, , ,

Penampungan Limbah Tekindo Jebol, Tanaman Gagal Panen, Ikan-ikan di Tambak pun Mati

Kolam ikan milik warga di Desa Kobe Kulo, Halmahera Tengah, yang mati terkena limbah tambang perusahaan nikel. Foto: AMAN Maluku Utara Kolam ikan milik warga di Desa Kobe Kulo, Halmahera Tengah. Ikan-ikan  mati terkena limbah tambang perusahaan nikel. Foto: AMAN Maluku Utara

Pencemaran sungai sudah terjadi sejak lama. Sungai berubah warga hingga warga tak bisa lagi menggunakan untuk keperluan sehari-hari. Airpun bergantung dari pasokan perusahaan.

Penderitaan masyarakat adat di Kobe Kulo dan Lukulamo di Halmahera Tengah, bertambah berat. Sejak 2009, wilayah adat mereka seluas 3.890 hektar dicaplok perusahaan tambang nikel, PT Tekindo Energy . Kini masalah bertambah, karena penampungan limbah tambang perusahaan jebol. Saking parahnya, tanaman gagal panen dan ikan-ikan di kolam maupun tambak warga pun mati.

Melkyanus Lalatang, warga Desa Kobe Kulo megatakan, pada 6-7 September 2013 ,di Desa Kobe Kulo, terjadi banjir. Bersamaan dengan itu, penampungan limbah perusahaan jebol dan mengalir ke pemukiman penduduk, kebun warga sampai kolam ikan.  “Ikan dan tanaman gagal panen dan mati semua. Kami rugi ratusan juta rupiah. Karena banjir itu ada rumah rusak parah, ayam dan kambing hanyut bersamaan banjir,” katanya.

Munadi Kilkoda,  Ketua Badan Pelaksana Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara, mendesak Bupati Halmahera Tengah segera mencabut segera izin pertambangan nikel PT Tekindo Energy, di Desa Kobe.

“Sejak eksploitasi pada 2009, perusahaan banyak memberikan dampak negatif bagi masyarakat di Kobe Kulo dan Lukulamo,” katanya kepada Mongabay, Selasa (1/9/13).

Dia mengatakan, wilayah adat mereka seluas 3.890 hektar menjadi konsesi perusahaan. Bahkan, hutan adat dan gunung yang tak jauh dari pemukiman penduduk sudah digunduli.

Bukan itu saja. Masyarakat adat Sawai di Dusun Lukulamo, sejak dua tahun belakangan tak bisa lagi mengkonsumsi air bersih dari Sungai Kobe. Sebab, sungai ini diduga terkontaminasi limbah tambang dan berubah warna. Padahal, sebelum ada perusahaan air sungai ini menjadi sumber kehidupan masyarakat.

Saat ini, katanya, warga hanya bergantung pada air yang dipasok perusahaan yang diangkut dari tempat lain. Warga harus menyediakan gelong di depan rumah untuk menampung air. ”Ini masalah sangat luar biasa, bertahun-tahun perusahaan dibiarkan, padahal nyata-nyata mengganggu kehidupan masyarakat, bahkan menghilangkan sumber–sumber kehidupan warga,” ujar dia.

Munadi mendesak, Bupati Halmahera Tengah, Hi Al Yasin Ali, segera mencabut izin Tekindo Energy. “Jika tidak, perusahaan ini akan membunuh perlahan-lahan masyarakat adat di wilayah itu. Padahal mereka adalah pemilik sah lahan adat yang saat ini dikuasai perusahaan.”

AMAN memperkirakan,  sekitar 2.000 jiwa lebih akan kehilangan mata pencaharian. “Bupati harus segera berikan perlindungan hak-hak masyarakat adat.”  Dia menilai, telah terjadi pengabaian hak-hak warga di wilayah itu dan dalam waktu dekat AMAN akan melaporkan kasus ini ke Komnas HAM.

Area tambang PT Tekindo Energy, di hutan adat. Kini, hutan yang dulu terjadi menjadi botak. Tak ayal, kala hujan turun, banjir melanda desa-desa. Foto: AMAN Maluku Utara
Area tambang PT Tekindo Energy, di hutan adat. Kini, hutan yang dulu terjadi menjadi botak. Tak ayal, kala hujan turun, banjir melanda desa-desa. Foto: AMAN Maluku Utara
Tempat penampung air dari pasokan air dari perusahaan. Di sinilah kini warga menggantungkan pasokan air untuk kebutuhan sehari-hari setelah sungai mereka tercemar. Foto: AMAN Maluku Utara
Tempat penampung air dari pasokan air dari perusahaan. Di sinilah kini warga menggantungkan pasokan air untuk kebutuhan sehari-hari setelah sungai mereka tercemar. Foto: AMAN Maluku Utara
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,