,

Ratusan Masyarakat Adat dan Aktivis Ikut Bertarung pada Pemilu 2014

Pemilu legislatif tinggal menghitung hari. Banyak sosok baru bermunculan memperebutkan kursi anggota wakil rakyat ini. Mulai dari ulama, pengusaha, artis, hingga masyarakat adat. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mencatat, sekitar 180 kader mereka ikut bertanding dalam pemilu 2014.

“Politik itu kan arena untuk memperjuangkan sesuatu kalau kita berbicara konteks negara.  Jadi harus banyak kader AMAN maju sebagai caleg supaya proses politik baik DPRD hingga DPR bisa efektif dalam berjuang,”  kata Abdon Nababan, Sekretaris Jenderal AMAN, akhir tahun lalu di Jakarta.

Dia mengatakan, walau sekarang ini ada 180 kader AMAN maju, dilihat dari jumlah masyarakat adat se-Indonesia masih sangat jauh.“Artinya caleg-caleg saat ini hanya awal kebangkitan semangat masyarakat adat untuk berpolitik.”

Jika masyarakat adat tak berpolitik, katanya, tak akan mengalami perubahan. Banyak kebijakan dan perundang-undangan dari gedung-gedung parlemen tak memastikan pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat.

Dari 180 orang itu, ucap Abdon, tersebar di berbagai partai. Pembekalan politik AMAN kepada mereka sudah berlangsung lama. Proses pendidikan politik hampir dalam seluruh program AMAN. “Ketika mereka masuk menjadi caleg, sebenarnya secara politik sudah dibekali. Nanti, ada kontrak politik. Ada pembicaraan apa-apa saja yang harus mereka perjuangkan saat terpilih menjadi anggota legislatif,” ujar dia.

Sebagian kader yang maju itu ada yang sudah politisi di partai. Ada juga anggota AMAN yang dilirik partai politik karena potensial. “Ada juga yang sejak awal mempersiapkan diri. Dia hanya perlu meminta persetujuan AMAN untuk dukungan pemenangan. Semua optimis. Seluruh caleg kan harus optimis menang. Kalau tidak, mereka tidak akan maju.”

Teten Masduki, pegiat anti korupsi mengatakan, selama ini oligarki memiliki logistik cukup untuk mengendalikan negara. Mereka, katanya, tidak bisa dihilangkan dari sistem demokrasi, hingga semua produk reformasi dari politik, ekonomi, hukum dan birokrasi berpeluang dilemahkan.

Melawan sistem oligarki  ini, kata Teten, perlu gerakan sosial dan mitra kuat di wilayah politik. “Sayangnya ruang politik yang terbuka lebar di era demokrasi untuk memperluas wilayah dan peran civil society tidak dimanfaatkan. Para aktivis pro demokrasi lebih memilih berada di pinggir aras politik electoral dan tersingkir dari politik.”

Saat ini, dia menilai waktu yang tepat  bagi para aktivis gerakan sosial masuk ke dunia politik. “Kita perlu orang yang bisa melakukan perubahan di arena politik,” ucap Teten.

Dia menyarankan, para caleg tak perlu mengeluarkan banyak uang dalam berkampanye, membuat spanduk dan atribut seperlunya saja. Dia menekankan para caleg lebih banyak dialog dengan masyarakat dan menyodorkan gagasan-gagasan pembaruan hak-hak masyarakat adat dan lain-lain. “Sentuh hal-hal mendasar apa diperlukan masyarakat luas. Tentu saja menghindari politik uang.”

Senada diungkapkan Idham Arsyad, anggota dewan pakar Konsorsium Pembaruan Agraria. Dia menjadi caleg karena di dalam musyawarah nasional  KPA dimandatkan membuat peta medan perjuangan gerakan organisasi ini, termasuk dalam dunia politik. Dia menjadi caleg PKB dapil Jabar V Kabupaten Bogor.

Dia bersama rekan di KPA melihat ada kekosongan aktivis dalam bursa caleg pemilu 2014 dan direkomendasikan maju. Langkah terjun ke politik, katanya, bukan tindakan prgamatis tetapi gerakan sosial yang bertansformasi ke dalam politik. “Kenapa penting? Karena hampir semua urusan kita itu salah satu bagian terpenting urusan politik. Orang-orang kehilangan tanah karena keputusan pejabat publik dalam urusan politik.”

Menurut Idham, siapa yang menguasai politik, akan menentukan nasib jutaan orang. Sayangnya, para pemilik kekuasaan itu banyak tak memiliki perspektif dalam memihak hak orang banyak. “Jadi gerakan sosial wajib bertransformasi ke gerakan politik.”

Rustam Silalahi, anggota AMAN yang menjadi caleg karena keterpanggilan jiwa. “Saya mengharapkan cita-cita masyarkat adat bisa terwujud. Saat ini, kehidupan masyarakat adat makin terpinggirkan. Banyak orang sudah tidak mengerti soal adat.”  Dia menjadi caleg PDIP dapil II Kabupaten Toba Samosir.

Berry Nahdian Furqan, aktivis lingkungan, mantan Direktur Eksekutif Walhi Nasional, juga mencalonkan diri menjadi anggota DPD dari Kalimantan Selatan (Kalsel). Menurut dia, gerakan sosial selama ini kurang membawa perubahan. Untuk itu, perlu orang dari gerakan sosial maju ke kancah perpolitikan nasional.

“Kita perlu wakil yang bisa mengakomodir masyarakat adat dan kaum marginal lain. Juga soal pengelolaan sumber daya alam yang berpihak pada kesejahteraan rakyat.  Karena itu perlu orang yang terjun di dunia politik.”

Caleg aktivis lingkungan yang akan bertarung pada pemilu 2014, Berry Nahdian Forqan (paling kiri) dan Rida Saleh (tengah) saat diskusi di Walhi. Foto: Berry N Forqan
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,