,

Penyu Terancam, Paloh Didesak jadi Kawasan Konservasi

Pada musim puncak 2013, perburuan telur penyu kembali meningkat hingga 40 persen di Desa Sebubus dan hampir 95 persen di Desa Temajuk.

Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (Kahmi) mendesak Pemerintah Kabupaten Sambas segera menyusun zonasi dan membuat surat pencadangan kawasan konservasi perairan Paloh ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Desakan ini menyusul ancaman penyu di sepanjang pesisir Paloh sangat tinggi.

Syarif Iwan Taruna Alkadrie, Majelis Nasional Kahmi Bidang Kelautan dan Perikanan, menegaskan, hingga saat ini Pemkab Sambas belum memasukkan surat itu ke KKP. “Saya kira ini perlu dikawal. Jika pesisir Paloh tidak masuk dalam zonasi dan pencadangan kawasan konservasi perairan, ini masalah besar bagi kelangsungan hidup penyu di sana,” katanya di Pontianak, awal Oktober 2013.

Dia mengatakan, sudah ada wacana yang menyebutkan Pemerintah Sambas akan menjadikan sebagai kawasan konservasi. Namun, kawasan itu relatif masih kecil, atau sekitar 40 ribu hektar.

KKP, mencanangkan kawasan konservasi perairan sebanyak 20 juta hektar hingga tahun 2020. “Kawasan konservasi perairan Paloh ini, hendaknya menjadi salah satu bagian yang diharapkan jadi kawasan konservasi. Paling tidak 100 ribu hektar, termasuk kawasan laut.”

Menurut dia, sejak 2009, upaya itu sudah didorong. Namun, Pemkab Sambas belum membuat usulan pencadangan kawasan konservasi perairan Paloh.

Penyu  hijau di Pantai Paloh Sambas, bisa jadi tontontan menarik bagi wisatawan mancanegara. Foto: Andi Fachrizal
Penyu hijau di Pantai Paloh Sambas, bisa jadi tontontan menarik bagi wisatawan mancanegara. Foto: Andi Fachrizal

Paloh merupakan wilayah pesisir di utara Kabupaten Sambas. Wilayah terluas di kabupaten itu memiliki pantai berpasir membentang lebih 100 kilometer. Sebesar 79 persen dari total garis pantai atau 63 kilometer merupakan habitat peneluran penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricate). Paloh merupakan pantai peneluran penyu terpanjang di Indonesia.

Data pemantauan WWF-Indonesia Program Kalbar menunjukkan,  lebih 2.000 sarang penyu hijau atau lebih 500 betina per tahun dijumpai di Pantai Paloh. Keadaan ini menjadikan populasi penyu hijau di Paloh terbesar kedua rantai yang terbentang dari Peninsula, Malaysia sampai Lautan Sulu, Sulawesi. Namun, telur penyu ini masih dieksploitasi secara besar-besaran oleh masyarakat lokal karena harga jual tinggi.

Dwi Suprapti, Koordinator Konservasi Penyu WWF-Indonesia Program Kalbar, mengatakan,  hasil pemantauan intensitas ancaman tahun 2009 memperlihatkan, di Desa Sebubus, hampir seluruh sarang penyu sebanyak 2.146 diambil masyarakat. “Sebenarnya, pada 2010, jumlah ini menurun menjadi 1.849.”

Pada 2009 dan 2010, masyarakat yang mengambil telur turun 99 persen dan 95 persen. Namun, proporsi pengambilan tak sah ini turun drastis pada 2011 dan 2012.

Sayangnya, prestasi gemilang ini tak bertahan lama. Pada musim puncak 2013, perburuan telur penyu kembali meningkat hingga 40 persen di Desa Sebubus dan hampir 95 persen di Desa Temajuk.

“Sebenarnya Pokmaswas Kambau Borneo berupaya keras menjaga dan mengawasi pantai. Namun luas pantai dan akses yang terbuka, tak berimbang dengan jumlah pengawas. Ini memicu keberanian orang mengambil telur penyu dengan berbagai modus,” kata Jimmy Syahirsyah, Koordinator Komunikasi WWF-Indonesia Program Kalbar.

Menurut Jimmy, hasil investigasi para pemerhati menunjukkan perdagangan telur penyu asal Paloh menduduki angka tertinggi ke Teluk Melano, Malaysia. “Di sana, harga jual dari pemburu telur penyu jauh lebih tinggi dibandingkan di Indonesia.” Malaysia membeli RM80 sen per butir atau Rp2.600 dan dijual seharga RM10 per tiga butir. Sedangkan harga jual lokal Rp1.500 dijual kembali berkisar Rp2.500–Rp3.500.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,