, ,

Aktivis Lingkungan Kritisi Rencana Reklamasi Muara Sungai Tallo

Proyek reklamasi bantaran muara Sungai Tallo, Kecamatan Tallo, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), tampak tak terbendung. Padahal, sebagian wilayah yang bakal direklamasi dari total 500 hektar itu merupakan kawasan lindung hijau penyangga Kota Makassar. Belum lagi, rencana umum tata ruang wilayah (RTRW) belum disahkan. Ditambah lagi, pembahasan proyek ini terkesan sembunyi-sembunyi.  Kritikan pun muncul dari para aktivis lingkungan di daerah itu.

Kurniawan, Aktivis Walhi Sulsel, menyayangkan, tidak ada transparansi pemerintah terkait proyek ini, bahkan terkesan dibahas sembunyi-sembunyi. Padahal, seharusnya informasi dibuka luas kepada publik.

Informasi keberlanjutan proyek ini diketahui setelah ada pertemuan Amdal oleh BLHD Makassar di Hotel Anging Mamiri pada Kamis (17/10/13), yang luput dari pemberitaan media. Mongabay mengetahui pertemuan ini dari sebuah sumber di BLHD Kota Makassar.

Kurniawan mengikuti perkembangan proyek ini sejak awal. Dia kaget ketika mendengar proyek ini sudah memasuki pembuatan Amdal. Menurut dia, dalam proyek ini Pemkot menggunakan aturan lama, Perda No 6/2006 tentang RTRW. Dalam perda ini memang disebutkan muara Sungai Tallo sebagai kawasan energi dan bahan bakar terpadu.

Namun, dalam perda ini juga disebutkan, koridor Sungai Tallo termasuk dalam kawasan hijau lindung, untuk kawasan konservasi. “Ini berarti ada dualisme fungsi dalam perda ini. Itu yang kami permasalahkan dari awal,” katanya, di Makassar, Selasa (22/10/13).

Jika merujuk pada perda lama, seharusnya pembangunan proyek dengan sistem terbatas, yang tidak menganggu muara Sungai Tallo sebagai kawasan penyangga.

Dia mengatakan, jika proyek ini benar-benar jalan akan signifikan berdampak pada ekologi sekitar, termasuk kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang sangat bergantung pada muara sungai itu.

Kurniawan tak mempermasalahkan rencana kawasan energi terpadu selama tidak melanggar dua hal, yaitu keberlangusngan ekologi dan tak merugikan masyarakat sekitar.“Kalau melanggar dua hal ini, tidak boleh dilanjutkan.”

Dia mengingatkan, reklamasi seharusnya dilakukan terkait tiga fungsi, yaitu kepentingan drainase (kanalisasi), perlindungan kawasan dan pengembangan kesejahteraan masyarakat. “Berbagai fungsi ini tidak terlihat pada berbagai proyek reklamasi yang dilakukan pemerintah selama ini.”

Peta titik lokasi reklamasi di Sungai Tallo, Makassar.
Peta titik lokasi reklamasi di Sungai Tallo, Makassar.

Anwar Lasappa, Koordinator Forum Studi Lingkungan (Fosil) Makassar, mengatakan, proses proyek ini terkesan ditutup-tutupi. Proyek ini pun dinilai tak layak karena peraturan daerah (perda) RTRW revisi belum disahkan. “Sambil menunggu penetapan Perda RTRW revisi, seharusnya proyek ini disetop dulu, termasuk proyek-proyek pembangunan lain,” ujar dia.

Proyek reklamasi ini bagian dari rencana Pemerintah Makassar membangun kawasan energi terpadu atau Makassar Energy Center (MEC). Rencananya, proyek ini menggandeng swasta, yakni PT Asindo Energy dengan sistem bangun, guna, serah (BGS).

Proyek ini pertama kali diwacanakan Walikota Makassar September 2012. Pembangunan  yang konon direncanakan sejak 2009 ini diperkirakan menelan biaya Rp2,3 triliun, semua dari Asindo Energy. Dalam kerjasama ini disebutkan kawasan hasil reklamasi pantai ini setelah 30 tahun, akan menjadi tanah pemerintah kota.

Kesepakatan lain, bahwa selain membangun kawasan energi, seperti PLTA, dan kilangan minyak, Asindo juga akan membangun berbagai fasilitas pendukung seperti kawasan perkantoran, rumah sakit, pusat perbelanjaan, perumahan, dan berbagai sarana lain.

Pemkot berdalih keberadaan proyek ini mampu mengatasi defisit energi di Makassar. Selain itu, dari kerjasama ini Pemkot akan mendapatkan tambahan PAD Rp55 miliar, dan bagi negara Rp1,5 triliun.

Rencana ini mendapat banyak kritikan, sejak 2012, informasi keberlanjutan proyek ini nyaris tak terdengar lagi. Hingga tiba-tiba terdengar kabar ada pembahasan Amdal proyek ini dan hampir rampung.

Anwar mencurigai proyek MEC ini hanya akal-akalan. “Keterlibatan Asindo di proyek ini mengundang banyak kecurigaan. Jangan-jangan ini hanya akal-akalan untuk reklamasi. Nanti lahan reklamasi ini akan dijual dengan harga tinggi.”

Musmahendra dari Komisi Amdal Sulsel, mengaku tak mengetahui informasi keberlanjutan proyek ini. Dia turut menyayangkan terbatasnya informasi terkait proyek ini, yang dari segi nilai investasi dan luas area reklamasi tergolong sangat besar. “Harus dicek dulu apakah dalam pertemuan itu melibatkan masyarakat sekitar kawasan atau tidak. Jika tidak, jelas-jelas melanggar.”

Dia tak mempermasalahkan proyek ini selama tidak mengabaikan keberlangsungan eksosistem sekitar wilayah reklamasi.“Kalaupun pembangunan tetap harus dilakukan, tidak boleh mengubah rona awal dari kawasan yang akan dikembangkan itu.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,