, , ,

Temuan Jatam di Kabaena, dari Pencemaran, sampai Tambang di Hutan Lindung

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengungkapkan hasil temuan berupa fakta-fakta baru daya rusak tambang di Pulau Sagori, Kabaena, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra). Temuan itu antara lain, operasi tambang nikel di pulau itu menimbulkan ancaman keselamatan bagi masyarakat, dari pencemaran, hasil tangkap nelayan menurun sampai tumpang tindih kawasan.

Andhika, Manager Penggalangan Dukungan Jatam, mengatakan, warga Desa Pongkalaero, Pulau Sagori mulai resah dengan debu mobil dari aktivitas penambangan nikel PT Tekonindo. “Jarak perusahaan dengan perkampungan hanya sekitar 920 meter. Debu menyebabkan pohon jambu mente budidaya rakyat di dekat lokasi perusahaan banyak mati atau tidak berbuah,” katanya, di Jakarta, Sabtu (27/10/13).

Tak hanya itu. Di laut, nelayan merasakan hasil tangkapan ikan turun setiap kali ada kapal perusahaan yang memuat ore. Sejak ada pertambangan di Desa Pongkalaero (Kabaena), harga ikan dan sayur meningkat tajam, semula Rp10.000-Rp15.000 menjadi Rp25.000-Rp30.000 per tusuk. Ada sekitar 308 keluarga hidup di sana.

Keluhan lain, warga Desa Pongkalaero dan Puununu yang menjadi buruh di perusahaan itu merasa dieksploitasi, gaji mereka hanya Rp53.000 per hari. Upah ini masih jauh lebih tinggi dibandingkan menjadi buruh bangunan atau upah membersihkan lahan jambu bisa sampai Rp80.000-Rp120.000.

Masalah tambah lengkap kala Pemerintah Bombana juga membuat perusahaan tambang dengan membentuk perusahaan daerah (perusda), salah satu unit usaha menambang di IUP PT Tambang Bumi Sulawesi  (TBS). Perusda ini telah mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) untuk produksi. Pemerintah memaksa pemilik IUP itu berkolaborasi bisnis.

Modusnya, saat TBS hendak mengajukan izin peningkatan status, bupati mau memberikan izin dengan syarat, TBS memberikan lahan kepada perusahaan daerah untuk menambang. “Terjadilah kolaborasi percepatan keruk nikel di atas pulau mungil itu,” ucap Andhika.

Namun, beberapa bulan berjalan perusda hanya mampu mengumpulkan ore dan tidak mampu ekspor. Lahan-lahan warga yang sudah di arsir sebagai kawasan produksi nikel tak terbayar. Begitu juga karyawan, upah mereka tak dibayar. Lahan-lahan bekas penambangan dibiarkan begitu tanpa ada reklamasi dan menyisahkan lubang maupun tebing seluas enam hektar. Belum lagi, operasional perusda diperoleh dari APBD Kabupaten Bombana. “Dicurigai terjadi kongkalikong, sebab Direktur Teknik Perusda dipegang adik ipar Bupati Kabupaten Bombana sendiri.”

Peta tambang di Kabupaten Bombana. Grafis: Jatam
Peta tambang di Kabupaten Bombana. Grafis: Jatam

Belum lagi kasus tumpang tindih kawasan. Berdasarkan Peta tata guna lahan kesepakatan dan peta penunjukan kawasan dan perairan Sultra dalam skala 1 : 720.000, No. SK 454/Kpts-II/1999, tertanggal 17 Juni 1999, memperlihatkan tumpang tindih beberapa lokasi pertambangan nikel. Salah satu lokasi eksplorasi PT. Billy. Perusahaan ini tumpang tindih dengan penunjukan kawasan perairan, hutan produksi terbatas dan hutan lindung. Juga dengan perkebunan rakyat,seperti kelapa,  jambu mete, pertanian palawija, usaha budidaya serta pemukiman penduduk.

Di atas Pulau Sagori Kecamatan Kabaena itu, Pemda Bombana menerbitkan sebanyak 32 IUP, dan secara keseluruhan kabupaten itu ada 74 IUP. Saat ini yang aktif ekspor tersisa tiga  perusahaan. Sebelumnya ada tujuh perusahaan aktif ekspor ore nikel China.

“Jatam melihat, pola penjarahan mineral nikel sejak penerapan UU Minerba ini makin massif dan menjadi-jadi. Pemerintahan SBY ini telah menciptakan teror terhadap keselamatan rakyat dalam satuan pulau seperti Kabaena.” Jatam menilai, evaluasi dan koreksi terhadap berbagai kasus-kasus pertambangan melalui sejumlah mekanisme dan peraturan-peraturan pemerintah, hanya retorika belaka. “Tak ada sanksi tegas dan tak satu pun konsisten dijalankan.”

Pada Juni 2012, DPRD Bombana sudah membentuk badan khusus  guna mempercepat penyelesaian kasus-kasus tambang di Pulau Kabaena. Namun, masalah tambang di daerah ini tetap menumpuk.

Dikutip dari situs DPRD-Bombanakab.go.id, bansus dewan ini sebagai bentuk keprihatinan DPRD Bombana, terhadap sejumlah aktivitas perusahaan tambang di pulau itu, yang dinilai merugikan daerah dan masyarakat setempat. Tugas utama, melakukan inspeksi atau investigasi guna mengiventarisir persoalan di perusahaan tambang itu. Bansus juga untuk mengevaluasi semua IUP di Pulau Kabaena.

Andhy Ardian, Ketua DPRD  kala itu mengatakan, bansus ini kerja selama tiga bulan. Dengan harapan, kasus – kasus tambang di Kabaena, bisa segera diselesaikan.

Bansus tambang ini mengawasi perusahaan, seperti, PT Timah Explomin,  PT Cromindo, PT Cahaya Saga utama, PT Sinar Saga Utama, PT Trias Jaya Agung, PT Trias Jaya Abadi, PT Tekonindo, PT Tiga Mas, PT SAR, PT Abalong, serta PT Pasific Or Rscourse.”Semua perusahaan ini akan kita kroscek langsung, karena ini bagian dari moratorium.”

Adapun agenda kerja Bansus Tambang DPRD Bombana ini antara lain, mengevaluasi dan mengusut penerbitan 32 IUP di Pulau Kabaena, dan mengusut pengapalan tanpa sepengetahuan Pemkab oleh PT Cahaya Saga Utama. Lalu, mengusut aktivitas tambang di kawasan hutan lindung dan persoalan sengketa lahan antara perusahaan dengan masyarakat.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,