,

Nasib Masyarakat Adat Barambang Katute, dari Teror Penangkapan sampai Ancaman Tambang (Bagian 2)

Selama ini, pemerintah memproklamirkan Hutan Bonto Katute sebagai kawasan hutan lindung, dan tertutup bagi warga. Ternyata, tahun 2010, di kawasan ini dimulai eksplorasi tambang emas, dengan izin diberikan kepada PT. Galena Sumber Energi (GSE).

Warga baru mengetahui pada 2011. Konon, izin tambang sudah sejak 2008, pada 2010 diperpanjang hingga 2013. Eksplorasi ini makin intens tahun 2012 tanpa ada pembicaraan dengan warga sekitar. Mereka banyak menggali sampel, dan seluruh aktivitas dikawal tentara.

Para tentara ini, beserta beberapa preman kampung yang disewa, selalu menjadi juru bicara pemilik tambang. “Warga bertanya, kalau hutan itu memang hutan lindung milik negara kenapa justru aktivitas tambang dibiarkan?” kata Arman Dore Armansyah, Juru Bicara Gerakan Rakyat Tolak Tambang Bonto Katute.

Penolakan tambang ini, disebabkan beberapa hal. Pertama, dari segi bentang alam, Desa Bonto Katute pada ketinggian 1.000 Mdpl, dengan kemiringan ± 20% atau 45˚, ini berisiko terhadap kawasan sekitar jika digunduli.

Kedua, di Kecamatan Sinjai Borong, Sinjai Selatan, Sinjai Barat, dan Sinjai Tengah, ada 14 retakan pada daerah dataran tinggi. Keempat daerah itu rawan bencana. Pada 21 Juni 2006, terjadi banjir bandang dan tanah longsor yang menelan korban jiwa 214 orang dan korban hilang mencapai 45 orang. Sedangkan pengungsi per 26 Juni 2006 mencapai 6.400 orang.

“Jika eksploitasi tambang tetap dipaksakan, tidak menutup kemungkinan memicu kejadian serupa dengan eskalasi lebih besar.”

Menurut dia, sejak ada rencana ekslpoitasi tambang ini, intimidasi terhadap warga terus meningkat. Ancaman penangkapan sering diterima warga. Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sinjai bahkan dituduh sebagai provokator.

Kepala Dusun Bola Langiri yang banyak menyuarakan aspirasi warga diberhentikan dari jabatan. Dia dipecat langsung oleh Camat Sinjai Borong. Istrinya yang seorang guru dimutasi di tempat jauh. “Tidak hanya itu, guru mengaji kampung juga dihentikan insentifnya. Pembagian beras miskin tidak ada pada warga menolak tambang. Bahkan Kepala Desa setempat menolak menandatangani surat pernikahan bagi warga yang menolak tambang,” ucap Arman.

Meski demikian, warga Barambang Katute tetap bersikukuh menolak keberadaan tambang itu. Rombongan peneliti juga diusir beberapa waktu lalu. Untuk mengantisipasi para peneliti ini, warga membangun posko di daerah peneliti dulu membangun tenda.

“Perlawanan keras warga ini akumulasi dari kekecewaan atas apa yang terjadi selama ini. Apalagi janji-janji pemerintah daerah dan dewan untuk menyelesaikan masalah ini tak benar-benar terealisasi.”

Sampai saat ini belum ada kepastian status kawasan itu. Warga yang diliputi waswas bergantian menjaga posko perlawanan mereka hingga saat ini. (Habis)

sinjai3-Tambang03

Aksi tolak tambang emas di lahan masyarakat adat di Sinjai. Warga diminta keluar dari lahan yang mereka tinggali turun menurun dengan alasan hutan lindung, eh, kawasan itu malah diberikan izin kepada perusahaan tambang untuk eksis. Foto: Arman Dore Suharman, Gertak
Aksi tolak tambang emas di lahan masyarakat adat di Sinjai. Warga diminta keluar dari lahan yang mereka tinggali turun menurun dengan alasan hutan lindung, eh, kawasan itu malah diberikan izin kepada perusahaan tambang untuk eksis. Foto: Arman Dore Suharman, Gertak
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,