,

Berharap Presiden Baru RI Peduli Perubahan Iklim

Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) telah berusia lima tahun, berdiri 2008. Tahun depan, era terakhir kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, alias, bakal ada Presiden baru. DNPI berharap, Presiden terpilih peka terhadap perubahan iklim hingga bisa memperkuat kehadiran lembaga ini.

“Penting dan wajib keberlanjutan tata kelola perubahan iklim nasional, DNPI itu penting. Ini untuk hadapi kelembagaan perubahan iklim di tingkat global,” kata Rachmat Witoelar, Ketua DNPI di Jakarta, Selasa (10/12/13).

Pergantian kepempimpinan pemerintahan pada 2014, menimbulkan kekhawatiran perubahan komitmen tentang iklim. “Gimana kalo calon tidak tune in, malah tak mau ada DNPI.” “Kalau sampai calon-calon tak concern (pada perubahan iklim) itu merugikan.”

Dia berkaca, pada pengalaman negara lain, setelah ada pergantian pemerintahan, keberadaan lembaga perubahan iklim menjadi tak jelas. Australia, misal, malah menghapus kebijakan perubahan iklim mereka setelah pemerintahan baru, seperti climate change authtority, clean energy finance company, dan domestic carbon pricing scheme.

Policy berubah drastis. Saya harap Indonesia tak demikian. Jika lembaga tak berlanjut,  maka akan akan kembali ke nol lagi. Dana-dana yang ada 2014, mau diberikan ke mana?”

Perubahan komitmen penurunan emisi karbon juga terjadi di Jepang. Pemerintah negeri sakura ini dalam COP19 di Warsawa, Polandia, resmi mengumumkan perubahan komitmen penurunan emisi karbon dari 25 persen emisi tahun 1990 menjadi 3,8 persen dari emisi 2005. “Jepang shock dengan (tragedi pembangkit nuklir) di Fukushima, lalu pake power plant lagi.”

Untuk urusan perubahan iklim, sebenarnya, ideal ada sistem peraturan UU komprehensif, yang mempunyai kekuatan hukum tertinggi.  Terlebih, jika ingin legal secara global, tentu diawali di level nasional terlebih dahulu. “Yang ada di Indonesia, sekarang parsial. Itu harus diusahakan. Kini, diproses antara kementerian agar ada pegangan institusional,” ucap Rachmat.

Apakah sudah melakukan pendekatan-pendekatan ke calon-calon Presiden 2014? Menurut dia,  pendekatan-pendekatan informal sudah dilakukan ke para kandidat. Namun, lebih intens akan dilakukan setelah April 2014. Dia juga sudah berbicara dengan berbagai pihak dan mentitipkan agar Indonesia  tetap memegang komitmen tentang iklim. Kepada masyarakat, Rachmat berpesan, pada pemilu nanti agar memilih figur-figur peduli lingkungan, baik DPR maupun Presiden.

Kepedulian negara-negara dalam meningkatkan komitmen penurunan emisi karbon sangat penting. Mengingat tanpa kepedulian dari semua negara, dampak buruk perubahan iklim bakal menimpa bumi dan penduduknya.

Ban Ki Moon, Sekjen PBB,  mendorong seluruh kepala negara dan kepala pemerintahan memberikan dan meningkatkan komitmen penanganan perubahan iklim. Bahkan, pada 23 September 2014, akan digelar UN Climate Summit, sehari sebelum sidang umum PBB. “RI tetap mempertahankan komitmen pengurangan emisi karbon sebesar 26 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional sampai 2020,” ucap Rachmat.

Hasil COP19

Dalam konferensi Perubahan Iklim ke 19 (COP19) pada Sabtu (23/11/13) ini, Indonesia lewat Kementerian Perhubungan, mendapatkan bantuan pendanaan internasional untuk sistem transportasi massal ramah lingkungan.

Proposal Kemenhut sebagai bentuk penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia (sustainable urban transport initiative-nationally approriate migitigation action/SUTRI NAMA), mendapat pendanaan lewat NAMA’s facility dari Pemerintah Inggris dan Jerman.

Total dana proyek ini sekitar 70 juta Euro, dan Indonesia bersama Kolumbia, mendapatkan pendanaan sektor transportasi. Kuki Soejachmoen, Sekretaris Pokja Nagoisasi Internasional DNPI, mengatakan, proyek ini untuk pengembangan moda transportasi ‘hijau’ kota-kota sedang.

“Kemenhub sudah cukup lama studi dan perencanaan pengembangan sistem transportasi kota bersahabat ini. Sudah ada rencana di beberapa kota didukung technical assistant,” ucap Kuki.

Sedang, hasil penting lain dalam konferensi itu, antara lain penajaman rencana kerja menuju kesepakatan 2015, the Warsaw Framework for REDD+. Lalu, the Warsaw International Mechanism for Loss and Damage, mekanisme pendanaan di bawah United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Ada juga hasil kesepakatan tentang arsitektur kerangka kerja global perubahan iklim pasca 2020.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,