,

Jokowi: Turun ke Lapangan, Dialog Bersama Masyarakat Bisa Cegah Konflik

Konflik lahan baik di perkebunan sawit, hutan tanaman industri (HTI) maupun tambang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Gubernur Jakarta Joko Widodo, memberi tips kepada para kepala daerah agar dalam menjalankan kebijakan harus berdialog dengan masyarakat terlebih dahulu. Alhasil, dalam pelaksanaan kebijakan tak terjadi konflik berlarut, seperti banyak dialami dalam perkebunan sawit maupun tambang.

“Semua kebijakan dieksekusi setelah dialog dengan masyarakat. Ini yang tidak dilakukan pemerintah di daerah. Soal Izin pembangunan kebun sawit misal, tidak ada proses dialog dengan rakyat. Upaya sosialisasi bertahap tidak mereka lakukan,”katanya dalam Konferensi Tingkat Tinggi Hukum Rakyat oleh Himpunan Huma di Jakarta, Selasa (8/10/13).

Dia mengatakan, upaya dialog sangat penting agar masyarakat tahu dan bisa memetakan kepentingan dan manfaat serta kerugian dari investasi di sana. “Pemimpin daerah tidak turun ke lapangan. Tahu-tahu swasta datang membawa alat berat untuk membuka lahan. Tak heran jika konflik di sana sangat rentan. Proses-proses itu tidak pernah dilakukan oleh pemimpin daerah di negeri kita.”

Padahal, jika dialog intensif, penanganan permasalahan cepat teratasi. Dia mencontohkan, penertiban PKL di Tanah Abang. Di Tanah Abang, PKL memenuhi jalan raya sejak 21 tahun lalu.  Kondisi ini terus terjadi. “Saya langsung turun ke lapangan berkali-kali dan dialog dengan para pedagang. Sesekali mengajak mereka makan siang bersama,” ujar dia.

Pemerintah daerah, katanya,  harus mengetahui permasalahan secara detail. “Premannya siapa, aparat dan tokoh setempat siapa ini juga penting untuk diketahui. Betul-betul harus diketahui detail. Jika tidak, masalah tidak pernah selesai.” “Saya membuat perencanaan penertiban kawasan Tanah Abang untuk enam bulan. Alhamdulilah satu setengah bulan rampung. Banyak hal di luar perkiraan kita. Ini menyangkut perut.”

Dia mengungkapkan, pemerintah tak bisa hanya menggusur tanpa memberikan solusi kepada yang terkena dampak penerapan kebijakan  itu.  Sebab, kehidupan masyarakat yang terkena gusur harus diperhatikan dengan benar.“Kalau menggusur gampang. Sehari selesai. Tinggal mengerahkan satpol PP, TNI dan aparat yang lain. Kalau proses hanya untuk membersihkan gampang. Problemnya bukan itu. Mereka rakyat yang harus dilindungi. Saya tidak mau istilahnya menggusur, tapi menggeser. Kalau menggusur itu tidak diberi solusi, tapi kalau digeser itu diberikan solusi ,” ucap Jokowi.

Solusi Pemprov DKI dalam penertiban PKL Tanah Abang dengan memindahkan mereka ke Pasar blok G. Sebelumnya, pasar itu dibiarkan terlantar sejak delapan tahun lalu, tanpa ada yang mengisi.“Karena bagaimana orang mau masuk ke pasar, di sana tidak ada lahan parkir, air selokan luber ke dalam pasar, saya benahi selama sebulan. Pagi siang malam pekerjaan dikebut. Kita cek semua. Drainase kita perbaiki, ditambah ruang terbuka hijau. Alhamdulilah, sekarang Tanah Abang sudah bersih.” Setelah semua kerusakan dalam pasar Blok G diperbaiki, dan PKL mau pindah.

Jokowi beberapa kali mengajak mereka makan siang barsama untuk mendengar aspirasi mereka. Hingga hingga penyelesaian permasalahan tidak ada pihak yang dirugikan.“Mereka menginginkan Blok G dipromosikan. Kita juga melakukan itu. Kita promosikan Blok G ke radio dan berbagai media massa lain. Saya juga mengintruksikan Walikota datang. Bahkan sekarang ditambah promosi berhadiah mobil.”

Pengunjung yang berbelanja di pasar Blok G Tanah Abang senilai Rp150 ribu akan mendapatkan satu kupon undian. Nanti, tiap enam bulan sekali ada pengundian mobil.“Kerja-kerja seperti itu tidak pernah dilakukan. Birokrasi kita pasca penertiban tidak diikuti. Harusnya tak hanya menertibkan, tapi ikut memperomosikan keberadaan mereka. Harus dipikirkan detail. Pengundian kios juga dengan melibatkan PKL langsung, agar ada transparansi.”

Hal serupa terjadi di Pasar Minggu. Para PKL yang dulu memenuhi badan jalan, kini dipindahkan ke dalam pasar hingga lebih tertib. Menurut Jokowi, dialog dengan rakyat mutlak agar tidak tidak menimbulkan konflik dan kebijakan pemerintah bisa didukung rakyat. “Apa pernah sebuah kawasan yang akan dijadikan perkebunan sawit masyarakat adat diajak berbicara oleh pemimpinnya? Diajak berpartisipasi dan mencari solusi. Ini tidak pernah dilakukan. Hingga konflik benturan sering terjadi. Tambang juga sama. Tak pernah ada dialog tahu-tahu datang truk dan alat berat lain. Masyaraakt tidak pernah diajak berbicara,” kata Jokowi.

Pemukiman kumuh juga menjadi permasalahan kompleks. Di Jakarta, ada 360 titik kawasan kumuh. Sebelumnya, tidak pernah mendapatkan perhatian serius. “Anda jangan hanya melihat Kuningan, Sudirman dan Thamrin. Coba lihat Tanah Tinggi, Penjaringan, Cakung, Cilincing dan yang lain.  Nangis saya lihatnya. Rumah berukuran 3×3 meter bisa dihuni sembilan bahkan 12 orang.”

Kuburan milik keluarga Tarang di tengah jalan milik perkebunan PT. Mustika Sembuluh. Konflik lahan terus berlanjut, tetapi pemerintah daerah seakan tutup mata. Yang biasa dianggap penyelesaian pun biasa dengan menangkap warga dan selalu memposisikan warga salah, dan perusahaan harus dijaga. Foto: Walhi Kalteng

Data statistik Jakarta menyebut orang miskin di ibu kota hanya 3,8 persen. Hal itu buru-buru dibantah Jokowi. Menurut dia, data berbeda dengan apa yang dilihat di lapangan. “Saya setiap hari ke lapangan, tidak percaya dengan data itu. Setelah diselediki ternyata iya,  memang betul orang miskin ada 3,8 persen. Tapi yang rentan miskin ada 37 persen. Saya cek  di lapangan miskin dan rentan miskin itu sama saja.”

Data-data itu soal miskin dan rentan miskin itu istilah saja. Ada klasifikasi soal miskin, rentan miskin bahkan diduga miskin. “Yang penting apa yang dilihat di lapangan.” Untuk mengatasi hal itu, dia membuat kebijakan dengan memberi Kartu Jakarta Sehat bagi masyarakat kurang mampu. Dengan kartu itu, kesehatan masyarakat dijamin. Bahkan pemprov akan menanggung pembiayaan cukup besar seperti operasi. Pelajar juga diberi Kartu Jakarta Pintar.

Untuk masalah pemukiman, sebagian didorong masuk ke rumah susun. Sebagian ada yang membangun kampung deret.“Di Marunda ada 27 blok rusun kosong  dan sudah tujuh tahun tidak dipakai. Jendela, pintu, kloset dan yang lain hilang. Entah kemana. Kita perbaiki. Dana yang dikeluarkan habis Rp15 miliar.”

Awalnya, masyarakat menolak masuk rusun karena tak ada fasilitas penunjang seperti  Puskesmas, angkutan umum, penerangan jalan dan lain-lain. Setelah dialog  intensif diiringi berbagai perbaikan, mereka mau pindah.“Warga difasilitasi kulkas, TV, kompor dan lan-lain. Semua rusun di Jakarta sudah penuh. Tak ada sisa satu pun.  Yang ada pada ngantri. Sekarang kita mempersiapkan pembangunan 200 rusun super blok yang terintegrasi. Pasar tradisional, puskesmas dan rusun dalam satu tower.”

Untuk pembangunan Kampung Deret, tahun ini Pemprov DKI akan membangun di 28 lokasi. Dalam konsep Kampung Deret, pemukiman yang dulu kumuh akan terlihat lebih asri. Sebab drainase, ruang terbuka hijau, dan septic tank komunal diperbaiki. Selain itu , jalan hanya sebelar satu meter diperluas jadi 2,5 meter.

“Tapi tak semua daerah mau dibangun Kampung Deret. Ini karena komunikasi dari Walikota kurang. Sosialisasi kurang intensif. Penjelasan dari walikota keliru. Itu kan jalan sempit hanya satu meter, akan dilebarkan jadi 2,5 meter. Mereka tak mau karena takut laus bangunan berkurang.”

Padahal kalau dijelaskan rumah akan ditingkatkan hingga luas tak berkurang bahkan bisa bertambah,  masyarakat pasti ikut serta. Karena itu, kata Jokowi, komunikasi sangat penting dan dengan cara-cara yang tepat.“Di Waduk Pluit Jakarta Barat, ketika  saya ke sana, awalnya tidak  tahu ada waduk 80 hektar.  Sudah 30 tahun tak pernah diapa-apakan. Keadaan dipenuhi eceng gondok dan di sekeliling pemukiman kumuh.”

Pemukiman kumuh itu dihuni sekitar 7.000 keluarga. Setelah dialog dan berbagai tahapan, sekitar 1.400 keluarga dipindah ke rusun. Bekas pemukiman kumuh itu kini ruang terbuka hijau yang bisa memfasilitasi warga saling berinteraksi. Juga memperbanyak daerah resapan air.“Karena masyarakat sudah terlanjur tak percaya dengan kita. Dulu dipindah jadi mal atau apartemen atau perumahan mewah. Sekarang setelah mereka dipindah, kawasan itu jadi public space, bukan untuk mal atau yang lain,” kata Jokowi.

Dia merasa Pemprov Jakarta, kehilangan kepercayaan masyarakat. Kondisi ini karena  para pemimpin acap kali keliru dalam membuat kebijakan. Untuk itu, dia kembali mengingatkan, pendekatan dialog mutlak dalam pengentasan berbagai permasalahan di ibukota mau pun daerah lain.

Artikel yang diterbitkan oleh
,