Kasus Pencemaran Tak Ditangani, Ecoton Akan Gugat Gubernur Jawa Timur

LSM lingkungan hidup Ecoton (Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah) bersama 3 LSM lingkungan yang lain menyiapkan gugatan kepada Gubernur Jawa Timur atas kerusakan ekosistem sungai Surabaya yang membuat ratusan ikan mati pada 25 Mei 2012 lalu.

Langkah ini diambil setelah somasi yang dilayangkan kepada Gubernur Jawa Timur pada 31 Oktober 2013 lalu belum mendapat tanggapan positif dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

“Kita beri masukan pada gubernur tapi tidak ada respon positif. Upaya hukum memang perlu kita lakukan, dan ini cara terakhir agar pemerintah lebih serius mengatasi persolan pencemaran kali Surabaya,” kata Prigi Arisandi yang menegaskan gugatan sedang disusun dan akan dilayangkan pada akhir tahun ini.

Pencemaran di Kali Surabaya akibat limbah pabrik. Foto: Ecoton
Pencemaran di Kali Surabaya akibat limbah pabrik. Foto: Ecoton

Somasi dilakukan Ecoton terkait peristiwa pencemaran sungai yang berakibat pada kematian ratusan ikan di sungai Surabaya pada 25 Mei 2012, yang dilakukan tiga perusahaan, yaitu PT Tjiwi Kimia, PT Alu Aksara Pratama, serta PG Gempol Kerep, sesuai pengumuman Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jawa Timur pada Juli 2012.

“Hasil pengusutan yang dilakukan BLH provinsi diketahui, bahwa telah terjadi kebocoran nira dalam areal pabrik PG gempol Kerep, bahkan PG Gempol Kerep sendiri telah mengirimkan surat perihal kebocoran nira yang terjadi dalam areal perusahaan,” ujar Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Ecoton kepada Mongabay Indonesia.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur kata Prigi, dinilai kurang serius mengurusi persoalan pencemaran lingkungan yang dilakukan perusahaan, termasuk perusahaan BUMN PTPN X yang seharusnya menjadi contoh yang baik.

Pengambilan sampel air di lokasi-lokasi yang diduga tercemar limbah. Foto: Ecoton
Pengambilan sampel air di lokasi-lokasi yang diduga tercemar limbah. Foto: Ecoton

“Hukuman berupa penghentian proses produksi selama beberapa bulan sejak Juni sampai September 2012, itu dirasa cukup oleh pemerintah untuk memberi efek jera. Tapi menurut kami itu akan jadi preseden buruk untuk pelaku pencemaran kali Surabaya, yang akan melakukan hal sama karena tidak ada tindakan yang tegas dari pemerintah,” papar Prigi yang dua tahun lalu menerima The Goldman Environmental Prize dari Amerika Serikat.

Undang-undang (UU) PPLH 32/2009 menyebutkan bahwa pemerintah harus melakukan upaya pemulihan dan gugatan, kepada perusahaan yang bertanggungjawab menimbulkan kerusakan lingkungan.

“Kalau ada kegiatan usaha yang menyebabkan kerusakan lingkungan, pejabat publik dalam hal ini Gubernur dan BLH Jatim wajib melakukan gugatan hukum. Karena implikasinya adalah pemulihan, dan harus ada upaya ganti rugi,” lanjut Prigi, alumnus Biologi Unibersitas Airlangga Surabaya.

Prigi menambahkan, sejak peristiwa pencemaran sungai Surabaya yang berdampak pada matinya ratusan ikan, belum ada tanggapan langsung dari Gubernur, termasuk upaya hukum yang akan diambil terhadap pelaku pencemaran.

“Pemerintah menegaskan tidak akan menggugat secara hukum, dan justru ini diserahkan pada masyarakat. Menurut kami ini tidak adil karena pemerintah juga punya andil pada PG Gempol Kerep juga. Selama 17 bulan sejak Mei 2012 belum ada langkah hukum apa pun, padahal amanat undang-undang bisa dipidanakan,” imbuh Prigi Arisandi.

Penelitian air yang tercemar limbah pabrik. Foto: Ecoton
Penelitian air yang tercemar limbah pabrik. Foto: Ecoton

Kondisi Kali Surabaya

Pasca kematian ratusan ikan di sungai Surabaya, kondisi kualitas air sungai Surabaya masih buruk. Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya spesies ikan yang tidak dapat dijumpai di sungai Surabaya, bahkan sebagian sudah menghilang.

“Pada 2 kali kajian dan penelitian yang kita lakukan di sepanjang kali Surabaya pasca kematian ikan-ikan, ini tidak terjadi pemulihan, malah terjadi penurunan spesies ikan baik jenis maupun jumlahnya,” Prigi menuturkan.

Dari sensus yang dilakukan Ecoton sejak 2 bulan terakhir, dicatat adanya kemerosotan jumlah ikan di kali surabaya yang tertangkap. Dari hasil tangkapan, hanya 7 spesies ikan yang tertangkap. Sedangkan ikan rengkik yang menrupakan jenis ikan yang dominan di kali Surabaya, saat ini hampir sama sekali hilang.

“Tahun lalu kita jumpai dalam 1 lokasi ada 5 kuintal, itu sebelum kasus kematian ikan. Sekarang malah kurang dari 20 kilo. Selain penurunan spesies juga penurunan populasi ikan,” tukas Prigi.

Ikan menurut Prigi, merupakan bagian dari keseimbangan ekosistem, dimana semakin beragam spesies ikan di sebuah sungai, hal tersebut menunjukkan semakin minimnya gangguan di sungai. Sedangkan semakin sedikit ikan yang ditemukan, semakin banyak gangguan yang terjadi.

“Ikan adalah indikator kualitas air, masing-masing spesies memiliki reaksi tersendiri terhadap pencemaran.  Ini yang kita temukan adalah indikasi tingginya tingkat pencemaran industri di kali Surabaya, dan ini kewajiban pemerintah,” tegas Prigi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,