Kementerian Kehutanan menerjunkan tim investigasi ke Kebun Binatang Surabaya (KBS), untuk mencari data dan menyelidiki penyebab kematian singa Afrika jantan berusia 1,5 tahun pada Selasa 7 Januari 2013 lalu.
Diungkapkan oleh Kepala Sub Direktorat Penyidikan Wilayah I Kementerian Kehutanan, Hariono, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan memberikan perhatian serius mengenai apa yang terjadi di Kebun Binatang Surabaya.
“Kedatangan tim investigasi atas perintah Menteri Kehutanan, yang concern sekali pada peristiwa ini. Tujuan kami memang untuk mengungkap kematian singa Afrika,” kata Hariono di Kebun Binatang Surabaya, Jumat 10 Januari 2013.
Keberadaan tim investigasi itu rencananya akan berada di Surabaya selama 3 hari, untuk menggali dan mngungkap fakta dari kematian singa dan satwa lain di Kebun Binatang Surabaya, termasuk persoalan kandang yang dianggap kurang layak.
“Tim akan menggali data dan mengumpulkan keterangan mengenai apa yang terjadi di KBS, dan hasilnya belum bisa diungkapkan,” ujar Hariono yang mengaku akan berkoordinasi dengan kepolisian serta pihak terkait.
Tim Investigasi Kementerian Kehutanan juga menyempatkan meninjau kandang, tempat singa jantan bernama Michael yang mati tergantung pada kawat seling.
“Yang jelas, Kemenhut menaruh perhatian khusus terhadap kematian satwa, tidak hanya di KBS. Beberapa waktu lalu juga ada tim yang diturunkan ke Aceh untuk menyelidiki kematian gajah,” tegas Hariono yang memastikan telah memeriksa pintu kandang dan tali seling yang menjerat leher singa Afrika itu.
Aksi Solidaritas Satwa KBS
Peristiwa kematian singa jantan koleksi Kebun Binatang Surabaya yang dianggap tidak wajar, menimbulkan reaksi dari Komunitas Budaya Arek Surabaya yang melakukan aksi unjuk rasa di depan Kebun Binatang Surabaya, Jumat 10 Januari 2013.
Protes kelompok masyarakat ini mendesak pengelola Kebun Binatang Surabaya untuk menjelaskan penyebab kematian satwa langka itu secara terbuka dan transparan.
Aksi damai memprotes maraknya kematian satwa di kebun Binatang Surabaya dilakukan dengan orasi sambil membentangkan poster bernada protes, serta memainkan alat musik tabuh.
“KBS yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) harus bertanggung jawab kepada publik, karena perusahaan tersebut dibiayai oleh uang rakyat,” seru Taufik Monyong selaku Koordinator Aksi. Banyaknya satwa mati yang terus terjadi kata Taufik seperti sebuah agenda rutin yang terencana, sehingga kepolisan harus segera mengusut tuntas kasus ini.
“Kejadian ini tidak hanya sekali itu saja, namun seperti agenda rutin yang sudah direncanakan. Jika PTDS tidak mampu mengelola KBS, biar lembaga profesional saja yang mengambil alih, agar satwa dapat hidup sejahtera, dan fungsi konservasi lebih optimal,” ujar seniman Surabaya itu seraya meminta polisi bekerja profesional dan independen mengungkap kasus itu.
Komitmen Walikota Surabaya
Maraknya pemberitaan dan sorotan masyarakat serta media massa, baik nasional maupun internasional terkait kondisi Kebun Binatang Surabaya, mendapat tanggapan Walikota Surabaya Tri Rismaharini.
Risma mengatakan, polemik yang terjadi di Kebun Binatang Surabaya merupakan dampak dari konflik berkepanjangan pada masa lalu, yang mengakibatkan satwa Kebun Binatang Surabaya menjadi korban. Risma mensinyalir ada upaya untuk menjadikan pengelolaan kebun binatang tidak berhasil sehingga dapat beralih fungsi.
“Saya yakin ini ada kekuatan yang memang saya juga tidak tahu, tapi cobalah lihat niat tulus kami bahwa kami ingin memperbaiki itu (KBS). Sekali lagi bukan itu keinginan saya atau pribadi atau untuk apa, bukan. Tapi kebun binatang ini adalah kebanggaan warga Surabaya,” terang Risma kepada Mongabay Indonesia, ditemui di kediamannya di jalan Sedap Malam, Surabaya, Jumat (10/1).
Risma menegaskan dirinya meyakini kematian singa dengan cara tergantung kawat seling merupakan kematian yang tidak wajar, sehingga semua proses hukum diserahkan ke pihak kepolisian.
“Saya sepakat itu tidak wajar. Tidak mungkin orang, kalau pecinta binatang tega membunuh itu, makanya saya minta polisi menyelidiki,” lanjut Walikota perempuan pertama di Surabaya ini.
Sedikitnya 50 ekor satwa mati dalam setahun terakhir, termasuk kematian Gnu dan Singa Afrika pada tanggal 6 dan 7 Januari lalu.
Langkah perbaikan Kebun Binatang Surabaya dikatakan oleh Risma, telah dilakukan sejak Pemerintah Kota Surabaya melalui Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS), mengambil alih pengelolaan Kebun Binatang Surabaya sejak 6 bulan yang lalu. Meski demikian, upaya perbaikan tidak dapat berjalan cepat, karena rekomendasi tim audit dari Universitas Airlangga Surabaya baru diterima.
“Pembenahan kandang sudah kami lakukan, termasuk perbaikan kualitas pakan. Untuk air juga demikian,” imbuh mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya.
Peran dan fungsi vital Kebun Binatang Surabaya lanjut Risma merupakan aset berharga yang harus dipertahankan, sebagai ikon kebanggaan warga kota.
“Disitu tempat belajar, kenapa kemudian di Surabaya ini ada beberapa Universitas (ada jurusan) Kedokteran Hewan. Itu bisa tempat untuk belajar, bisa untuk tempat penelitian, bisa untuk tempat rekreasi meski pun sebetulnya sangat murah sekali, kalau dibandingkan yang ada di luar (negeri), nah kemudian bisa untuk ruang terbuka hijau,” jabar Walikota Surabaya.
Risma menegaskan bahwa keberadaan Kebun Binatang Surabaya sebagai lahan konservasi satwa dan pelestarian lingkungan, tidak dapat dialihfungsikan untuk kepentingan apapun.
“Saya atas nama Pemerintah Kota Surabaya sepakat bahwa itu (KBS) harus kembali menjadi kebun binatang kebanggaan warga Surabaya. Jadi saya berharap pak Menteri Kehutanan bisa memberikan ijin ke kami, insyaallah saya akan menjaga amanahnya,” pungkas Tri Rismaharini.