,

Ancaman Masa Depan: Populasi Dunia Terus Meningkat, Ketersediaan Lahan Tetap

Sebuah penelitian yang dikeluarkan oleh para pakar ekonomi jasa lingkungan menyebutkan bahwa dalam tiga dasawarsa terakhir ini konsumsi global akan makanan, bahan pangan, energi dan penggunaan berbagai biomassa telah meningkat tajam, namun sebaliknya tingkat ketersediaan sumberdaya lahan relatif tetap, jika adapun berada dalam tingkat pertumbuhan yang stagnan.

Bertambahnya jumlah penduduk dunia dan perubahan pola konsumsi telah meningkatkan ketergantungan kepada penyediaan produk yang berasal dari hewan dan berbagai konsumsi energi seperti untuk kebutuhan makan, bahan bakar, kayu, serat dan berbagai sumber bahan mineral yang ada.

Laporan World Bank (2012) menyebutkan bahwa permintaan dunia hanya untuk produk gandum dan jagung saja telah meningkat 48% dan 112% sejak tahun 1980, pada saat bersamaan populasi manusia bertambah hingga 54%, dan income per kapita meningkat 66%. Namun di sisi lain ketersediaan lahan produksi pertanian cenderung tetap, hanya meningkat 5% selama tiga puluh tahun terakhir ini.  Dengan kata lain, meningkatnya permintaan terhadap bahan pangan dan biomassa lainnya tidak berbanding lurus dengan ketersediaan lahan yang ada.

Dengan meningkatnya eksploitasi terhadap lahan maupun akibat sebab-sebab alam seperti perubahan iklim telah menjadi faktor terjadinya degradasi dan menurunnya tingkat produktivitas tanah.  Seiring dengan hal tersebut, di masa depan dunia akan semakin sering diperhadapkan dengan berbagai persoalan seperti meningkatnya harga bahan pangan, kelangkaan pasokan, meningkatnya potensi konflik sumberdaya tanah dan berkurangnya akses kepada jasa lingkungan seperti penyerapan karbon.  Demikian pula, perubahan iklim diperkirakan akan menjadi masalah utama yang akan mengurangi hasil produksi pertanian di masa depan.

Peta kemiskinan dan degradasi lahan
Hubungan Laju Kematian Bayi dan Degradasi Lahan. Degradasi lahan berhubungan dengan kemiskinan dan tingkat kualitas hidup yang rendah. Sumber: Tucker et al (2004) dalam Von Braun et al (2013)

Di sisi lain, dunia akan semakin terbagi menjadi bipolar yaitu dunia yang ditempati oleh orang kaya, dan selebihnya dunia yang ditempati oleh orang miskin.  Dari seluruh populasi dunia, dunia orang kaya hanya akan dihuni oleh sekitar 15% dari populasi dunia yang memiliki akses terhadap pasokan konsumsi, sedangkan 42% (atau hampir setengah) dari populasi dunia lainnya akan hidup di kantong-kantong kemiskinan yaitu di kawasan-kawasan yang terdegradasi dan marginal.  Diantara kedua kelompok tersebut selebihnya populasi dunia akan berada dalam posisi di tengah-tengah atau moderat.

Ancaman lain dari ketersediaan lahan-lahan pertanian adalah semakin meningkatnya harga tanah.  Penelitian di beberapa negara di Amerika Latin dan Eropa menyebutkan bahwa satu dasawarsa terakhir harga tanah telah meningkat menjadi empat kalinya. Lahan-lahan pertanian subur merupakan lahan yang diincar oleh para pengembang perumahan.

Pengalaman dari krisis ekonomi yang terjadi, tabungan lahan akan menjadi aset menguntungkan di masa yang akan datang.  Kaum spekulan bersedia untuk menahan lahan, karena lahan terbukti tahan terhadap inflasi dan akan menjadi aset menguntungkan di masa yang akan datang.  Lahan tidak lagi dilihat dari aspek utamanya sebagai area produktif, tetapi telah jatuh dan dilihat sebagai aset spekulasi kapital semata.  Semakin terbatasnya dan langkanya lahan, akan menambah tinggi dari harga lahan tersebut.

Di sisi lain, berkurangnya kesuburan atas lahan-lahan terdegradasi telah menyebabkan meningkatnya laju penyerobotan kawasan-kawasan subur, yang pada umumnya kawasan lindung dan konservasi, menjadi tidak terhindarkan di masa-masa yang akan datang. Padahal, kawasan-kawasan lindung dan konservasi merupakan area penting bagi cadangan kekayaaan genetik dunia, pusat keragaman hayati, dan kawasan penting untuk mengurangi dampak dan mitigasi dari pola perubahan iklim.

Para pakar menyimpulkan bahwa hilangnya kawasan-kawasan subur akan memiliki kaitan yang erat dengan meningkatnya kemiskinan dan meningkatnya arus migrasi manusia untuk mencari lahan-lahan lain yang subur.

Dengan logika diatas, para pakar menyebutkan “zero degradation policy” atau kebijakan nol degradasi lahan merupakan hal yang penting untuk dilakukan segera, dengan secara khusus di antara negara-negara berkembang.  Tanpa nol degradasi lahan, dapat dipastikan target-target tujuan pembangunan milenium untuk mengurangi kemiskinan akan sulit untuk dicapai.

Citation:  J. Von Braun, N. Gerber, A. Mirzabaev, E. Nkonya.  The Economic of Land Degradation, 2013.  Center for Development Research, University of Bonn.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,