Baru 81 perusahaan ikut penilaian kinerja lingkungan dari 1.200-an yang beroperasi di Sumut.
Hasil penilaian Program Peringkat Kinerja Perusahaan (PPKP) periode 2012–2013, menunjukkan, ada 31 perusahaan di Sumatera Utara (Sumut), mendapatkan rapor buruk dalam pengelolaan lingkungan hidup. Sebanyak 30 perusahaan mendapat conteng merah dan satu hitam.
Sebagian besar perusahaan katagori merah dan hitam itu, bergerak di perkebunan sawit, pabrik, dan pertambangan. Perusahaan-perusahaan ini, dianggap tak memenuhi dan mentaati aturan soal pengelolaan lingkungan yang baik.
Data dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut, hanya ada tujuh perusahaan masuk kategori hijau, dan 43 perusahaan biru dalam pengelolaan lingkungan.
Audit dan evaluasi ini, meliputi ketaatan perusahaan terhadap peraturan lingkungan hidup, bagaimana pengolahan limbah B3, manajemen instalasi pengolahan air limbah (IPAL), dan komitmen pada pelestarian lingkungan. Selain itu, juga memonitor perusahaan menyalurkan corporate social responsibility (CSR), sebagai sebuah tanggung jawab sosial kepada masyarakat dan lingkungan.
Hidayati, Kepala BLH Badan Sumut, akhir tahun 2013, menjelaskan, penilaian PPKP 2012-2013, dimulai Agustus 2012 hingga 2 Oktober 2013. Proses penilaian secara mandiri, dengan mengirimkan hasil penilaian oleh perusahaan, dengan format yang disiapkan Kementerian Lingkungan Hidup, dan Badan Lingkungan Hidup Sumut. “Hasilnya, ternyata masih banyak perusahaan di Sumut, tak menjalankan konsep dan program mengenai lingkungan hidup, ” katanya di Medan.
Dia mengatakan, selain evaluasi, BLH juga terus mengawasi dan melakukan pembinaan. Sebab, masih banyak perusahaan belum mengindahkan dampak limbah mereka. “Sosialisasi intensif terus kami lakukan, hingga perusahaan mau melakukan program seperti saat ini.” Menurut dia, perusahaan yang dievaluasi tahun 2013, meningkat menjadi 61 dari 20 perusahaan. Jika ditotal sepanjang 2012-2013, yang diawasi 81 perusahaan.
Gatot Pujo Nugroho, Gubernur Sumur menyatakan, kerusakan lingkungan hidup andil besar dari semua pihak termasuk perusahaan. Untuk itu, perlu keterlibatan semua pihak mengatasinya.
Saat ini, di Sumut, ada lebih kurang 1.200-an perusahaan, dari berbagai bidang usaha. Namun baru 81 perusahaan yang mengikuti audit PPKP. Namun dia akan terus mendesak perusahaan sadar lingkungan hidup. “Kita ingin makin banyak perusahaan ikut audit dan evaluasi ini.”
Dika Silalahi, aktivis lingkungan dari Universitas Sisingamaraja, mengatakan, penilaian BLH Sumut ini, dianggap masih sedikit. Berdasarkan data mereka, setidaknya sepanjang 2013, ada lebih dari 98 perusahaan harus masuk kategori merah dan hitam dalam pengolahan lingkungan.
Perusahaan-perusahaan ini, melakukan perusakan lingkungan dengan membuang limbah ke alam tanpa memperhatikan dampak bagi kesehatan masyarakat sekitar. Terbanyak, limbah cair sangat berbahaya, melalui aliran sungai baik terbuka pada pagi dan siang hari, atau dibuang diam-diam pada malam dan dini hari.
Parahnya, meski sudah ada protes dari masyarakat yang terkena dampak pembuangan limbah pabrik ini, namun tidak ada tindakan dari pemerintah provinsi maupun kabupaten dan kota di Sumut.
Contoh kasus, katanya, pembuangan limbah sarung tangan di Patumbak, Kabupaten Deli Serdang. Bahan kimia sisa produksi, mengakibatkan 69 warga di sekitar lokasi keracunan, akibat mengkonsumsi air sungai yang tercemar.
Lalu, perusahaan alumunium bernama PT White Alumunium, terletak di Desa Talungkenas, Kabupaten Deli Serdang. Air sungai yang biasa digunakan warga mengairi sawah dan kebun, menyebabkan penyakit gatal-gatal.
Data dari Puskesmas, dalam dua pekan, ada 52 warga berobat akibat kaki, tangan, dan bagian wajah gatal-gatal akibat mengkonsumsi air itu. “Ini sangat mengerikan, dan perusahaan ini, tidak masuk dalam katagori merah atau hitam. Anehkan? Ada apa dengan ini? Kami ragukan perusahaan masuk katagori merah dan hitam dalam pengelolaan lingkungan!”
Di Medan, katanya, sejumlah perusahaan di Kawasan Industri Medan (KIM) I dan II, juga membuang limbah pabrik ke sungai. Namun perusahaan ini, tak masuk katagori merah dan hitam.
Di Kota Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun, di Sei Mangke, Kabupaten Padang Sidempuan, dan Kota Tanjung Balai, setidaknya puluhan perusahaan semestinya masuk katagori merah dan hitam. “Kami ragukan jumlah yang disebutkan BLH Sumut. Kami sudah sampaikan dan memberikan temuan itu, namun diabaikan.”
Dia berharap, aturan pengelolaan lingkungan dipertegas. Selama ini, kata Silalahi, hanya ada teguran tertulis. Artinya, pemerintah dan legislatif bisa membuat lagi aturan lebih tegas, misal menutup perusahaan yang terbukti melanggar.
“Jangan takut investor malas datang, karena mereka pasti menjunjung tinggi aturan jika baik dan tegas, tanpa ada unsur cari uang saku buat kepentingan pribadi atau golongan. Jika itu dilaksanakan, saya yakin, negeri ini akan terus indah tanpa dicemari limbah perusahaan merugikan rakyat, ” ujar dia.