Anggota RSPO Rambah Tanjung Puting, Belulang Orangutan Ditemukan

Pada bulan Oktober silam Friends of The National Park Foundation (FNPF)  kembali menemukan tulang-tulang orangutan di tiga lokasi perbatasan perkebunan kelapa sawit milik PT. Bumi Langgeng Perdanatrada (BLP) dan PT. Andalan Sukses Makmur (ASMR) di Desa Bedaun, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah yang berbatasan dengan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP).

Sebelumnya FNPF juga telah menemukan 4 tengkorak orangutan yang lokasinya berdekatan dengan lokasi ditemukannya tulang-tulang ini. “Kami belum melaporkan penemuan tulang baru ini ke BKSDA karena penemuan tengkorak kemarin saja belum tuntas” kata Basuki Budi Santoso, Manajer FNPF. Menurut Basuki hingga saat ini belum dapat diketahui telah berapa lama tulang -tulang orangutan tersebut berada di kawasan itu. Ketika dihubungi melalui telepon oleh Mongabay-Indonesia, Hartono Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Pangkalan Bun Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah mengatakan bahwa 4 tengkorak orangutan yang telah dievakuasi oleh tim BKSDA pada Agustus lalu tengah diteliti di Puslabfor Polri di Surabaya.

Tulang orangutan yang ditemukan di areal perkebunan kelapa sawit di Tanjung Puting. Foto: Lili Rambe
Tulang orangutan yang ditemukan di areal perkebunan kelapa sawit di Tanjung Puting. Foto: Lili Rambe

“BKSDA Kalteng bekerjasama dengan pihak kepolisian untuk mengungkap penyebab kematian orangutan-orangutan ini” ungkap Hartono. Ia belum bisa memastikan kapan uji forensik ini akan selesai. Hartono mengakui bahwa dari 4 titik tempat ditemukannya tengkorak orangutan itu ada beberapa titik yang masuk dalam kawasan konsesi perusahaan dan kawasan hutan yang belum jelas hak pengelolaannya.

“Kami telah mencatat titik koordinat lokasi penemuan tengkorak orangutan ini dan setelah hasil uji forensik keluar kami akan melakukan tumpang susun (overlay) peta kawasan HGU PT. BLP dan PT. ASMR  untuk memastikan apakah titik tempat ditemukannya tengkorak orangutan tersebut berada di kawasan konsesi perusahaan-perusahaan tersebut” kata Hartono.

Tulang orangutan. Foto: Lili Rambe
Tulang orangutan. Foto: Lili Rambe

Kawasan konsesi milik PT. BLP yang merupakan anak perusahaan BW Plantation ini telah beroperasi sejak lima tahun lalu. Sedangkan PT. ASMR yang merupakan anak perusahaan Bumitama Gunajaya Agro (BGA) telah melakukan pembukaan lahan dan penanaman sawit sejak bulan April 2013 meskipun hanya mengantongi Izin Lokasi dari Bupati Kotawaringin Barat, Ujang Iskandar nomor 525/68/XII/2012 yang dikeluarkan pada tanggal 19 Desember 2012 lalu.

Padahal sebuah perusahaan perkebunan baru dapat melakukan pembukaan lahan setelah melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP). Izin lokasi lahan seluas 9.276,5 hektar yang berlokasi di Desa Teluk Pulai, Desa Sungai Sekonyer dan Kelurahan Kumai Hilir seberang Kecamatan Kumai. Menurut Hermayadi, Kepala Bidang Anailisis Dampak Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) AMDAL milik PT ASMR sudah diajukan dan masih dalam proses penyelesaian. “Masih belum selesai. Kemarin dalam rapat komisi AMDAL, ada beberapa poin yang masih perlu ditambahkan sehingga harus direvisi” ungkapnya.

Peta lokasi Kerangka Orangutan
Peta lokasi Kerangka Orangutan

Pernyataan berbeda dilontarkan BGA Group ketika Mongabay-Indonesia menghubungi Pampam ZHM, Bagian Perijinan BGA Group melalui telepon. Ia mengatakan bahwa PT. ASMR telah memiliki dokumen AMDAL. “Dokumen AMDAL PT. ASMR telah ditandatangani oleh Bupati Kotawaringin Barat pada minggu ketiga bulan Oktober kemarin. IUP revisi kemungkinan akan keluar bulan ini” jelas Pampam. Ia juga menerangkan bahwa dari 9.276,5 hektar kawasan konsesi PT. ASMR sempat dikurangi 2.200 hektar karena kawasan ini termasuk dalam kawasan moratorium perizinan pengelolaan hutan. Namun setelah dilakukan pemeriksaan ternyata hanya 43 hektar saja yang masuk dalam kawasan moratorium.

Pampam juga mengatakan bahwa aktifitas PT. ASMR di desa Teluk Pulai hanya baru sebatas pembibitan namun ketika Mongabay-Indonesia, Greenpeace, FNPF dan OFI (Orangutan Foundation International) mengunjungi Desa Teluk Pulai setidaknya 250 hektar kawasan desa ini telah dibuka dan 150 hektarnya telah ditanami kelapa sawit yang telah berumur kurang lebih satu tahun. Bibit kelapa sawit yang akan ditanam di kawasan ini didatangkan dari daerah Pendawangan, Kalimantan Barat dan diangkut dengan menggunakan kapal tongkang.

Bibit kelapa sawit dan ekskavator di lokasi yang diduga masih di dalam TN Tanjung Puting. Foto: Lili Rambe
Bibit kelapa sawit dan ekskavator di lokasi yang diduga masih di dalam TN Tanjung Puting. Foto: Lili Rambe

PT. ASMR juga telah memasukkan beberapa ekskavator dan telah membuat kanal – kanal baru. Pada tahun 1995 Dinas Pekerjaan Umum kabupaten membuat kanal irigasi di desa Teluk Pulai. Kanal irigasi sepanjang 21 kilometer ini juga melalui desa – desa tetangga Teluk Pulai. Tujuan pembuatan kanal irigasi ini adalah untuk menunjang usaha pertanian di desa – desa tersebut. Berdasarkan pengamatan FNPF saat ini daerah – daerah yang dilalui oleh kanal irigasi yang dibangun pemerintah pada tahun 1995 itu sebagian besar telah dikuasai oleh perusahaan – perusahaan kelapa sawit.

Berdasarkan SK Menhut No. 687/KPTS – II/ 1996 Desa Teluk Pulai masuk ke dalam kawasan TNTP. Kemudian pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat mengusulkan pelepasan kawasan (enclave) desa Teluk Pulai dan tiga kawasan lain yaitu desa Sungai Cabang, desa Sungai Perlu dan Padang Sembilan dari TNTP.

Proses pelepasan kawasan ini tidak dapat dilakukan selama belum ada penataan batas TNTP. Dan selama tata batas belum dilaksanakan empat kawasan ini masuk dalam zona khusus TNTP. Pada tahun 2009 ada kesepakatan mengenai batas partisipatif Desa Teluk Pulai dan pemanfaatan zona tradisional di TNTP. Dengan ditetapkan sebagai zona tradisional penduduk desa Teluk Pulai dapat mengelola tanah mereka dengan tetap menjaga kelestarian kawasan TNTP. Kesepakatan itu berlaku sampai ada batas definitif desa. Penataan batas rencananya baru akan dilaksanakan pada tahun 2014 mendatang.

Pembersihan lahan di Teluk Pulai. Foto: Lili Rambe
Pembersihan lahan di Teluk Pulai. Foto: Lili Rambe

Namun dengan dikeluarkannya SK.529/Menhut – II/2012 tentang pengurangan jumlah kawasan hutan di provinsi Kalimantan Tengah mengakibatkan beberapa lokasi dalam kawasan TNTP ditetapkan menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) dan hak pemanfaatan kawasan ini ada pada pemerintah daerah.

“Meskipun SK.529/Menhut – II/2012 telah dikeluarkan tidak seharusnya perusahaan dengan serta merta dapat menguasai desa Teluk Pulai karena desa ini masih berada dalam kawasan TNTP. Harus ada izin pelepasan kawasan terlebih dahulu baru perusahaan dapat melakukan proses perizinan penggunaan lahan” kata Fajar Dewanto, Field Director OFI. Fajar juga menambahkan jika merujuk pada peta lampiran SK Dirjen PHKA nomor 24 tahun 2013 (SK.24/IV – SET/2013) tentang zonasi TNTP, desa Teluk Pulai dinyatakan masih termasuk dalam atau bagian dari kawasan TNTP dengan status Zona Khusus dan tidak diperuntukkan bagi investor perkebunan.

Pada tanggal 27 Oktober lalu OFI menemukan sarang orangutan yang diperkirakan dibuat kurang lebih satu bulan di desa Teluk Pulai lokasi dimana PT. ASMR melakukan aktifitas pembukaan lahan.  “Masuknya perusahaan sawit ke kawasan zona khusus TNTP ini tentu saja mengancam kelestarian orangutan dan merusak ekosistem konservasi TNTP” jelas Fajar.

Sarang orangutan di Teluk Pulai yang menjadi habitat orangutan Kalimantan. Foto: OFI
Sarang orangutan di Teluk Pulai yang menjadi habitat orangutan Kalimantan. Foto: OFI

Tanjung Putting, Kawasan Konservasi Orangutan Terbesar

TNTP adalah kawasan konservasi yang memiliki luas 415.040 hektar dan merupakan kawasan konservasi orangutan terbesar di dunia. Diperkirakan ada 6.000 individu orangutan hidup dalam kawasan TNTP. Merujuk pada data yang dimiliki Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) perkiraan populasi orangutan khususnya di Kalimatan Tengah adalah 34.975 individu. Ini berarti sekitar 17% populasi orangutan di Kalimantan Tengah ada di TNTP.

Karena TNTP memiliki peran penting dalam konservasi orangutan maka United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan TNTP sebagai Cagar Biosfer dunia. “TNTP juga merupakan Kawasan Strategis Nasional (KSN) melalui PP Nomor 26 tahun 2008. Selain itu TNTP adalah Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dan Destinasi Pariwisata Nasional (DSN) melalui PP No 50 tahun 2011. Seharusnya status-status itu lebih diperhatikan” ungkap Fajar.

Taman Nasional Tanjung Puting yang menjadi pusat rehabilitasi orangutan di Kalimantan, kini terancam akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit PT Bumitama Agri. Foto: COP
Taman Nasional Tanjung Puting yang menjadi pusat rehabilitasi orangutan di Kalimantan, kini terancam akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit PT Bumitama Agri.

Berdasarkan data yang dimiliki oleh Greenpeace BW Plantation dan BGA Group adalah pemasok kelapa sawit bagi Wilmar International Group, grup perusahaan agribisnis yang berkantor pusat di Singapura. “70% pasokan minyak kelapa sawit Wilmar Group berasal dari BGA Group dan 30% nya berasal dari BW Plantation” jelas Wirendro Sumargo, Juru Kampanye Minyak Sawit Greenpeace. Dalam laporan Izin Untuk Memusnahkan Greenpeace mencatat sejak akhir 2012, Wilmar International Ltd memiliki total perkebunan kelapa sawit seluas 256.000 hektar, hampir tiga perempatnya (190.000 hektar) berada di Indonesia.

Namun demikian, sejak tahun 2007 Wilmar menguasai sekitar 500.000 hektar lahan perkebunan, dimana 230.000 hektar di antaranya telah ditanami – separuh dari lahan yang telah ditanami ini berada di Indonesia. Ini berarti perusahaan menyimpan lahan seluas hampir 250.000 hektar yang belum ditanami. Dan Wilmar  tidak mewajibkan kebijakan lingkungan dan sosial serupa untuk kegiatan-kegiatan dari para pemasok pihak ketiga seperti BGA Group dan BW Plantation yang menjual tandan buah segar kelapa sawit atau minyak kelapa sawit mentah.

BGA Group, sebuah grup perusahaan kelapa sawit yang memiliki 17 anak perusahaan termasuk PT. ASMR yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Dalam laporan tahunan yang dirilis pada tahun 2012 lalu BGA Group mengklaim telah memiliki cadangan lahan seluas 200.000 hektar yang berada di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan Riau. Perusahaan ini menargetkan untuk melakukan penanaman kelapa sawit seluas 15.000 hektar tiap tahun. Sedangkan PT. BLP adalah anak perusahaan BW Plantation yang memiliki tujuh lokasi konsesi. Hingga akhir tahun 2012  BW Plantation memiliki konsesi seluas 85.000 hektar yang 65.000 hektarnya telah ditanami kelapa sawit.

BGA Group telah menjadi anggota Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) sejak tahun 2007. Dan BW Plantation telah menjadi anggota RSPO sejak tahun 2008. Pembukaan lahan kelapa sawit yang telah merusak hutan oleh perusahaan – perusahaan anggota RSPO membuat asosiasi yang terdiri dari berbagai organisasi  dari berbagai sektor industri kelapa sawit yang bertujuan mengembangkan dan mengimplementasikan standar global untuk produksi minyak sawit berkelanjutan ini semakin diragukan kelayakannya. Greenpeace menilai standarisasi RSPO telah gagal mencegah deforestasi dan konversi lahan gambut.  Praktek pembukaan lahan untuk perkebunan sawit secara besar – besaran  telah mengakibatkan musnahnya hutan Indonesia yang menjadi rumah bagi satwa – satwa yang dilindungi termasuk orangutan. Dari tahun 2009 hingga tahun 2011 141.000 hektar hutan Kalimantan yang merupakan habitat orangutan telah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,