Namanya Desa Ujung Padang, Kecamatan Bakongan, Kabupaten Aceh Selatan. Sebagian kawasan ini sudah menjadi kebun sawit. Ada sisa hutan seluas lima hektar yang masih banyak sarang orangutan. Namun, habitat mereka makin terjepit. Terlebih mulai ada pembukaan lahan dan segera menjadi kebun sawit. Konflik antara orangutan dan manusia tak terelakkan. Orangutan kerab turun dan merusak kebun sawit warga.
Laporan masuk ke Unit Tanggap Konflik Manusia dan Orangutan (The Human Orangutan Conflict Response Unit/ HOCRU) pada 26 Desember 2013. HOCRU berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Taman Nasional Gunung Laluser (TNGL), Sumatran Orangutan Conservation Program (SOCP) dan Wildlife Conservation Society (WCS).
Ricko Laino Jaya, Koordinator Program HOCRU mengatakan, pengusiran orangutan dilakukan WCS bersama penduduk menggunakan petasan dan suara-suara keras lain. Namun, beberapa hari setelah itu, orangutan tetap masuk dan merusak kebun sawit beberapa warga.
Laporan kembali datang ke HOCRU. Setelah berkoordinasi, tim HOCRU berangkat dari Medan pada 4 Januari dan tiba 5 Januari 2014. Lokasi ini sisa hutan yang dikelilingi sungai. “Sebagian sudah pembukaan lahan, hingga pengusiran sebelumnya tak berhasil menjauhkan orangutan dari lokasi itu,” katanya dalam siaran keterangan tertulis yang diterima Mongabay.
Informasi dari masyarakat, ada lebih 10 orangutan di lokasi ini. Sarang cukup rapat. Kala ke lapangan, staf TNGL, BKSDA Aceh Selatan, WCS dan masyarakat menemukan dua betina dewasa, dua anak dan satu jantan dewasa.
Panut Hadisiswoyo, Direktur Orangutan Information Centre (OIC) mengatakan, orangutan di kawasan itu makin terisolir terlebih segera ada pembukaan lahan. “Kita meyakini ada lebih banyak lagi individu orangutan di area itu.”
Tim pun berdiskusi dengan masyarakat mengenai penyebab gangguan tanaman. Menurut mereka, jantan dewasa sering turun ke kebun diikuti induk dan anak. Tim gabungan memutuskan merelokasi jantan dewasa berhubung kandang dan personil tim terbatas.
Orangutan jantan ditemukan sekitar pukul 10.00. Lalu, pengiringan, baru sekitar pukul 13.00 orangutan berumur sekitar 30 tahun dan berat kurang lebih 80 kg ini berhasil diturunkan. Orangutan baru berhasil masuk kandang sekitar pukul 15.00. Gerak tim agak terhambat karena lokasi rawa. Kondisi si jantan ini agak kurus tetapi tak ada luka berarti maupun peluru.
Si orangutan yang diberi nama Jamee ini, akhirnya mendapatkan rumah baru di kawasan TNGL, berdekatan Stasiun Penelitian Suaq Balimbing. HOCRU bersama SOCP menggunakan speedboat membawa orangutan menuju lokasi pelepasliaran.