Taman Nasional Kutai: Solusi Konflik Lamban, Taman Nasional Pelan-Pelan Terjual (Bagian II-Habis)

TNK semula berstatus sebagai Hutan Persediaan dengan luas 2.000.000 ha berdasarkan Surat Keputusan (SK) Pemerintah Hindia Belanda (GB) Nomor: 3843/AZ/1934, yang kemudian oleh Pemerintah Kerajaan Kutai ditetapkan menjadi Suaka Margasatwa Kutai melalui SK (ZB) Nomor: 80/22-ZB/1936 dengan luas 306.000 ha.

Seiring waktu, luas TNK terus berkurang akibat berbagai kepentingan. Terakhir, Menteri Kehutanan menerbitkan Surat No.997/Menhut-VII/1997 yang menetapkan TNK seluas 198.629 hektare. Secara adminstratif, TNK terletak di Kabupaten Kutim, Kukar, dan Bontang. TNK merupakan satu-satunya taman nasional di Kaltim yang mewakili hutan hujan tropis dataran rendah. Seperti kebanyakan hutan di Kaltim lainnya, TNK juga menyimpan keanekaragaman hayati yang luar biasa.

Tidak hanya sebagai kawasan konservasi yang berfungsi untuk penelitian dan pendidikan. TNK juga memiliki fungsi penyanga seperti tata air, penghasil karbon, hingga habitat orangutan yang kini terancam punah. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 80 jenis mamalia, 368 jenis burung, dan sekitar 2.000 individu orangutan. Terdapat pula 1.148 jenis flora, dan TNK merupakan hutan dengan potensi ulin (Eusideroxylon Zwageri), terbesar.

Sayangnya, kondisi TNK kian memprihatinkan. Hampir seluruh wilayah TNK yang berada di jalan poros Bontang-Sangatta berganti dengan pemukiman penduduk, perkebunan, dan puluhan sarang walet. Sekitar 10 tahun belakangan ini wajah TNK terus berubah. Sepanjang 60 km yang merupakan jalur Bontang-Sanggata pemandangan yang tersaji hanya pohon pisang, jagung, pepaya. Terdapat pula kafe remang-remang di Km 53, SPBU di Km 56, dan tempat karaoke di Km 47.

Baru-baru ini, berdiri pula perkantoran seperti perbankan di area TNK. Ironis, mengetahui Pemkab Kutim menerbitkan izin lain di area yang berstatus taman nasional. Tidak hanya memberi izin membangun, Pemkab juga terus mengucurkan bantuan berupa bibit ke petani yang berladang di TNK.

“Belum lagi ancaman dari perambahan kayu yang juga terus terjadi. Kita punya personel sangat terbatas dengan area kerja yang luas. Jika dikalkulasi, tiap personel memiliki area tugas seluas 4.729 hektare,” ujar Kepala Balai TNK, Erly Sukrismanto.

Proses Enclave di DPR RI

Proses pelepasan sebagian kawasan (enclave) Taman Nasional Kutai (TNK) kini berada di Komisi IV DPR RI. Beberapa waktu lalu, Panitia Kerja (Panja) DPR RI telah berkunjung melihat kondisi terkini TNK yang terletak di Kabupaten Kutai Timur (Kutim).

Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak sendiri menawarkan solusi agar luasan TNK tak berkurang, pasca dikeluarkannya keputusan enclave oleh DPR RI. Menurut Awang, area eks-Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT Porodisa, bisa dimasukkan menjadi kawasan TNK. “Kalau kawasan TNK tidak mau berkurang, saya menawarkan solusi, HPH yang terletak di sebelah utara TNK itu dimasukkan kawasan TNK,” ujar Awang, Senin (21/10) lalu.

Eks-HPH PT Porodisa menurut Awang sangat layak dijadikan kawasan hutan lantaran kelestarian alamnya masih terjaga. “Bahkan pelepasliaran orangutan dilakukan di eks-HPH itu. Di area tersebut juga ada Sungai Sangatta, sehingga, kawasan itu sangat cocok dijadikan taman nasional,” jelasnya.

Tim Terpadu (timdu) RTRW Kaltim mengusulkan agar kawasan TNK dienclave seluas 17.000 hektare. Namun, Kementrian Kehutanan (Kemenhut) ternyata hanya menyutujui sekitar 7.800 hektare kawasan TNK yang bakal dienclave. “Saya bilang ke Panja DPR RI silakan saja lihat kondisi lapangan, dan Panja langsung melihat Kecamatan Teluk Pandan, Sangatta Selatan, termasuk Sangkima yang berada di TNK. Mereka melihat ada Pertamina di sana. Jadi tidak mungkin kalau hanya dienclave 7.800 hektare,” kata Awang.

Awang berharap, DPR RI melalui Komisi IV dapat mempertimbangkan luasan kawasan TNK yang bakal dienclave. “Kita berharap DPR RI mempertimbangkan usulan timdu. Karena, bagaimanapun, pembentukan timdu itu amanat UU,” katanya lagi.

Diketahui, konflik sebagian kawasan TNK yang dihuni masyarakat sudah terjadi dalam kurun 10 tahun terakhir ini. Sejauh ini, seluruh kecamatan yang masuk di area TNK tak dapat tersentuh pembangunan lantaran lahannya berstatus kawasan konservasi. “Jika disetujui DPR RI (enclave 17.000 hektare), maka rencana jalan tol Bontang-Sangatta sudah tidak ada masalah. PLN juga bisa membangun jaringan ke sana. Tapi saya yakin, sesuai realita di lapangan, DPR RI pasti menyetujui,” pungkas Awang.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,