Pada September 2013, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) kembali menemukan penebangan hutan alam seluas 1.500 hektar oleh PT Triomas FDI di Kabupaten Pelalawan. Penebangan hutan alam ini diduga sudah berlangsung sejak Mei 2013. Dan sekitar 1.000 hektare lagi ditebang pada Oktober 2013. Lokasi penebangan kayu alam berada di wilayah administratif desa Serapung atau berdekatan dengan kawasan hutan desa Serapung.
Tim investigator menembus belantara Pelalawan sebelum masuk ke dalam konsesi. Konsesi tanaman industri eukaliptus-akasia untuk pulp and paper, salah satunya PT Triomas FDI anak perusahaan APRIL milik Sukanto Tanoto, umumnya dijaga ketat oleh security.
Penebangan hutan alam dilalukan dalam dua tahap, ditebang menggunakan chainshawn (gergaji mesin), kemudian dilanjutkan dipindahkan menggunakan ekskavator jenis kepiting. Di lokasi penebangan tim investigator Jikalahari melihat 10 unit alat berat jenis kepiting sedang melakukan proses penebangan hutan alam, dan 5 unit alat berat jenis kepiting sedang tidak melakukan aktivitas. Tim juga menemukan 1 unit alat berat yang sedang melakukan pembersihan kanal. “Tim menemukan di areal konsesi bukaan PT. Triomas FDI merupakan hamparan gambut, juga tempat hidup harimau Sumatra,” kata Muslim Rasyid, Koordinator Jikalahari.
“Bahkan ada tegakan dan pohon ramin (Gonystylus spp) yang ditebang. Peraturan internasional (CITES dan IUCN) yang juga ditegaskan oleh SK Menhut no. 168 tahun 2001 mengatur bahwa eksploitasi pohon ramin adalah dilarang, karena masuk dalam kategori langka dan hampir punah,” kata Muslim Rasyid, Koordinator Jikalahari.
Tumpukan kayu alam usai ditebang dikumpulkan di salah satu kanal. Hamparan kawasan gambut yang sebelumnya merupakan tempat tumbuh hutan tropis, juga terlihat pohon-pohon ramin yang disisakan oleh perusahaan. “Hal ini membuktikan, sebelumnya areal ini merupakan hutan alam dalam kondisi baik, sehingga kawasan ini berpotensi untuk dilindungi,” kata Muslim Rasyid.
Triomas FDI Terlibat Korupsi Kehutanan di Riau
PT Triomas Forestry Development Indonesia terlibat melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan terpidana Tengku Azmun Jaafar (mantan Bupati Pelalawan), Asral Rahman (Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau 2004-2005), dan Burhanuddin Husin (Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau 2005-2006).
PT Triomas FDI pada tahun 2002 mengajukan izin HTI di areal kerja bekas HPH PT Triomas FDI di desa Sungai Akar, Kecamatan Kuala Lakar, Kabupaten Pelalawan seluas 9.950 ha kepada Bupati Pelalawan. Dari luas 9.950 ha dirinci menjadi: areal berhutan 9.625 ha (96,73 persen), dan areal tidak berhutan seluas 325 ha (3,27 persen) berupa semak belukar dan bekas garapan masyarakat.
Potensi kayu diameter 10 cm, rata-rata 24,09 m/ha ke atas untuk semua jenis kayu. Artinya saat mengajukan izin PT Triomas FDI menyadari areal untuk HTI seluas 9.625 dari 9.950 adalah hutan alam.
Bupati Pelalawan tetap memberi izin kepada PT Triomas FDI meski mengetahui areal untuk HTI di atas hutan alam. Lantas PT Triomas FDI mendapat izin IUPHHKHTI seluas 9.625 ha dari Bupati Pelalawan per tanggal 29 Januari 2003.
Setelah PT Triomas FDI mendapat izin IUPHHKHT di atas hutan alam, PT Triomas FDI memberi sejumlah uang kepada Bupati. Budi Surlani (ajudan Bupati) mengatakan tanggal 1 September 2004 menyetor uang Rp 250 juta dari Triomas FDI ke rekening BCA No 0340051041 an Azmun Jaafar.
Selanjutnya, untuk menebang hutan alam PT Triomas FDI mengajukan URKT dan UBKT untuk mendapatkan pengesahan RKT. Akibat IUPHHKHT dan RKT yang diterbitkan untuk PT Triomas FDI, Negara telah rugi atau PT Triomas FDI telah memperoleh keuntungan, berdasarkan putusan hakim, sebesar: Rp 26.262.944.464 (Rp 26 milyar) dalam kasus terpidana Azmun Jaafar, Rp 4.157.681.779 (Rp 4 Miliar) dalam kasus terpidana Asral Rahman dan Rp 22.262.785 (Rp 22 Miliar) dalam kasus terpidana Burhanuddin Husin.
Pengakuan Supendi alias Teng Tjuan (Direktur PT Triomas FDI) pada persidangan ketiga terpidana, hasil penebangan sebagian besar kayu alam untuk kebutuhan pengelolaan kayu di pabrik perusahaannya dan sebagian lain yang berupa kayu kecil dijual untuk kebutuhan pabrik kertas PT RAPP.
“Pemberian IUPHHKHT dan RKT HTI di atas hutan alam PT Triomas FDI adalah illegal atau non-prosedural. Kayu-kayu yang dijual PT Triomas FDI kepada PT RAPP dan pembeli lainnya juga illegal. Ada indikasi money laundering yang dilakukan oleh Triomas FDI dan PT RAPP,” kata Muslim.
SVLK Tidak Memperhatikan Aspek Korupsi
Maret 2013, PT Equality Indonesia meluluskan PT Triomas FDI dalam verifikasi Legalitas Kayu sehingga perusahaan berhak diberikan sertifikat (VLK). Sertifikasi ini berlaku hingga Maret 2016.
PT Equality menyebut “Memenuhi” kriteria P.1. (Kepastian areal dan hak pemanfaatan), K.1.1. (Areal unit manajemen hutan terletak di kawasan hutan produksi) 1.1.1. (Pemegang Izin/Hak Pengelolaan mampu menunjukkan keabsahan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK), yaitu poin a (dokumen legal terkait perizinan usaha).
Justifikasi “Memenuhi” karena mengacu pada IUPHHKHT yang diterbitkan oleh terpidana Tengku Azmun Jaafar dan Surat Dirjen BUK tahun 2011 yang menyebut bahwa IUPHHK-HA atau IUPHHKHTI yang diterbitkan oleh Bupati dan Gubernur yang belum mendapat verifikasi dikembalikan kepada pejabat penerbit izin dan dapat beroperasi dengan mengacu sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Artinya IUPHHKHT PT Triomas FDI masih mengacu pada izin yang diterbitkan oleh terpidana Azmun Jaafar. Bahkan Menhut belum memverifikasi IUPHHKHT PT Triomas FDI. Anehnya, surat Dirjen BUK mengakui bahwa IUPHHKHT belum diverifikasi namun tetap menyebut “ mengacu sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku”.
Hal ini sangat janggal. Sebab berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung atas nama Terpidana Azmun Jaafar. IUPHHKHT PT Triomas FDI terbukti memenuhi semua unsur Pasal 2 UU Tipikor, salah satu unsurnya, IUPHHKHT PT Triomas FDI yang diterbitkan terpidana Azmun Jaafar terbukti mengandung unsur “perbuatan melawan hukum” yaitu bertentangan dengan PP dan Kepmenhut yang menyebutkan bahwa IUPHHKHT di atas hutan alam adalah dilarang. Malah IUPHHKHT tersebut mengandung unsur korupsi setelah diterbitkan oleh terpidana Azmun Jaafar.
“Mengapa PT Equality tidak memperhatikan aspek bahwa IUPHHKHT PT Triomas FDI saat diterbitkan terbukti mengandung unsur korupsi? Bahkan hasil investigasi Jikalahari menemukan PT Triomas FDI masih menebang hutan alam per September 2013,” tegas Muslim.
Selain itu, “ PT Triomas FDI belum mendapat pembaharuan izin oleh Menteri Kehutanan. Izin PT Triomas FDI masih menggunakan izin dari terpidana Azmun Jaafar, Bupati Pelalawan waktu itu. Artinya IUPHHKHT PT Triomas FDI masih illegal,” jelas Muslim Rasyid, yang sepuluh tahun lebih memantau kejahatan kehutanan Riau.
“Kita minta sertifikasi dicabut. Dan mengingatkan lembaga sertifikasi agar tidak mensertifikasi perusahaan yang izinnya bermasalah. Kita minta Bupati Pelalawan agar menolak surat Menhut yang memberikan tnggung jawab atas izin bermasalah, karena bertentangan dengan wewenang dan UU yang berlaku.”