Balikpapan: Program Penghijauan Terkendala Jumlah Lahan Terbatas

Kota Balikpapan yang selama ini menolak pertambangan batubara, ternyata menyimpan potensi masalah lingkungan yang mengkhawatirkan. Setelah meraih  juara tiga lomba menanam pohon nasional untuk kategori kotamadya di Indonesia, kota yang terkenal dengan sebutan kota minyak ini ternyata tidak lagi memiliki lahan untuk ditanami tanaman untuk penghijauan.

Menurut Kabag Humas dan Protokol Kota Balikpapan, Sudirman DJ, selama ini lahan yang dipakai untuk area penghijauan dalam program penanaman pohon ini memang terbilang cukup statis. Selain kawasan Mangrove, kawasan Bendali menjadi tujuan utama bagi masyarakat baik Pemerintah maupun swasta untuk melakukan penanaman pohon.

Seiring waktu berjalan ternyata wilayah-wilayah tersebut sudah dipenuhi oleh berbagai tumbuhan sehingga hampir tak ada ruang kosong lagi yang bisa digunakan.”Sekarang ada persoalan yang dihadapi kita mau menanam terus tapi dari BLH terkendala pada lokasi, yang ditanam hanya itu-itu saja dan tidak ada perkembangan lokasi baru,” katanya.

Berapa kawasan kritis sebenarnya menjadi pilihan utama bagi Pemerintah Kota untuk kembali menggalakkan program penanaman pohon yang sudah berjalan sekian lama. Diantara lokasi yang sudah dibidik oleh Pemerintah Kota adalah kawasan gunung Komendur atau area didepan kawasan Balikpapan Super Block yang berbentuk seperti lereng dan sangat memerlukan penghijauan untuk menghindari terjadinya longsor.

Namun masalah lain kemudian menghadang, karena ternyata lahan-lahan yang sebenarnya sangat memerlukan penghijauan tersebut berstatus sebagai miilik pribadi, sehingga pemerintah kota tak bisa melakukan penanaman.

“Kemudian ada berapa titik lain yang harus dihijaukan contohlah seperti Komendur ada lahan kritis yang seharusnya tidak bisa ditempati oleh masyarakat itu yang jadi target pertama dan utama termasuk di bantaran sungai yang bisa mengakibatkan banjir,” katanya.

Berkaca dari hal tersebut maka ditahun 2014 nanti, pemerintah kota akan menyiapkan anggaran untuk pembebasan lahan milik masyarakat yang nantinya bisa digunakan sebagai area penghijauan. Dengan cara itu diyakini program penghijauan dan  penanaman Pemerintah Kota bisa terus jalan  sehingga efek positifnya bukan hanya masalah penghargaan semata namun untuk menghindari juga bencana yang lebih besar.

Sementara itu, pemerintah kota Balikpapan terus memberikan ijin untuk lahan perumahan dan saat ini lahan perumahan  tersisa 20 persen. Dari tahun ke tahun, kota minyak terus diserbu para pengembang untuk membangun dan menyediakan hunian layak bagi warga. Alhasil, ketersediaan lahan pun menjadi kian terbatas.

Dinas Tata Kota dan Perumahan (DTKP) Balikpapan mencatat lahan yang tersisa untuk permukiman kini tinggal 20 persen. Sisa lahan tersebut diperkirakan bisa bertahan hingga 20-30 tahun kedepan. “Lahan permukiman yang tersisa ini masih cukup luas, masih ada sekitar 20 persen. Kita prediksi ini bisa bertahan dalam jangka waktu lama sampai 30 tahun kedepan, karena lahan yang ada saja sekarang masih banyak yang belum dimanfaatkan,” ujar Kepala Bidang Perumahan DTKP Abidinsyah Idris.

Bidin–demikian ia akrab disapa–mengungkapkan, total luas lahan yang direncanakan untuk pembangunan perumahan berdasarkan izin prinsip/lokasi yang diberikan seluas 3.416,91 hektare (Ha). Luas lahan ini mencakup 4 kecamatan yakni kecamatan Balikpapan Timur, Balikpapan Utara, Balikpapan Tengah, dan Balikpapan Selatan (sudah termasuk pemekaran Kecamatan Balikpapan Kota). Izin prinsip ini diberikan sejak kurun 1982 s/d 2013

Adapun kecamatan Balikpapan Barat, tidak lagi masuk dalam rencana pembangunan perumahan baru, mengingat kawasan ini sudah dinyatakan crowded (ramai) sejak lama. “Kecamatan Barat tidak ada permohonan izin karena memang lahannya sudah tidak ada, sudah padat. Dan itu sudah berlaku sebelum 30 tahun terakhir, bahkan jauh sebelum pemekaran (Balikpapan – Penajam) daerah itu sudah padat dengan rumah swadaya, disamping juga wilayahnya memang relatif kecil,” kata Bidin.

Bidin menegaskan, pihaknya juga tetap konsisten mematuhi ketentuan yang berlaku untuk mengontrol laju pembangunan perumahan di Balikpapan. DTKP tidak akan mengeluarkan izin apabila lokasi yang diminta pengembang tidak sesuai dengan peruntukannya, seperti yang tertuang dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

“Komposisi  48 : 52 (kawasan terbangun : kawasan hijau) yang diamanatkan dalam Perda RTRW itu adalah harga mati yang tidak boleh dilanggar. Kita tidak akan mengeluarkan izin kalau perumahan itu berada di kawasan hijau atau kawasan lainnya,” jelasnya.

Di sisi lain, alur persyaratan dalam penerbitan izin juga harus sesuai standar yang berjenjang. Setelah mendapatkan izin prinsip/lokasi, para pengembang harus mengajukan siteplan yang dilengkapi dengan dokumen uji kelayakan lingkungan-uji pengelolaan lingkungan (UKL-UPL) dari Badan Lingkungan Hidup, rekomendasi analisis dampak lalu lintas (andalalin) dari Dinas Perhubungan, dan rekomendasi drainase-banjir dari Dinas Pekerjaan Umum. Jika semua persyaratan ini dipenuhi, barulah DTKP menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB).

“Kita menunggu semua rekomendasi itu, khususnya lingkungan. Satu saja syarat tidak dikantongi maka IMB-nya tidak akan terbit,” tegasnya.

DTKP juga mensyaratkan agar dalam satu kawasan perumahan yang terbangun menyediakan  40 persen ruang terbuka hijau (RTH). Meski syarat ini kerap masih banyak diabaikan oleh  pihak pengembang. Namun seiring disahkannya Perda tentang Pembangunan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) untuk Kawasan Perumahan pada tahun ini, maka Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan akan mengambil alih sebagian lahan pengembang untuk dimanfaatkan sebagai RTH dan fasilitas umum. Pengambil alihan lahan tersebut hanya dikhususkan bagi pengembang yang tidak mampu melakukan perawatan dan pemeliharaan.

Akibat pemanfaatan lahan yang salah Banjir Melanda di beberapa bagian di Kota Balikpapan. Foto: Hendar
Akibat pemanfaatan lahan yang salah Banjir Melanda di beberapa bagian di Kota Balikpapan. Foto: Hendar

50,6 Hektare Lautan Punya Sertifikat

Sebanyak 50,6 hektare kawasan lautan yang berlokasi disepanjang pesisir pantai kota Balikpapan ditenggarai telah dimikili oleh individu tertentu. Kepemilikan lahan puluhan hektare yang lokasinya berada diatas laut itupun secara resmi telah diakui oleh negara karena adanya sertifikat yang dikeluarkan langsung oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Fakta tentang hal tersebut terungkap setelah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Universitas Balikpapan (BPN) melakukan sejumlah investigasi sejak setahun kebelakang dan menemukan adanya penyimpangan yang menyalahi peraturan dan Undang-Undang tersebut.

Berdasarkan kondisi itu, Ketua LBH Uniba, Piatur Pangaribuan mengatakan akan melakukan somasi kepada dua instansi berbeda yang berkaitan dengan maslah pertanahan di Balikpapan masing-masing BPN serta Pemerintah Kota. Terutama berkaitan dengan Undang-Undang no 27 tahun 2007 tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil, terutama yang terdapat dalam pasal 17.

Dalam Undang-Undang itu disebutkan bahwa hak pengusahaan perairan pesisir diberikan dalam luasan dan wakat tertentu dan pengelolaan kawasan perairan pesisir hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu 20 tahun sebagaimana yang juga terdapat di pasal 19.

Namun yang terjadi BPN malah menerbitkan sertifikat di wilayah pesisir, padahal dengan jelas pengelolaan wilayah tersebut serta pulau-pulau kecil dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.”Tanah ini sudah dikuasai orang perorang  padahal sesuai Undang-Undang no 27 tahun 2007 tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil itu dilarang dimiliki oleh perorangan,” katanya.

Lokasi lahan yang dimiliki oleh berapa individu itu terletak mulai dari sepanjang pesisir pantai Melawai mengarah ke bagian timur, yang berdasarkan hasil insvestigasi terdiri dari 24 sertifikat.  Bahkan jumlah itu masih merupakan angka sementara karena sampai saat ini pihaknya masih terus menelusuri lagi wilayah-wilayah lain yang juga telah dikaveling oleh orang tertentu dan diterbitkan sertifikatnya.

“Ternyata begitu kita tim ivestigasi dari kepala divisi melakukan ini bekerjasama dengan intelejen akhirnya kita dapat data sudah 24 orang yang sudah sertifikat pesisir tadi yang di  melawai totalnya 50,6 hektare,” kata Patur

Berdasarkan data ini maka pihaknya mengirimkan somasi kepada BPN dan Pemerintah Kota serta mendesak kepada keduanya untuk melakukan tindakan. Pasalnya mereka dinilai telah melampaui kewenangannya sebagai aparatur negara ketika menerbitkan sertifikat ini dan menyebabkan kerugian negara.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,