Tiga desa di Kecamatan Popayato, masing-masing Desa Torosiaje, Torosiaje Jaya, dan Bumi Bahari, di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, mengalami kekeringan. Tiga desa ini berdekatan dengan perkebunan sawit.
Umar Pasandre, warga di Desa Torosiaje Jaya, mengatakan, krisis air terjadi sejak satu tahun belakangan ini. Paling parah Agustus 2013 hingga saat ini. “Pada bulan puasa, banyak warga tidak salat karena air sangat susah. Begitu juga pada Idul Adha. Mandi saja kami susah,” kata Umar Pasandre kepada Mongabay, Sabtu (19/10/13).
Dia mengatakan, air dari PDAM di tempat mereka tak jalan. Sedangkan mobil pengangkut air dari PDAM tak mencukupi kebutuhan warga di desa mereka.
Untuk air minum, kata Umar, banyak warga membeli air di Desa Dudewulo, tetangga mereka, seharga Rp20 ribu tetapi tak berlangsung lama, karena air dari meteran PDAM tak lagi digunakan. “Sekarang kami ambil air di Muara Dudewulo dan Popayato, itu sudah sekalian untuk mandi dan cuci. Semoga saja air tidak tercemar.”
Umar dan warga belum tahu kenapa bisa mengalami krisis air separah ini. Padahal, pada musim kemarau sebelum ini, peristiwa ini jarang terjadi. Mereka menduga, krisis air ini bisa jadi karena kehadiran perkebunan sawit di hulu hutan di Kabupaten Pohuwato. Namun, mereka takut bersuara karena belum ada penelitian lebih lanjut mengenai dampak perkebunan sawit terhadap ketersediaan air bersih di Desa Torosiaje, Torosiaje Jaya, dan Desa Bumi Bahari. “Yang kami tahu mesin air PDAM tidak mampu menyalurkan kebutuhan air bersih ke semua pelanggan.”
Menurut Umar, perkebunan sawit di Kecamatan Popayato, memasuki tahap penanaman. Sesuai informasi, hampir semua lokasi sudah selesai masa penanaman.
Haris Malik, dari Perkumpulan Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda) menjelaskan, kekeringan dan krisis air di tiga desa itu bukan semata karena dampak dari pemanasan global. Kehadiran perkebunan sawit menjadi faktor utama krisis air yang dirasakan warga.
Kondisi ini, katanya, sering terjadi di Sumatera dan Kalimantan, yang banyak perkebunan sawit. Desa-desa di sana, mengalami kekeringan dan krisis air. “Kebun sawit akan mematikan sumber-sumber air warga dan meningkatkan kekritisan lahan,” kata Haris.
Menurut dia, sawit dikenal sebagai pohon cepat tumbuh (fast growing species), hingga rakus air. Artinya, pohon ini memiliki laju evapotranspirasi atau penguap keringatan yang tinggi, yaitu setiap sawit memerlukan 20 sampai 30 liter air perhari hingga mengurangi ketersediaan air.
“Saya menduga kalau krisis air di desa-desa di Kecamatan Popayato itu dampak perkebunan sawit. Ini ancaman serius dan nyata oleh masyarakat yang tinggal tak jauh dari perkebunan sawit.”
Dia menjelaskan, jika dilihat dari aspek lingkungan, dampak perkebunan sawit sangatlah besar. Sebab, kebun sawit bisa merusak habitat hutan alam hingga menghancurkan kekayaan hayati yang tidak ternilai. Ekosistem daerah aliran sungai (DAS) akan rusak, tanah longsor, erosi, dan sedimentasi akibat pembersihan lahan, setelah kayu ditebang dengan pembakaran.
Perkebunan sawit memerlukan jalan, baik jalan utama sampai inspeksi, serta pembangunan infrastruktur seperti perkantoran dan perumahan, termasuk drainase. Kerab, dilakukan dengan praktik tak baik. Tak heran, pada musim penghujan makin mempercepat air hujan mengalir menuju ke hilir hingga resapan air terbatas. Peluang banjir dan tanah longsor akan meningkat. “Musim kemarau, kekeringan dan krisis air dirasakan warga.”
Di Kabupaten Pohuwato, terdapat enam perusahaan sawit sedang beroperasi. Enam perusahaan itu PT Sawit Tiara Nusa, PT Sawindo Cemerlang, PT Wira Mas Permai, PT Banyan Tumbuh Lestari, PT Inti Global Laksana, dan PT Wira Sawit Mandiri. Daerah paling banyak konsesi sawit di Kecamatan Popayato.
Awalnya, banyak masyarakat menolak perusahaan sawit ini. Bahkan di Desa Dudewulo, Kecamatan Popayato, sempat bentrok antara warga yang menolak sawit dengan orang sewaan perusahaan. Dalam bentrok itu belasan warga menjadi korban, delapan mengalami luka-luka.
Namun, perusahaan, melalui mediasi pemerintah daerah berhasil membujuk masyarakat menerima perkebunan sawit. Caranya, dengan memberangkatkan 100 tokoh masyarakat untuk studi banding ke perkebunan sawit di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan.
Lokasi yang dikunjungi Kabupaten Sanggau, Kecamatan Sekayam dan Noyan, di perkebunan sawit milik PT Global Kalimantan Makmur. Untuk Kalimantan Selatan, group PT Inti Global Laksana dan PT Banyan Tumbuh Lestari, yang sudah beraktivitas di hutan Kabupaten Pohuwato.