,

Dicaplok Perusahaan Sawit, Bupati Janji Lahan Masyarakat Mantangai Kembali

Ben Brahim S Bahat, Bupati Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng), menjanjikan lahan masyarakat Mantangai yang sudah dicaplok perusahaan sawit, PT Rezeki Alam Semesta Raya (RASR) akan dikembalikan. Dalam proses penanganan konflik itu, Pemkab akan membentuk tim identifikasi dan verifikasi.

Demikian diungkapkan Bupati dalam rapat mediasi penyelesaian konflik sengketa tanah adat antara RASR dengan warga empat desa di Kecamatan Mantangai, Selasa (17/9/13) di ruang rapat Bupati. Rapat dipimpin langsung Bupati Kuala Kapuas.

Perwakilan perusahaan meminta waktu tujuh hari untuk memutuskan soal pengembalian lahan ini. Menurut Ben, tenggang waktu tujuh hari masih wajar.  “Saya berharap konflik segera tuntas. Jangan sampai ditunda-tunda lagi,” katanya.

Jika dalam waktu tujuh hari, perusahaan tetap tak memberikan kepastian, kata Ben, hak masyarakat akan dikabulkan. “Kita akan membentuk tim identifikasi dan inventarisasi untuk meninjau langsung ke lapangan.”

Selama masa tenggang tujuh hari, perusahaan diperbolehkan memanen sawit di lahan yang menjadi sengketa. Meski beberapa perwakilan menginginkan RASR tak beraktivitas apa pun di lahan mereka, tapi keputusan bupati dianggap sebagai hal terbaik.

“Biarkan RASR memaneh sawit untuk terakhir kali. Sebenarnya keputusan dari perusahaan tidak penting. Hak masyarakat akan dikembalikan kembali sesuai hasil tim inventarisasi dan identifikasi. Jadi,  meski perusahaan menolak, hak masyarakat akan tetap kembali. Nanti dibuktikan dengan hasil dari verifikasi di lapangan,” ucap Ben.

Warga tegas menuntut pengembalian lahan. “Tuntutan kami tetap, meminta RASR mengembalikan hak atas tanah adat kami. Tak ada ganti rugi, pokoknya kami minta segera mungkin hak-hak atas tanah itu dikembalikan,”  kata Musradi, utusan Desa Sei Ahas.

Perwakilan dari Desa Katimpun, Kalumpang dan Pulau Kaladan menyatakan hal sama. Mereka meminta tanah seluas 2.922 hektar itu segera dikembalikan.

Para peserta rapat sebenarnya kecewa karena yang hadir bukan pimpinan perusahaan.“Harusnya yang hadir pimpinan perusahaan langsung agar permasalahan bisa diselesaikan saat ini. Kalau seperti ini takutnya permasalahan tak pernah selesai. Dewan Adat Dayak merasa tersinggung karena beberapa kali dilakukan pemanggilan, perusahaan tak pernah datang ,” ujar Indan Thomas, pimpinan Dewan Adat Dayak Kalteng.

Pertemuan antara warga Mantangai, Bupati Kuala Kapuas dan perwakilan PT Rezeki Alam Semesta Raya pada 17 September 2013. Foto: Indra Nugraha
Pertemuan antara warga Mantangai, Bupati Kuala Kapuas dan perwakilan PT Rezeki Alam Semesta Raya pada 17 September 2013. Foto: Indra Nugraha

Lesmiriadi, mantan Camat Mantangai periode 2000-2006 mengatakan, konflik berlarut-larut karena perusahaan tak mempunyai komitmen menyelesaikan masalah.“Dari 2005, penyelesaian konflik ini tidak berkembang hingga 2006 saya meninggalkan Mantangai. Tahun 2008-2011,  konflik berlanjut.”

Dia mengatakan, mediasi tak pernah berhasil karena ketika diundang pertemuan, hanya warga yang datang sementara perusahaan tak pernah hadir. “Ini berulang-ulang, hingga konflik ini berlangsung lama hampir sembilan tahun.”

Jika merujuk aturan,   di dalam arahan izin lokasi jika dipatuhi perusahaan, poin tiga surat Bupati pada 9 Maret 2004, menyatakan perusahaan harus meninjau lokasi. Apabila terjadi tumpang tindih lahan dengan masyarakat supaya diselesaikan melaui musyawarah mufakat. “Tapi ini tidak pernah dilakukan. Ini sangat disayangkan,” ucap Lesmiriadi.

Di dalam izin lokasi, ada 18 persyaratan yang wajib dilakukan PT RASR. Jika mengaju pada kesepakatan, PT RASR sebenarnya tidak akan mendapat izin jika belum melakukan pemenuhan atas ke-18 syarat tersebut.

“Berapa yang sudah dibebaskan. Dari awal sejak saya jadi camat minta diinventarisasi, namun tidak pernah diselesaikan. Rentang waktu ini sangat melelahkan. Ketika saya jadi camat, masyarakat tak pernah ke Kabupaten. Tapi sekarang mereka ke kabupaten dan bahkan menginap di sini. Ini akibat berlarut-larutnya penyelesaian sengketa tanah ini,” kata Lesmiriadi.

Perusahaan hanya diwakili seorang manajer, Darwin. Dia tak banyak berkomentar.  “Saya minta maaf atas kesalahan ini. Beri kami waktu satu minggu untuk memutuskan pengembalian tanah masyarakat. Saya tidak bisa memutuskan sekarang, karena mengambil keputusan harus dengan rapat bersama jajaran direksi,” katanya.

Dalam rapat itu disepakati beberapa hal, antara lain, RASR harus mengembalikan tanah milik masyrakat sesuai hasil inventarisasi dan identifikasi tim. Tim koordinasi akan memfasilitasi dan memediasi penyelesaian konflik tanah serta menginventarisasi dan mengidentifikasi tuntutan lahan masyarakat sesuai standar operasional prosedur (SOP).

Kesepakatan rapat itu juga mengatakan, apabila kurun waktu satu minggu RASR tidak memenuhi hasil notulen rapat, akan dituntut secara hukum adat Dayak Kalimantan Tengah dan UU yang berlaku.  Selama rentang waktu  itu, para pihak bersengketa sepakat mematuhi dan mentaati kesepakatan. Mereka juga sepakat menjaga keamanan dan ketertiban selama proses mediasi.

Sumber: dari Facebook Save Our Borneo
Sumber: dari Facebook Save Our Borneo
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,