,

Khawatir Akses Pantai Ditutup, Nelayan Manado Protes Pemasangan Seng

Ratusan nelayan Sario Tumpaan bersama Asosiasi Nelayan Tradisional (Antra) Sulawesi Utara (Sulut), nyaris bentrok dengan sekuriti Manado Town Square (Mantos), di Manado, Senin (7/10/13). Mereka khawatir perbaikan dan pemasangan seng yang menutupi pantai memasuki batas wilayah nelayan.

Sejak Sabtu (5/10/13), terjadi silang pendapat antara nelayan dengan sekuriti Mantos karena pemasangan seng tak menyertakan pendapat nelayan. Padahal, hasil kesepakatan dengan Komnas HAM 2010, telah memberikan hak kepada mereka untuk mengelola ruang terbuka pantai.

Seng yang menutupi laut tak hanya menghalangi pemandangan. Juga gerak ombak, perubahan angin bahkan potensi tsunami terhalang seng yang menutupi laut. Bahkan, di balik seng, nelayan kerap kali menyaksikan aksi buang sampah sembarangan hingga tindakan mesum.

Rignolda Djamaluddin, Ketua Antra Sulut mengatakan, beberapa saat lalu, Walikota Manado meminta seng di Sario Tumpaan dilepas, untuk keindahan laut. “Permasalahan batas yang sempat dibahas dengan Komnas HAM menunjukkan batas yang kabur. Sekarang, sekuriti seenaknya memasang seng tanpa menyertakan pendapat nelayan,” katanya, Senin (5/10/13).

Berbeda ungkapan dari Susilo Sukiyono, perwakilan Mantos yang turut menandatangani kesepakatan dengan Komnas HAM.  Menurut dia, pemasangan seng ini instruksi langsung pemerintah kota. “Kami tidak akan memasang seng bila tidak mendapat instruksi langsung dari pemerintah.”

Tresye Mokalu, Camat Sario mewakili pemerintah Kota Manado, langsung memantau situasi. Setelah mendengar penjelasan kedua pihak, Tresye mencoba berkoordinasi dengan pemerintah kota. “Tunggu keputusan Pemkot dalam dua sampai tiga jam kedepan. Saya ingin masyarakat menahan diri. Tak perlu ragu, saya berada di tengah-tengah nelayan dan pengusaha.” Nelayan membubarkan diri. Sekuriti tak lagi memasang seng. Namun,  informasi yang dinanti-nanti tak kunjung datang.

Senin siang (7/10/13), puluhan sekuriti kembali memasang seng. Nelayan terkejut. Keputusan pemerintah kota belum mereka terima. Ratusan nelayan pun berbondong-bondong menuju lokasi pemasangan seng. Perdebatan berlanjut. Puluhan sekuriti diprotes. Namun, sekuriti, mengaku mendapat izin langsung dari camat. Menurut mereka, seng perlu dirapikan karena besok ada penilaian adipura.

Nelayan kecewa. Suasana kembali memanas. Beruntung, personil Kepolisian Sektor Sario, cepat tiba. Namun, ketika nelayan berkoordinasi dengan kepolisian, seorang sekuriti diduga memprovokasi keadaan. Rignolda Djamaluddin, dituduh memberi keterangan palsu pada polisi.

Suasana kembali mencekam. Nelayan tak suka dengan pernyataan itu. Ratusan massa merespon. Dengan suara tinggi, mereka mendekati sekuriti. Bentrokan nyaris terjadi bila aparat kepolisian di lapangan tidak cepat bertindak.“Kalian bahkan tidak menghormati polisi yang sedang bertugas di lapangan. Mereka sedang mencari solusi permasalahan ini,” teriak seorang nelayan.

Melihat keadaan ini, Kapolsek Sario cepat-cepat menghubungi camat. Dari speaker ponsel terdengar penjelasan camat kurang sehat. Tommy Adile, Lurah Sario Tumpaan, ditugaskan meluncur mewakili Tresye, yang mengaku sakit.

Lurah menyampaikan penuturan camat. Menurut Tommy, pemasangan pagar tak ada hubungan dengan batas perjanjian bersama Komnas HAM. “Ini hanya merapikan seng roboh.”

Untuk reklamasi pantai tak boleh dijalankan dulu karena sampai saat ini, pemerintah masih membahas masalah izin itu. “Reklamasi harus mengikuti perjanjian dengan Komnas HAM.” Nelayan memutuskan bubar setelah mendengar pernyataan Lurah.

Pada kurun 2009-2010, nelayan Sario Tumpaan berkonflik dengan PT Gerbang Nusa Perkasa/Kembang Utara (pengelola Mantos). Nelayan menolak lahan parkir perahu mereka dijadikan daratan.

Pada April 2010, ada mediasi dengan Komnas HAM. Dalam mediasi ini memberikan hak kepada nelayan Sario Tumpaan mengelola ruang terbuka pantai. Nelayan pun membangun Daseng, tempat memperbaiki dan menyimpan alat melaut. Kini, tempat itu dikenal dengan nama Daseng Panglima, sekaligus menjadi sekretariat Antra. Kini, sepanjang pantai atau bekas pantai sudah ditutupi pagar seng, kecuali wilayah kecil yang kelola nelayan.

Daseng, tempat nelayan menyimpan peralatan tangkap sekaligus sekretariat Antra. Nelayan protes pemasangan seng khawatir memasuki wilayah pantai terbuka yang masih tersisa. Foto: Sapariah Saturi
Daseng, tempat nelayan menyimpan peralatan tangkap sekaligus sekretariat Antra. Nelayan protes pemasangan seng khawatir memasuki wilayah pantai terbuka yang masih tersisa. Foto: Sapariah Saturi
Nelayan yang datang ke pantai untuk menghalangi sekuriti Mantos memasang seng. Foto: Christian Ignatius Setiawan, Kelola
Nelayan yang datang ke pantai untuk menghalangi sekuriti Mantos memasang seng. Foto: Christian Ignatius Setiawan, Kelola
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,