, ,

Sawit di Banggai, dari Penyerobotan Lahan sampai Ekspansi di Cagar Alam

Masyarakat Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah (Sulteng) menolak kehadiran PT Sawindo Cemerlang, anak usaha PT Kencana Group,dari dari Wilmar International. Dari laporan Pusat Studi Advokasi Rakyat Banggai (Pusar), menyebutkan, penolakan itu karena perusahaan menggusur tanah dan merusak tanaman produktif milik warga untuk membangun jalan di Kecamatan Batui, Kelurahan Sisipan.

“Perusahaan ini menggusur tanah produktif rakyat, ketika warga melaporkan ke Polsek Batui, tidak ada tindak lanjut. Perusahaan tetap melanjutkan penggusuran untuk jalan buat pembibitan sawit,” kata Iwan Frans Kusuma, Koordinator Pusar Banggai, kepada Mongabay, Selasa (12/11/13).

Karena tak ada tindak lanjut, warga memblokir jalan masuk ke pembibitan di Boloboloa, sub Kelurahan Tolando. Sebab PT Sawindo Cemerlang menggusur lahan warga tanpa ada komunikasi dengan pemilik. Boulduzer perusahaan disegel dan dipasang police line karena aduan warga.

Perlawanan warga terhadap perusahaan sawit terjadi di banyak desa lain. Antara lain. Kecamatan Bualemo. Warga Kecamatan Bualemo mengirim surat penolakan ke DPRD Kabupaten Banggai, agar izin hak guna usaha (HGU) PT Wira Mas Permai, tidak diterbitkan. Namun rekomendasi DPRD Kabupaten Banggai nomor : 005/117 DPRD tertanggal 29 Juli 2009 tidak dijadikan pegangan perusahaan. tetap menggusur. “Dalam dialog diketahui kerangka acuan analisis dampak lingkungan hidup (ka-andal) Wira Mas ternyata copy paste perusahaan sawit di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara,”ucap Irwan.

Protes warga disikapi dengan penngkapan oleh aparat. Penangkapan berawal ketika warga Desa Sukamaju I, Kecamatan Batui Selatan, tak sepakat dengan kehadiran PT Sawindo Cemerlang yang menggusur tanah cadangan desa seluas 35 hektar. “Perlawanan warga diputuskan melalui rapat desa. Sebelum rapat, kepala Desa Sukamaju I bersurat terlebih dahulu kepada perusahaan untuk menghentikan segala aktiVitas di atas lahan warga.”

Warga sudah berkali-kali mengingatkan tetapi tak diindahkan perusahaan. Ratusan warga Desa Sukamaju I aksi cabut bibit sawit milik PT Sawindo Cemerlang. Kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memimpin langsung aksi pencabutan bibit sawit ini.

Seminggu pasca aksi pencabutan bibit sawit, kepala Desa Sukamaju I diadukan ke polisi oleh perusahaan. Pemanggilan kepala desa membuat warga makin marah karena perusahan jauh sebelumnya telah dikirim surat teguran resmi. Warga menolak diperiksa. Perusahaan lapor Polres. “Total ada 24 warga ditangkap saat itu, dan dua ditahan. Mereka ditahan di rumah tahanan Luwuk Banggai. Namun dalam persidangan dan ketika pembacaan amar putusan, para petani tidak terbukti bersalah dan dibebaskan pada Desember 2012,” ucap Irwan.

Menurut dia, dalam memuluskan rencana sawit di Banggai, perusahaan kerapkali memanipulasi data, seperti membuat daftar nama kelompok tani fiktif dan membuat tanda tangan pemerintahan desa atau kelurahan, administrasi mereka untuk mengeluarkan surat keterangan tanah (SKT).

Contoh, di kelurahan Tolando, Kecamatan Batui, warga menemukan banyak daftar nama-nama kelompok tani, bahkan warga menemukan daftar orang sudah meninggal dan anak-anak di bawah umur didaftarkan menjadi anggota kelompok tani. Modus ini untuk mendapatkan SKT dan akan dijual pada Sawindo Cemerlang Group.

Kelompok tani melaporkan temuan ini pada Polsek Batui. Namun polisi hanya sebatas memeriksa dan penahanan satu warga yang diduga sengaja menjual dan menerbitkan SKT palsu.Pelaku lain yang terlibat tidak pernah diperiksa.  “Sampai saat ini, ancaman penangkapan dan pemenjaraan petani masih terus terjadi di Banggai.”

Serobot Kawasan Konservasi

Pusar Banggai juga melaporkan perusahaan sawit di Banggai telah merusak kawasan konservasi. Dari tiga perusahaan sawit, dua menyerobot wilayah hutan konservasi, yakni PT Kurnia Luwuk Sejati, di kawasan Suaka Margasatwa Bakiriang. Lalu, PT Wira Mas Permai menyerobot Cagar Alam Pati-pati.

Warga sudah mengajukan penolakan kepada perusahaan yang memasuki kawasan konservasi. Warga khawatir, jika kawasan hutan dan Cagar Alam Pati-pati dibuka, akan menerima dampak buruk. Karena sumber air yang dialirkan dari daerah aliran sungai (DAS) Mayayap, akan kering dan sebagian satwa di kawasan itu akan menjadi hama bagi pertanian warga yang bersandar pada hutan di Kecamatan Bualemo.

Rahmad Samadi, warga di Kecamatan Batui, ketika diwawancarai Mongabay menyatakan penolakan atas kehadiran perkebunan sawit di Banggai. Sebab, dampak ekologi sangat besar. Banjir yang selama ini datang menghantam pemukiman warga dipastikan makin rutin.

Selain itu, akibat ekspansi perkebunan sawit memaksa masyarakat pindah beralih olah tanam menjadi buruh di tanah sendiri, membuka ruang konflik sesama warga dan tokoh adat. “Perkebunan sawit hanya akan menyengsarakan petani di ruang kelola sendiri sebagai sandaran hidup.”

Kabupaten Banggai, salah satu wilayah di Sulteng yang berhadapan dengan Teluk Tomini dan Laut Maluku. Luas kabupaten ini 9.672,70 kilometer persegi. Secara administrasi tahun 2008 Banggai dibagi 18  kecamatan dengan 23 kelurahan, 244 desa dan unit pemukiman transmigrasi.

Mayoritas masyarakat wilayah ini sebagai petani. Karena itu, sektor ekonomi Banggai hingga kini masih bertumpu pada pertanian, seperti tanaman palawija, peternakan, hortikultura, dan perikanan, didukung sektor pariwisata. Sentra industri terletak di Kecamatan Batui, dikenal sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet). Banggai pernah dikenal salah satu daerah penghasil kopra terbesar, dengan produksi lebih dari 3.000 ton per bulan.

Hingga kini, kelapa masih menjadi komoditas perkebunan menonjol. Sebaran luas lahan menempati porsi terbesar, terdiri dari perkebunan milik rakyat dan perusahaan swasta.

Bibit sawit di Kabupaten Banggai. Warga menolak perkebunan sawit karena menyerobot lahan tanpa sepengetahuan warga. Ada juga perusahaan sawit yang beroperasi di cagar alam. Foto: Pusar
Bibit sawit di Kabupaten Banggai. Warga menolak perkebunan sawit karena menyerobot lahan tanpa sepengetahuan warga. Ada juga perusahaan sawit yang beroperasi di cagar alam. Foto: Pusar Banggai
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,