, ,

Tangkap Warga Adat Banding Agung, TNBBS dan Kapolres Kaur Dipraperadilkan

Penangkapan empat warga Adat Banding Agung di Kabupaten Kaur Bengkulu dalam operasi gabungan Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) pada 21-23 Desember 2013, dinilai cacat hukum.

Sebanyak 15 advokat yang tergabung dalam Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), mengajukan gugatan praperadilan kepada Kepala TNBBS dan Kapolres Kaur. Sidang perdana praperadilan di Pengadilan Negeri Klas II Bintuhan Kabupaten Kaur berlangsung Rabu (15/1/14).

Fitriansyah, Koordinator Tim Pembela mengatakan, praperadilan diajukan kepada Menteri Kehutanan cq Kepala Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan dan Kapolri cq Kapolres Kaur. Mereka dinilai menangkap warga sewenang-wenang dan melanggar HAM.

“Surat perintah penangkapan dikeluarkan sehari setelah penangkapan, jelas menyalahi syarat formil penangkapan sesuai Pasal 18 ayat 1 KUHAP. Kami meragukan ada bukti permulaan cukup untuk menduga seseorang melakukan tindak pidana sebagai syarat penangkapan,” katanya dalam pernyataan kepada media di Bintuhan, Rabu (15/1/14).

Tak hanya itu, selama operasi gabungan TNBBS, warga adat Banding Agung mengalami berbagai tindakan kekerasan dan intimidasi seperti pemukulan, tembakan senjata api ke udara dan rumah-rumah dibakar. “Kami merasa cukup alasan agar ada keputusan pengadilan yang menyatakan penangkapan dan penahanan itu tidak sah.”

Deftri Hamdi, Ketua Badan Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu, mengatakan, pada sidang perdana Rabu (15/1/14), sekitar 60 masyarakat dan tokoh adat Banding Agung, hadir.

Sidang lanjutan rencana Kamis (16/1/14) dengan agenda mendengarkan jawaban Kepala TNBBS dan Kapolres Kaur. Dalam sidang perdana itu, mendengarkan pembacaan surat permohonan praperadilan oleh kuasa hukum para pemohon. Beberapa materi dalam gugatan praperadilan itu antara lain, menyatakan penangkapan dan penahanan tidak sah, penyitaan semua barang empat warga tak sah. Lalu, meminta mengeluarkan empat warga adat dari tahanan sekaligus mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Mereka juga meminta merehabilitasi nama baik empat warga yang ditahan dengan permohonan maaf terbuka di media massa, sekurang-kurangnya tiga media televisi nasional, tiga media cetak nasional, tiga media cetak lokal, tiga media online, tiga radio nasional dan tiga radio lokal.

Masyarakat adat Banding Agung, katanya, tetap memastikan mereka ada dan hidup turun temurun di wilayah adat sejak lama. Berdasarkan fakta di lapangan, terdapat kuburan tua Depati Matcan Negara dusun Banding Agung leluhur mereka, peralatan-peralatan peninggalan dan terus dijaga hingga sekarang.

Tata pemerintahan adat dan aturan adat juga masih berlaku, serta diperkuat bukti-bukti berupa dokumen Surat Pemerintah Hindia Belanda melalui Kepala Kewidanaan Kaur tentang Pengangkatan Depati Dusun Banding Agung. Ada juga  tertanggal 22 Agustus 1891. Ada juga Surat Keterangan Mengusahakan Lahan adat Dusun Banding Agung (Ulu Benullah), tertanggal 5 September 1950.

Pada 21-24 Desember 2013,  tim gabungan TNBBS bersama Kapolres Kaur, mengadakan operasi dengan membakar rumah-rumah warga. Empat warga adat dari Dusun Lamo Banding Agung, ditangkap pada 23 Desember 2013. Mereka adalah Midi, Heru, Rahmat dan Suraji.

Setelah dibawa ke Kantor TNBBS karena protes pembakaran rumah warga adat Semende Banding Agung, oleh polisi hutan dalam operasi gabungan, empat warga adat ini ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat UU No 18 tahun 2012, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).

Sumber: AMAN Bengkulu
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,