran di Wilayah Konsesi Mereka

Mungkin ini sebuah peristiwa yang sebelumnya tidak mungkin terjadi di sektor bisnis kehutanan di Indonesia, dimana perusahaan raksasa pelaku bisnis melaporkan sendiri pelanggaran yang terjadi di kawasan konsesi mereka. Asia Pulp and Paper, produsen kertas ketiga terbesar di dunia hari Rabu, 11 September 2013 silam dalam laporan bulanan perkembangan moratorium penebangan hutan alam mereka memuat dua pelanggaran yang terjadi sejak moratorium penebangan ini dimulai bulan Februari 2013 silam.

Salah satu kasus, penebangan telah dilakukan dalam skala kecil dibawah kesepakatan yang sebelumnya sudah dilakukan dengan sekelompok kecil komunitas lokal. Konteks ini sama dengan insiden yang telah dilaporkan oleh Eyes on the Forest, di bulan Mei 2013 silam dimana 70 hektar hutan ditebang oleh Riau Indo Agropalma di Propinsi Riau. Keluhan ini kemudian diaudit lebih lanjut.

Dalam suratnya APP menjelaskan:

Penebangan ini dilakukan karena RIA sebelumnya sudah ada kesepakatan dengan masyarakat lokal untuk mengembangkan wilayah ini -sebagai sebuah kewajiban dari pemilik konsesi. Tim Impelementasi FCP (Forest Conservation Policy) salah mengartikan bahwa area ini bisa ditebang.

Sebagai buntut dari insiden ini, TFT dan APP melakukan audit di semua wilayah konsesi mereka untuk menentukan apakah ada kasus sejenis yang terjadi seperti RIA, dimana komitmen dengan masyarakat lokal telah disepakati sebelumnya.

Kasus kedua yang berhasil diidentifkasi dalam proses audit melibatkan pelanggaran kebijakan di Sumatera Selatan oleh tiga perusahaan -PT Bumi Andalas Permai (BAP), PT Sebangun Bumi Andalas (SBA), dan PT. Bumi Mekar HIjau (BMH)- yang telah menebang 69 hektar hutan dengan cadangan karbon yang tinggi di area yang dilarang untuk ditebang. APP menyebut pelanggaran ini sebagai suatu hal yang tidak dapat diterima.

“Ini adalah sebuah pelanggaran yang tidak bisa diterima karena melanggar moratorium yang dilakukan oleh APP dan Forest Conservation Policy, dan merupakan hasil dari minimnya proses pengawasan,” tulis APP dalam surat mereka.

Sebagai hasil dari audit ini, APP menyatakan telah memperkenalkan prosedur baru dalam pengawasan dan monitoring perkembangan di dalam kawasan mereka.

Data Deforestasi di Riau. Sumber: Eyes on the Forest
Data Deforestasi di Riau. Sumber: Eyes on the Forest

“Sebagai hasil dari kasus ini, prosedur baru sudah diberlakukan oleh APP/TFT untuk mencegah isu serupa muncul kembali. Kami tidak hanya menyelesaikan masalah ini, namun kami juga menggunakan temuan ini untuk mengembangkan implementasi FCP,”

Keputusan APP untuk melakukan Kebijakan Konservasi Hutan adalah salah satu upaya penting setelah mereka kehilangan puluhan pembeli kertas mereka akibat kekhawatiran atas catatan buruk lingkungan hidup perusahaan ini di Sumatera. Sejumlah aktivis lingkungan seperti Greenpeace, Eyes on the Forest dan Rainforest Action Network melakukan kampanye yang luas dan agresif karena dinilai telah merusak hutan tropis di Sumatera yang menjadi habitat satwa liar, memperburuk konflik sosial dengan masyarakat dan melepas emisi gas rumah kaca melalui konversi lahan gambut menjadi perkebunan.

Kini para aktivis ini sedikit menurunkan tensi kampanye mereka untuk memberi kesempatan bagi bisnis raksasa kehutanan ini menerapkan kebijakan lingkungan mereka yang baru, yang secara eksplisit melarang untuk mengambil serat kayu dari hutan alam dan melakukan konversi lahan gambut. Kebijakan ini juga mencakup prinsip Free Prior Informed Consent yang menjamin hak-hak masyarakat lokal.

Sementara pihak APP menjalankan kebijakan ini, pihak yang memantau seperti Greenpeace masih terus ‘wait and see‘ dan masih memperingatkan para calon pembeli kertas milik APP hingga mereka yakin bahwa sumber kertas ini bukan berasal dari hutan alam.

Terkait hal ini, APP sendiri meyakinkan banyak pihak dengan komitmen ‘Nol Deforestasi’ mereka dan akan terus melanjutkan kebijakan ini ke seluruh basis operasi dan penyuplai mereka di seluruh dunia.

Asia Pulp and Paper adalah salah satu dari dua perusahaan penghasil bubur kertas dan kertas di Indonesia, yang memiliki kawasan konsesi seluas 2,6 juta hektar di Indonesia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,