,

Laporan Ketahanan Pangan: Pertanian Berkelanjutan Dapat Dikembangkan melalui Wanatani

Dalam sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Food Agricultural Organization (FAO), pada tahun 2013 diperkirakan 840 juta penduduk atau duabelas persen dari total populasi dunia tidak mendapatkan kecukupan pangan bernutrisi selama periode 2011-2013.

Ketahanan pangan bagi seluruh populasi amat berhubungan dengan kecukupan, keamanan dan bahan pangan bernutrisi yang dapat mendukung kehidupan sehat dan sejahtera.  Dalam laporan ini terdapat empat kriteria dalam tujuan ketahanan pangan yaitu, makanan harus tersedia, akses ekonomi terhadap bahan pangan, pangan yang berguna dan bahan pangan yang stabil sepanjang waktu.

Dari keempat pilar ini ekosistem hutan dan pohon-pohonan, yang merupakan sepertiga dari dari daratan dunia, memiliki sumbangan yang nyata bagi keberlanjutan pertanian dan penyediaan bahan pangan dunia.

Laporan FAO menyebutkan bahwa hutan alam memiliki potensi sebagai sumber keragaman hayati yang penting untuk pencarian dan pengembangan sumber-sumber bahan pangan bernutrisi dan obat-obatan.  Prospek untuk penelitian berbagai spesies hutan seperti tumbuh-tumbuhan dan insekta dapat dipergunakan untuk pengembangan produksi pangan berskala besar.

Klik pada gambar untuk memperbesar
Klik pada gambar untuk memperbesar

Selain akses kepada pencarian bahan pangan untuk masa depan, hutan juga meyediakan jasa lingkungan bagi ketersediaan sumber air, tanah yang subur, pengaturan iklim dan penyediaan habitat untuk penyerbukan alami serta sumber predator alami untuk hama pertanian.

Sistem pertanian hutan yang disebut dengan wanatani (agroforestry), adalah sebuah pendekatan dimana sebuah bentang lahan diintegrasikan melalui pertanian tanaman jangka panjang, termasuk didalamnya untuk produksi ternak yang dipadukan dengan pertanian.  Wanatani sendiri menurut penelitian Steffan-Dewenter et al 2007 dipraktekkan oleh 1,2 milyar manusia di berbagai belahan dunia.

Berbeda dengan pertanian konvensional model komoditas tunggal, wanatani akan lebih aman dari berbagai resiko usaha tani seperti kekeringan, banjir dan serangan hama.  Petani pun dapat bertahan jika harga komoditas turun di pasaran karena masih memiliki komoditi lain yang ada di kebun hutannya.  Dengan demikian prinsip ketahanan pangan di tingkat petani pengelola masih tetap terjaga.  Petani juga terbantu tidak perlu lagi untuk membeli kebutuhan bahan bakar karena ketersediaan energi bahan bakar di kebunnya.

Keunggulan wanatani adalah pola pengelolaannya yang berdasarkan pada praktek imitasi ekologi hutan yang diterapkan melalui hutan kebun.  Ekologi hutan dan sistem kesinambungan berbagai komponen mahluk hidup tetap dipertahankan.  Interaksi rantai ekosistem tetap terjaga dan sebuah fungsi daur hidup.

Buah kakao masih hijau di pohon di Sulawesi.  Kakao akan tumbuh baik dengan model naungan.  Foto: Rhett A. Butler
Buah kakao masih hijau di pohon di Sulawesi. Kakao akan tumbuh baik dengan model naungan. Foto: Rhett A. Butler

Beberapa spesies pepohonan ditanam dalam sebuah bentang tertentu yang diatur melalui keterlibatan manusia.  Secara sosial, pilihan praktek ini juga akan melibatkan perempuan bersama-sama dengan laki-laki untuk melakukan pengelolaan bentang wanatani secara bersama-sama.

Selain mendapatkan hasil panen dan nutrisi dari pertanian, wanatani juga menyediakan kayu sebagai sumber energi bahan bakar, penyediaan produksi peternakan dan perbaikan kesuburan lahan.  Pohon yang menjadi naungan model wanatani memiliki kemampuan untuk memodifikasi iklim dan menjadi tanaman peneduh bagi berbagai jenis tanaman berbiji yang ditanam di bawah tegakan tersebut.

Praktek wanatani melalui pengelolaan skala kecil (small scale), ternyata berpengaruh besar bagi ekonomi perdesaan.  Dalam laporan tahun 2011 yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, ternyata 96% produksi kopi, 85% karet dan 85% kakao diusahakan melalui model wanatani ini.  Diversifikasi tanaman yang diperkenalkan, misalnya model naungan pohon antara kopi dan kakao, akan lebih baik hasilnya untuk mempertahankan produktifitas komoditi dan keuntungan ekonomi yang diraih.

Tantangan Pengembangan Wanatani sebagai Penyedia Keamanan Pangan

Jika prospek pengembangan wanatani dirasa baik, faktor-faktor apa saja yang menjadi tantangan pengembangan model pertanian ini?  Dalam laporan riset yang dikeluarkan oleh World Agroforestry Research (ICRAF) setidak-tidaknya beberapa hal ini dapat menjadi perhatian para pihak.

Kendala kebijakan.  Kebutuhan akan lahan pertanian menjadi permasalahan utama, kendala utama adalah hak pengelolaan lahan di dalam wanatani umumnya relatif sulit diberikan.  Satu regulasi masih bertabrakan dengan peraturan lain, misalnya yang terkait dengan kontrol pembalakan maupun penjualan produk dari hutan.

Hal lain adalah kebijakan dalam penyediaan benih dan bibit untuk berbagai spesies yang dibutuhkan dalam wanatani.  Dalam berbagai aturan lain, wanatani belum dianggap sebagai bentuk pertanian.  Pertanian konvesional masih dianggap model ideal dari pertanian.  Belum terdapat insentif dalam bentuk kredit ekonomi bagi petani di lahan wanatani.

Kendala masuk ke pasar. Petani umumnya memiliki akses yang rendah ke pasar, termasuk akibat lemahnya daya tawar, infrastruktur transportasi yang buruk dan terlalu banyaknya intermediari (tengkulak) di dalam rantai perdagangan.  Petani sebagai produsen pada akhirnya memperoleh porsi pendapatan terkecil.

Penelitian yang masih terbatas.  Hingga saat ini masih sangat terbatas jumlah hasil penelitian tentang berbagai spesies tanaman yang cocok untuk sistem wanatani.  Berbagai penelitian tentang pengembangan buah-buah hutan masih sangat jarang.  Demikian pula masih sedikit jumlah peneliti, secara khusus di negara-negara tropis, yang memberikan perhatian kepada pembudidayaan buah-buah potensial dan persilangan varietas yang bersumber dari genetika tumbuhan asli hutan.

Dampak perubahan iklim. Demikian pula dalam merespon perubahan iklim, masih belum terdapat data yang mencerminkan sistem produksi dan dampak perubahan iklim terhadap berbagai kombinasi efektif dari berbagai jenis spesies, tumbuhan bjik, ternak yang dapat hidup dalam satu lingkungan ekologis.

Secara khusus, masih sangat kurang penelitian tentang fungsi penyerbukan oleh serangga dan dampak perubahan iklim dalam sistem wanatani.  Daur penyerbukan serangga yang terganggu akibat perubahan iklim pada akhirnya akan berdampak pada fungsi pembuahan pada berbagai tanaman yang diperkenalkan dalam sistem wanatani.

Citation:

Dawson, Place, Torquebiau, et al. Agroforestry, Food and Nutritional Security. A background paper.  World Agroforestry Centre (ICRAF), 2013

Food Agricutural Organization.  Towards Food Security and Improved Nutrition: Increasing the Contribution of Forests and Trees. 2013.  www.fao.org/forestry.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,