Asia Pulp & Paper: Ekspansi ke Kalimantan Akan Dibatasi Komitmen Lestari Perusahaan

Salah satu produsen kertas dan bubur kertas terbesar di dunia, Asia Pulp & Paper (APP) menyatakan pihaknya tidak akan mengubah satu blok pun hutan hujan tropis yang termasuk dalam kategori High Conservation Value Forest (HCVF) atau kawasan yang memiliki simpanan karbon yang signifikan atau High Carbon Stock Forest (HCS) seiring dengan rencana ekspansi mereka ke Pulau Kalimantan. Hal ini disampaikan oleh Direktur Operasional Bidang Keberlanjutan APP, Aida Greenbury.

Dalam responnya terhadap laporan yang diterbitkan oleh salah satu NGO lingkungan di Indonesia, Greenomics, Aida menjelaskan bahwa kebijakan konservasi hutan yang menginjak bulan kesepuluh ini diimplementasikan baik di Kalimantan Barat maupun Kalimantan Timur.

“Kebijakan Konservasi Hutan kami diaplikasikan kepada seluruh penyuplai kami di Indonesia dan termasuk dalam seluruh rencana ekspansi di masa mendatang. Artinya, tak akan ada pengembangan perkebunan sebelum dilakukannya penilaian HCV dan HCS untuk mengidentifikasi hutan alam dan habitat yang penting, yang akan dilindungi,” ungkap Aida kepada Mongabay.com. “Hal ini diberlakukan kepada semua penyupai kami, termasuk semua yang disebut di dalam laporan-laporan terkini.”

Awal pekan ini, Greenomics menerbitkan sebuah laporan yang mengangkat sejumlah perusahaan, yaitu PT Acacia Andalan Utama (AAU), PT Kelawit Wana Lestari (KWL), dan PT Cahaya Mitra Wiratama (CMW) di Kalimantan Timur, serta PT Bumi Mekar Hijau (BMH) di Kalimantan Barat. Laporan ini mengatakan bahwa data Kementerian Kehutanan mengindikasikan bahwa konsesi-konsesi ini merupakan area penting yang merupakan HCS atau High Carbon Stock, dan menyimpan lebih dari 35 ton biomassa di atas tanah. Lewat Kebijakan Konservasi Kehutanan mereka, APP telah berkomitmen untuk menjaga hutan dengan kategori ini.

Tabel: Deforestasi di Pulau Kalimantan
Tabel: Deforestasi di Pulau Kalimantan

Melalui análisis Greenomics, hingga 60,000 hektar hutan alam dan 10.000 hektar hutan sekunder kemungkinan merupakan termasuk dalam kategori hutan dengan simpanan karbon tinggi atau HCS di lahan seluas 155.000 hektar.

Dalam kebijakan APP yang dirilis bulan Februari 2013 silam, mereka juga menyatakan komitmen untuk menjalankan prinsip Free, Prior Informed Consent (FPIC) untuk masyarakat lokal dalam membangun perkebunan mereka.

Kebijakan ini dibuat oleh APP sebagai tanggapan atas kampanye dari sejumlah lembaga lingkungan yang menyebut APP terlibat dalam perusakan hutan dalam skala besar di Sumatera dalam tiga dekade terakhir. Rival utama APP dalam bisnis ini, APRIL atau Asia Pacific Resources International Limited, belum membuat komitmen apa pun untuk mengakhiri konversi hutan alam demi membuka perkebunan baru dan hingga kini masih menjadi target kampanye lingkungan dan hutan yang dilancarkan oleh Greenpeace, Rainforest Action Network (RAN) dan WWF.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,