Anjing menggonggong kafilah berlalu. Mungkin ini pepatah pas menggambarkan rancangan peraturan daerah (raperda) rel kereta api Kalimantan Tengah, yang disahkan dengan super cepat, meskipun penolakan terjadi dari berbagai kalangan. Pada Jumat (11/10/13), raperda pembangunan rel kereta api sepanjang 425 kilometer yang melintasi Puruk Cahu-Bangkuang-Batanjung usulan Gubernur Kalteng, ketok palu alias sah menjadi perda.
Aliansi Tolak Rel Kereta Api Batubara menilai masa jabatan DPRD yang tak sampai setahun ini ternyata berhasil mendorong proses penggalian lubang kubur raksasa dan pengerukan sporadis sumber daya alam (SDA) batubara di perut bumi Kalteng.
“Bayangkan tak sampai dua minggu, Raperda Kereta Api yang kontroversial dan berpotensi menjadi bom waktu disetujui paripurna DPRD Kalteng. Ini mengabaikan pendapat dan partisipasi dari masyarakat,” kata Kussaritano, dari aliansi tolak pembangunan rel kereta, Jumat (11/10/13).
Rencana pembangunan rel kereta api ini terkait erat dengan pengerukan SDA di Kalteng, khusus batubara. Dampaknya pun luas seperti kerusakan lingkungan, konflik sosial, dan lain-lain.
Seharusnya, DPRD Kalimantan sejatinya mewakili kepentingan rakyat harus selektif dalam proses pembahasan hingga pengesahan ini. Namun pembahasan begitu cepat dan mengabaikan kepentingan rakyat. “Kami yang tergabung dalam aliansi akan terus berjuang, termasuk mengambil langkah-langkah hukum terhadap proyek pembangunan rel kereta api ini.”
Aliansi tolak rel kereta antara lain, terdiri dari Lembaga Musyawarah Masyarakat Dayak Daerah Kalteng, Walhi, Save Our Borneo, Mitra Lingkungan Hidup, Front Mahasiswa Nasional, GMNI, AMAN Kalteng, Barisan Pemuda Adat Nusantara, The Dayak United Kalteng, JPIC Kalimantan.
Dikutip dari www.dprd-kaltengprov.go.id, pembahasan raperda menjadi perda selama tiga jam berjalan lancar Hendry S Dalim, Wakil Ketua DPRD Kalteng optimistis perda ini tak akan bermasalah dan bisa diterima Kementerian Dalam Negeri karena didukung naskah akademik yang jelas.
Dia mengatakan, naskah perda perkeretaapian dilengkapi 10 azas dan terdiri dari 18 bab serta 16 pasal yang sangat penting, karena terkait hak masyarakat adat maupun lingkungan.
Menurut dia, rapat mendengarkan laporan tim pembahasan dilaksanakan, Kamis (10/10/13) malam. Dalam rapat itu langsung dipaparkan laporan hasil pembahasan dari tim dilanjutkan penyampaian pemandangan umum Fraksi Pendukung DPRD Kalteng mengenai hasil pembahasan raperda itu.
Teras Narang, Gubernur Kalteng, dalam pidato mengatakan, kepastian hukum perkeretaapian di Kalteng, sangat penting. Menurut dia, perda itu untuk mendukung pengembangan wilayah daerah memperhatikan aspek lingkungan dan kearifan lokal.
Selama ini, kata Teras, tak sedikit perusahaan batubara menggunakan jalur darat untuk mengangkut batubara, yakni jalan-jalan umum dan sungai. Penggunaan truk-truk dan tongkang hasil tambang batubara khawatir merusak fasilitas jalan umum, ekosistem, dan daya dukung lingkungan hidup sungai pada kawasan daerah aliran sungai (DAS) yang dilalui.
Rel kereta api Kalteng ini sempat tersendat karena Gubernur Kalteng, menolak pada 2011. Teras menolak karena kereta api bakal menghubungkan Kalteng ke Kalimantan Timur, dinilai terlalu panjang dan melintasi hutan lindung. Kalteng saat itu punya rancangan pembangunan rel sendiri yang dinilai Pusat, kurang diminati investor.
Tak heran, kabar penolakan Teras kala itupun langsung mendapat tanggapan dari Hatta Rajasa yang memegang tampuk ketua MP3EI sekaligus Menteri Koordinator Perekonomian.
Dikutip dari Tempo, pada Agustus 2011, Hatta meminta kompromi Pemda Kalteng dalam pembangunan proyek rel kereta api batubara. Proyek itu dinilai penting untuk percepatan pembangunan ekonomi Indonesia.”Kami mendengar juga (penolakan) dari pemerintah daerah. Tapi jangan sampai pembangunan kita tersandera,” katanya kala itu. Menurut dia, perlu jalan tengah terbaik semua pihak agar rencana induk percepatan pembangunan ekonomi Indonesia itu segera terwujud.
Dalam perjalanan, akhirnya jadilah pembangunan rel kereta api sepanjang 425 kilometer melintasi Puruk Cahu-Bangkuang-Batanjung, Kalteng yang merupakan bagian masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI) ini.
Proyek-proyek yang bernaung di bawah label MP3EI dengan dukungan penuh pemerintah pusat ini jarang ditunda walau apapun terjadi di lapangan. Kini perda sudah jadi. Sudah ada jalan tengah buat pemerintah dan investor. Bagaimana bagi masyarakat dan alam?