Update: Pemprov Akui Penggusuran Suku Anak Dalam Adalah Upaya Penertiban

Kepala Biro Ekonomi dan Pembangunan (Karo Ekbang) Pemerintah Provinsi Jambi, Henrizal secara mengagetkan mengakui bahwa tindakan penggusuran adalah bagian dari upaya penertiban yang dilakukan Tim Terpadu bentukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Batanghari. Penggusuran dilakukan karena Kelompok Acil sebanyak 30 orang sudah menerima ganti rugi lahan dan bersedia rumahnya digusur.

Pernyataan Henrizal itu disampaikan ketika menerima 15 orang perwakilan Kelompok Suku Anak Dalam (SAD) Bathin Sembilan 113, pada 16 Desember 2013 lalu. Perwakilan SAD antara lain Rukaiyah Rofiq, Feri Irawan, Nurlela, Idris serta Ketua Adat SAD Bathin Sembilan, Abunyani.

Pada 12 Desember 2013 lalu, juru bicara Tim Terpadu, AKBP Robert A. Sormin kepada Mongabay-Indonesia membantah jika pelaku penggusuran adalah Tim Terpadu. “Kita juga kaget dapat kabar ini. Tim Terpadu tak pernah melakukan penggusuran. Tim Terpadu itu tugasnya menertibkan. Tindakan penggusuran murni dilakukan perusahaan. Kami tidak ikut serta. Sambil menunggu penyelesaian, kami akan meminta perusahaan untuk sementara menghentikan tindakan tersebut,” ujarnya.

Anak-anak terpaksa ikut menginap di pendopo kantor gubernur jambi. Foto: dok. perkumpulan hijau
Anak-anak terpaksa ikut menginap di pendopo kantor gubernur jambi. Foto: dok. perkumpulan hijau

Pernyataan Henrizal tersebut langsung dikecam para perwakilan Kelompok SAD Bathin Sembilan 113. Rukaiyah Rofiq mengatakan kalaupun benar kelompok Acil telah menerima ganti rugi bukan berarti menjadi pembenaran untuk melakukan penggusuran dengan mengatasnamakan penertiban. “Acil bukan bagian dari kelompok SAD 113 ini,” ujarnya.

Menurut Rukaiyah, berdasarkan kesepakatan sebelumnya, seluruh warga Kelompok SAD 113 diperbolehkan tinggal dan berumah di lokasi HGU PT Asiatic Persada. “Jadi perusahaan ataupun tim terpadu tidak berhak menggusur rumah warga selama konflik lahan belum terselesaikan. Warga SAD juga sudah mengikuti pertemuan di Lembaga Adat Batanghari tiga hari yang lalu namun belum juga mencapai solusi yang dapat diterima semua pihak,” kata Rukaiyah.

Tenda dipasang di kawasan pendopo kantor gubernur. Foto: dok. Perkumpulan Hijau
Tenda dipasang di kawasan pendopo kantor gubernur. Foto: dok. Perkumpulan Hijau

Abunyani berharap agar kerusakan akibat penggusuran itu diganti rugi. “Kami minta agar Gubernur Jambi benar-benar mengecek ke lokasi. Hanya 50 persen yang datang ke sini, sisanya kocar-kacir entah ke mana. Kami jangan digusur lagi, kami manusia bukan binatang,” katanya.

Ajakan turun ke lokasi ditolak oleh Henrizal. Dia menyarankan agar persoalan ini cukup diselesaikan di tingkat Kabupaten Batanghari melalui pertemuan di Lembaga Adat Batanghari bersama Tim Terpadu.

Feri Irawan dari Perkumpulan Hijau meminta pertanggung jawaban moral atas hak hidup SAD agar dikembalikan seperti semula. “Pemerintah Provinsi Jambi sudah kehilangan nilai-nilai kemanusiaan. Mereka hanya mengedepankan persoalan prosedur sehingga solusi melalui mediasi tak pernah tercapai kata sepakat,” katanya.

Tim Terpadu, kata Feri, juga telah memperkeruh suasana dengan membikin konflik baru yaitu menggusur dan menjarah mengatasnamakan penertiban. Ajakan kami agar sama-sama turun mengecek lokasi dan menaksir berapa kerugian yang diderita warga SAD, ditolak mereka. Pihak Pemerintah justru melempar tanggung jawab kepada tim terpadu yang jelas-jelas telah melanggar hak asasi manusia,” ujar Feri.

Warga berharap ada penyelesaian yang adil setelah tempat tinggal mereka hilang digusur. Foto: dok. Perkumpulan Hijau
Warga berharap ada penyelesaian yang adil setelah tempat tinggal mereka hilang digusur. Foto: dok. Perkumpulan Hijau

Masih Mencekam

Tindakan penggusuran dilakukan sejak 7 Desember 2013 lalu. Tercatat ada 296 rumah yang telah digusur sekaligus dijarah. Di Dusun Padang Salak ada 31 rumah, Dusun Terawang 6 rumah, Pinang Tinggi 109 dan diperkirakan 150 rumah hancur dari total 600 rumah di Dusun Tanah Menang. Keempat Dusun ini berada di Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi.

Terhitung sejak 12 Desember 2013, hingga kemarin pagi (16 Desember) sekitar 500 orang warga SAD menginap di Pendopo Kantor Gubernur Jambi. Sorenya, sebagian besar memilih pulang dulu mencari pinjaman uang agar keesokan harinya bisa kembali menginap di pendopo. “Jika dalam satu-dua hari ini belum ada kejelasan, kami akan menginap berbulan-bulan dengan memasang tenda di depan rumah dinas Gubernur Jambi,” kata Feri.

“Kami sudah kehabisan uang. Kami serba bingung, mau pulang tak punya uang. Mau menginap di sini juga pas-pasan. Sebagian nekat pulang dan berusaha mencari pinjaman,” kata Abi, 25 tahun, warga SAD Pinang Tinggi kepada Mongabay Indonesia. Setiap hari Abi mengonsumsi dua hingga tiga pil bodrex agar tidak jatuh sakit.

Warga bertahan di pendopo kantor gubernur Jambi karena tak lagi memiliki tempat tinggal. Foto: dok Perkumpulan Hijau
Warga bertahan di pendopo kantor gubernur Jambi karena tak lagi memiliki tempat tinggal. Foto: dok Perkumpulan Hijau

Selama menginap di pendopo, setiap hari warga mengonsumsi lauk pauk seadanya: nasi putih plus ikan asin dan cabe. “Siapa yang masih punya uang ya iuran buat beli masak lauk pauk seadanya,” kata Erdi, 28 tahun, warga SAD Pinang Tinggi kepada Mongabay Indonesia.

Menurut Abi, situasi di lokasi penggusuran masih mencekam. Puluhan anggota TNI dan Brimob masih berkeliaran di lokasi tersebut. Warga SAD tak berani mendekat padahal sebagian besar barang-barang mereka masih tertinggal di sana. Apalagi lima hari yang lalu, salah seorang warga SAD dari Pinang Tinggi bernama Kenyol, 25 tahun dikeroyok 4 orang anggota Brimob.

Sore itu, Kenyol bermaksud mencari ayam peliharaannya Sialnya, Kenyol bertemu dengan empat orang anggota Brimob. Kenyol sempat diinterogasi. Setelah itu, dia dipukuli hingga mengalami luka memar di bagian rusuk dan punggung sebelah kanan. Kenyol berhasil kabur sambil membawa sepeda motornya. Dia menolak diajak menginap di Jambi karena takut. “Orangtuanya juga tak mengizinkan Kenyol berangkat. Alasannya, tak ada yang menjamin keselamatan Kenyol,” kata Abi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,