Patronase atau praktik persekongkolan antara penguasa dengan para pemilik modal di daerah telah mendorong deforestasi hutan secara besar-besaran. Momen pilkada kemudian hanya menjadi momen konsolidasi elit lokal dengan penguasa.
Demikian benang merah dari laporan akhir tahun 2013 yang dikeluarkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) dengan mengambil contoh untuk dua kabupaten yang diteliti yaitu Kutai Barat di Kalimantan Timur dan Ketapang di Kalimantan Barat. ICW menemukan indikasi bahwa jaringan patronase di tingkat kabupaten berpusat di bupati dan para kroninya.
Momen pilkada menjadi tidak penting untuk mencari kepala daerah yang baik, melainkan momen untuk menentukan siapa patron elit berkuasa yang akan berelasi dengan pengusaha dalam periode masa jabatannya. Praktik relasi politico-business ini kemudian terjadi antara penguasa dengan pengusaha yang bersifat patronase.
Patronase Menjurus pada Suap dan Korupsi
Kabupaten yang memiliki kaya sumber daya alam cenderung mengeluarkan ijin untuk berbagai aktivitas pertambangan dan perkebunan di kawasan yang berhutan. Kenaikan harga komoditas tambang batubara dan minyak sawit di pasar internasional jelas mendorong investasi besar-besaran. Ekspansi ini membutuhkan banyak lahan, dan lahan yang lebih mudah dikonversi adalah hutan.
Bupati begitu berkuasa sehingga yang muncul adalah rent seizing (praktik mencari rente), eksekutif dapat mengontrol hampir semua seluruh suap antara birokrasi dengan pengusaha. Dalam laporan ini Bupati mengandalkan pendanaan dari pungutan dalam pengurusan perizinan alih fungsi lahan untuk mempertahankan kekuasaan.
Aspek patronase lain adalah menempatkan kroni, para kerabat bupati sebagai pemilik usaha yang kemudian diberi ijin batubara. Perusahaan yang dimiliki oleh kerabat tersebut, serta ijin yang dimilikinya, dijual ke perusahaan lain ketika bupati memerlukan dana misalnya untuk pilkada. Dalam praktik patronase, pemberian ijin tidak didasarkan kepada kompetensi perusahaan, tetapi semata-mata untuk membiayai biaya politik bupati dan kerabatnya.
Dalam penelitian ini, terlihat bagaimana praktik korupsi, misalnya di Kabupaten Ketapang, dalam alih fungsi lahan dan pemberian ijin masih berlangsung meskipun rejim telah berganti. Patronase bupati baru mengikuti patronase yang mirip dengan pemimpin lama.
Di Kabupaten Kutai Barat, bupati terpilih Ismael Thomas memiliki relasi yang sangat erat dengan para pengusaha yang membiayai kampanye politiknya. Selain dengan para pengusaha, bupati juga memelihara hubungan dan jaringan yang kuat dengan berbagai organisasi kemasyarakatan dan keolahragaan. Untuk terus mendapat dukungan bupati menempatkan kerabat dan anaknya sebagai kader yang berafiliasi dengan partai politik.
Demikian pula hal yang sama terjadi di Kabupaten Ketapang, bupati yang menjabat pada 2000-2010, Morkes Effendy diduga kerap memanfaatkan sumberdaya alam untuk mengumpulkan biaya politik, termasuk mengobral ijin pada sektor kayu, kelapa sawit dan pertambangan. Bahkan dalam beberapa perusahaan tambang, dalam akta pendiriannya tercatat nama anak bupati.
Meskipun Morkes pada Pilkada 2010 dikalahkan oleh wakilnya, Henrikus, namun praktik patronase tetap berlangsung dalam konfigurasi baru. Anak Henrikus misalnya menjadi Pejabat Unit Pengadaan Barang dan jasa di Dinas Pekerjaan Umum, termasuk menempatkan para kerabatnya dalam tender proyek pemerintah.
Perlu Peninjauan Ulang Terhadap Ijin yang Dikeluarkan
Dalam penelitian ini, ICW menyerukan agar Pemerintah segera melakukan peninjauan ulang kepada ijin yang telah dikeluarkan, terutama yang diduga menyalahi prosedur, tumpang tindih dan dengan tetap mempertimbangkan dampak sosial dan ekologi. Demikian pula memastikan tidak terjadi konflik kepentingan untuk mencegah konsesi diberikan kepada keluarga atau kroni yagn tidak memiliki kapasitas dalam mengelola perkebunan dan pertambangan.
Terkait dengan aturan yang ada yaitu PP no 10/2010 juncto PP no 60/2012 tentang alih fungsi kawasan hutan, ICW mendesak agar terdapat aturan yang mengatur tentang biaya, karena selama ini belum diatur soal besaran biaya ini yang akhirnya justru menjadi sumber dari praktik korupsi.
Citation: Menguras Bumi, Merebut Kursi: Patronase Politik-Bisnis Alih Fungsi Lahan: Studi Kasus dan Rekomendasi Kebijakan. Indonesia Corruption Watch. Desember 2013.