, ,

Aksi Ribuan Buruh dan Seruan Penyelamatan Orangutan Warnai Pertemuan RSPO

Ribuan buruh perkebunan dan pegiat lingkungan, sepanjang Selasa (12/11/13), protes dan menolak ekspansi perkebunan sawit karena dinilai merusak lingkungan dan mengabaikan hak-hak masyarakat. Mereka menyuarakan ini di tengah pertemuan  ke-11 Rountable Sustanable Palm Oil (RSPO), di Medan, Sumatera Utara (Sumut).

Membawa spanduk ukuran besar, mereka berkumpul dan mendatangi Santika Premiere Diyandra Hotel, Jalan Pengadilan Medan, lokasi meeting RSPO. Aksi protes ini mendapatkan pengawalan cukup ketat dari ratusan aparat kepolisian dan TNI Kodam I/BB berpakaian sipil.

Herwin Nasution, Koordinator Aliansi Serikat Buruh Perkebunan Indonesia, menyatakan, keberadaan RSPO sama sekali tidak mempunyai kekuatan menekan perusahaan yang menjadi anggota kala mereka melanggar aturan. RSPO, tidak berpihak pada kondisi masyarakat adat yang menjaga hutan dan lingkungan dari kerusakan dan penebangan.

Para pengusaha itu, mencaplok lahan masyarakat, memberikan upah minim dan tidak ada jaminan kesehatan terhadap buruh perkebunan di Indonesia.  “Meski sudah protes atas berbagai kasus ini, RSPO sama sekali tidak memiliki gigi memberikan tindakan tegas terhadap anggota yang melanggar aturan mereka,” katanya.

“Bubarkan RSPO, stop ekspansi perkebunan sawit, stop perbudakan terhadap buruh. Jangan jadikan anak dan perempuan sebagai tameng mengeruk kekayaan Indonesia, ” kata Herwin.

Karlon Lumban Raja, Kepala Departemen Lingkungan dan Inisiatif Kebijakan Sawit Watch, mengatakan, ekspansi perkebunan sawit di Indonesia, hingga saat ini mencapai 11,5 juta hektar. Alasan pemerintah membuka usaha perkebunan untuk kesejahteraan rakyat dan lapangan kerja. “Ini hanya sebuah alasan merambah hutan dan memberikan izin terhadap perkebunan sawit merusak lingkungan dan tanah adat terjaga baik.

Maruli Sitorus, dari Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), mengatakan dalam pertemuan tahunan RSPO di Medan ini, setidaknya mereka mendesak RSPO bertindak tegas dan mengevaluasi serta mencabut sertifikasi perusahaan, yang melanggar prinsip dan kriteria. “Kami menolak kebijakan upah murah di perkebunan sawit. Jangan izinkan lagi ekspansi baru, karena merusak hutan dan lingkungan serta habitat lain di alam bebas. Tindak tegas perusahaan yang melanggar, dengan mencabut dan mengevaluasi sertifikasi yang sudah diberikan.” ,.

Aksi protes ini diterima pengurus RSPO. Dengan kalimat janji, bahwa stakeholder akan membahas serius tuntutan buruh perkebunan sawit dan peggiat lingkungan itu, dalam agenda pertemuan mereka.

Usai aksi protes di lokasi acara pertemuan tahunan RSPO di Medan, mereka ke Kantor Gubernur Sumut,. Disini, kawat panjang dan pintu pagar menghadang. Mereka marah, dan merobohkan pagar masuk, lalu melanjutkan aksi di gedung itu.

“Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho, harus bertindak cepat melarang perusahaan ekspansi sawit ke lokasi baru. Dia wajib memerintahkan Dinas Kehutanan menindak dan mengawasi penebangan hutan lindung untuk ekspansi perkebunan sawit,” kata Tongam Panggabean, dari Lembaga Bantuan Hukum Sumatera Utara (Bakumsu).

Orangutan Sumatera yang ditampilkan dalam kampanye dan aksi penyelamatan orangutan sehari sebelum pertemuan RSPO di Medan, berlangsung. Foto: Roby S Karokaro
Orangutan Sumatera yang ditampilkan dalam kampanye dan aksi penyelamatan orangutan sehari sebelum pertemuan RSPO di Medan, berlangsung. Foto: Roby S Karokaro

Penyelamatan Orangutan

Sementara sehari sebelum pertemuan RSPO, Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), kampanye penyelamatan orangutan di Hotel mewah, JW Marriot Medan.Dalam kasi itu mempertunjukkan, kondisi orangutan Sumatera yang hidup di alam liar makin terdesak karena perusakan habitat, termasuk buat ekspansi perusahaan sawit.

Tampak selama kampanye, Senin (10/11/13) itu sejumlah aktivis lingkungan menggunakan kostum menyerupai orangutan. Mereka memberikan selebaran dan memperagakan bagaimana seharusnya spesies ini hidup di alam liar, tanpa diburu, dibunuh.

Foto-foto orangutan Sumatera, dan miniatur hutan dibuat agar orang seolah berada di alam bebas, dengan hiruk pikuk suara orangutan dan satwa lain yang saling bersahutan. Penjelasan soal dampak kerusakan hutan akibat ulah manusia, juga memancing tamu terperangah.

“Wah, kasihan sekali orangutan Sumatera itu. Tangannya koyak, ada juga yang buta akibat diikat rantai oleh manusia yang memburun, ” kata Calvin Ronald, tamu hotel dari Amerika Serikat, dengan logat bahasa Indonesia terputus putus. Dia terlihat serius memperhatikan foto dan penjelasan soal orangutan Sumatera, dan kondisi hutan Indonesia yang sudah kritis.

Sandi Nugraha, aktivis yang mengenakan kostum orangutan mengatakan, dengan kampanye ini berharap ada kesadaran dan kemauan manusia, bersahabat, melindungi, menjaga alam beserta keragaman hayati, seperti orangutan, tanpa harus di buru, dibunuh, bahkan ditangkap dan diperjual belikan.

Sofyan Tan, Ketua Yayasan Ekosistem Lestari (YEL, Minggu (10/11/13), mengatakan, orangutan Sumatera tersebar di Sumut dan Aceh, dan hutan lindung Jambi. Habitat mereka makin mengkhawatirkan. Untuk itu, perlu ada kesadaran penuh dari semua pihak, menghentikan upaya perusakan hutan, dan perburuan satwa langka ini, salah satu orangutan.

Perusakan hutan berdampak bukan saja pada kehidupan satwa yang makin terdesak, tetapi langsung pada manusia. “Hutan untuk alih fungsi menjadi perkebunan sawit, mengakibatkan ancaman longsor, banjir dan bencana alam lain sering terjadi.”

Dua aktivis yang mengenakan kostum orangutan. Foto: Ayat S Karokaro
Dua aktivis yang mengenakan kostum orangutan. Foto: Ayat S Karokaro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,