, ,

Awal Tahun, Banjir-Longsor Tewaskan 137 Orang dan 1,1 Juta Jiwa Mengungsi

Bencana yang terjadi mengawali tahun 2014, sudah menelan korban jiwa ratusan orang dan menimbulkan kerugian triliuan rupiah. BNPB merasa dana yang dialokasikan buat bencana masih terlalu kecil. Sedang Walhi, mengadakan malam amal di Jakarta, guna menggalang dana bagi korban banjir di berbagai daerah.

Mengawali tahun ini, banjir dan longsor terjadi di berbagai daerah di Indonesia, dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, sampai Sulawesi. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), setidaknya ada 137 orang meninggal dunia, dan 1,1 juta jiwa mengungsi akibat bencana alam awal bulan hingga pertengahan Januari 2014 ini.

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, mengatakan, ancaman banjir dan longsor terus berlanjut hingga Maret 2014, dan diprediksi terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia. “Ini sesuai pola curah hujan di Indonesia, dimana puncak hujan berlangsung sejak Januari hingga Maret 2014, kecuali di Maluku dan Halmahera, puncak pada Juni hingga Juli 2014,” katanya.

Selama Januari 2014, data sementara BNPB, terjadi 182 kali bencana hidrometeorologi, seperti banjir, longsor, dan puting beliung menyebabkan 137 orang tewas, 1,1 juta jiwa mengungsi dan menjadi korban dampak becana alam.

Ada 1.234 rumah rusak berat, 273 rusak sedang, 2.586 rumah rusak rigan, serta kerusakan infrastruktur, lahan pertanian dan lain-lain. Sebagian besar korban tewas akibat longsor seperti di Kudus, Manado, Kota Tomohon, dan Jombang. “Dampak ekonomi tentu besar. Data sementara kerugian dan kerusakan akibat banjir bandang di Sulut Rp1,87 triliun, banjir Jakarta dan Pantura mencapai puluhan triliun rupiah.”

Rata-rata kerugian dan kerusakan bencana di Indonesia sekitar Rp30 triliun di luar bencana besar. Sedang anggaran penanggulangan bencana sangat kecil. Terlebih lagi, alokasi anggaran di BPBD, masih sangat kecil.

Dia mencontohkan, BPBD Jakarta, anggaran 2014 hanya Rp40 miliar dari APBD Rp72 triliun. Di BPBD Pakpak Barat, Sumut, hanya Rp400 juta dari APBD Rp700 miliar. Rata-rata nasional alokasi BPBD hanya lebih kecil dari 0,1 persen dari APBD. “Tentu ini berpengaruh pada penanggulangan bencana di daerahnya.” 

Untuk banjir di Jawa Tengah, data 26 Januari 2014, di Kabupaten Kudus, pengungsi 13.909 jiwa tersebar di 49 titik. Longsor di Kudus di Perbukitan Dukuh Kembangan, Desa Menawan, Kecamatan Gebog menyebabkan 12 org tewas, dua orang  masih dalam pencarian, enam rumah rusak berat.

Di Kabupaten Jepara, pengungsi 32.581 jiwa, di Kabupaten Demak, pengungsi tinggal 5.198 jiwa di enam desa. Banyak pengungsi sudah kembali ke rumah. Untuk banjir di Kabupaten Pati, pengungsi 14.559 jiwa atau 3.981 keluarga.

Sumut Dikepung Banjir dan Longsor

Banjir dan longsor kembali terjadi di delapan wilayah kabupaten dan kota di Sumatera Utara (Sumut), sepanjang Senin –Selasa (27-28/1/14).  Untuk banjir, terjadi di Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Serdang Bedagai, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Asahan, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Barat. Sedangkan longsor di Kabupaten Nias.

Data tim SAR Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Sumut, menyebutkan, banjir terparah di Kabupaten Asahan, dimana air bercampur lumpur dan sisa glondongan kayu, mengalir di aliran Sungai Buntu Pane, Sei Silau Timur, Kabupaten Asahan. Sedikitnya ada 500 warga mengungsi, sebagian ke rumah saudara. Hingga Selasa sore, ketinggian air mencapai satu meter.

Hutan Batang Toru, di Tapanuli Selatan yang tergerus karena perusahaan tambang beroperasi. Hilangnya tutupan hutan di berbagai daerah di Sumut, diduga kuat sebagai penyebab bencana ekologis, seperti banjir dan longsor. Foto: Ayat S Karokaro
Hutan Batang Toru, di Tapanuli Selatan yang tergerus karena perusahaan tambang beroperasi. Hilangnya tutupan hutan di berbagai daerah di Sumut, diduga kuat sebagai penyebab bencana ekologis, seperti banjir dan longsor. Foto: Ayat S Karokaro

Tim Arung Jeram kelompok Mapala Sumut, menurunkan dua perahu karet ke kabupaten ini, membantu evakuasi warga yang terjebak banjir. Mereka juga membawa logisitk dan tim kesehatan medis, dari sejumlah kampus di Medan, dan Kabupaten Asahan.

Sedangkan longsor di Kabupaten Nias, menyebabkan arus keluar masuk dari daerah Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan, sempat terputus selama enam jam. Alat berat milik pemerintah daerah, diturunkan mengeruk material penutup jalan.

“Ada dua tim di Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Di dua daerah itu, ketinggian air sudah 50 centimeter. Terparah di Asahan, ” kata Yuka Wiyanti, anggota tim SAR dari Mapala Universitas Medan Area.

Menurut dia, banjir dan longsor ini terjadi karena hutan rusak di sejumlah wilayah. “Kita mengecam sikap pemerintah yang terus memberikan izin HTI terhadap perusahaan yang menghancurkan hutan di Sumut, mengakibatkan banjir dan tanah longsor.”

Wakil Gubernur Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi, mengajak seluruh masyarakat Sumut siaga bencana. “Itu bukan hanya tugas gubernur atau wakil gubernur, tapi kewajiban kita semua saling membantu dan meringankan beban. Saya mengajak seluruh masyarakat Sumut, siaga bencana. Artinya, bila bencana datang semua bisa saling bantu mengatasi.”

Erry mengakui, bencana alam banjir karena penebangan hutan, pembuangan sampah sembarangan, dan pemanfaatan daerah aliran sungai yang tidak sesuai.

Walhi dan Para Musisi Galang Dana Bencana

Sementara itu di Jakarta, beberapa musisi ibu kota dan aktivis Walhi menggelar malam penggalangan dana solidaritas bagi korban bencana ekologis yang menimpa beberapa wilayah di Indonesia. Acara bertajuk “Satu Hati Untuk Indonesia” itu digelar Kamis (30/1/14) di Basement Cafe, Swiss-Bell Hotel Kemang.

“Malam solidaritas ini bagian dari aksi sesuai kapasitas kami sebagai musisi. Kami melihat selama ini Walhi konsisten menyuarakan isu lingkungan dan merespon kejadian bencana,”  kata Toni, personil Bunga Band, di Jakarta, Rabu (29/1/14).

Toni mengatakan, antusiasme musisi ikut terlibat dalam acara  ini sangat tinggi. Selain Bunga Band, beberapa grup band ikut serta. Ada One Night in Alcatraz, Jalang, pinnosound, Choki “Netral”, OMNI, D’Jenk, Didit Saad&Morris Orah dan lain-lain.

“Ini murni amal. Kami ikut bantu mengumpulkan dana. Persiapan untuk mengumpulkan musisi yang mau ikut terlibat sekitar seminggu. Semoga setelah acara ini akan banyak musisi lain terlibat mengkampanyekan kepada banyak orang tentang pentingnya kebersamaan dan saling membantu.”

Khalisah Khalid, Kepala Departemen dan Jaringan PSD Walhi Nasional mengatakan, bencana ekologis di Indonesia terus terulang dan memakan korban sangat banyak. Solidaritas antarwarga menjadi ikatan di tengah resspon pemerintah yang seringkali lamban atau bahkan tidak hadir di tengah korban.

“Solidaritas warga sebenarnya sudah muncul. Hanya tinggal didorong agar masyarakat tidak berhenti sebatas memberi bantuan saat bencana ekologis terjadi. Kita harus mendorong masyrakat sadar dan peduli menjaga lingkungan.”

Khalisah mengatakan, dalam penggalangan dana ini, Walhi tidak menargetkan nominal. Yang terpenting, penyadaran masyarakat agar peduli lingkungan.“Dana yang terkumpul akan disalurkan ke beberapa daerah yang sedang diterjang bencana ekologis seperti Manado, Jakarta, Sulawesi dan lain-lain.”

Menurut dia, tempat konser menampung sekitar 300 orang dan yang hadir membayar tiket masuk Rp35 ribu. “Itu sudah termasuk soft drink dan donasi ke Walhi Rp!5 ribu. Kita juga buka booth informasi agar yang datang bisa mendapat banyak pengetahuan soal bencana ekologis,” kata Ika Septya, Manager Penggalangan Sumber Daya Walhi, Ika Septya.

Dalam kesempatan sama, Edo Rahman, aktivis Walhi Sulawesi Utara mengatakan, dampak banjir di Manado, makin meluas. Wilayah terparah terkena dampak banjir Manado ada di Kelurahan Dendengan Dalam, Sario dan Malende. Di tiga wilayah itu ketinggian air rata dengan platfon rumah warga. Di sana, Walhi membuat posko bersama Forum Komunikasi Pecinta Alam.

Heru Kundhimiarso, Kepala Departemen Advokasi Walhi Jakarta mengatakan, banjir di Jakarta sebagai agenda tahunan. Meski banjir mulai surut, tapi banyak warga mengungsi.  Tercatat tujuh Kecamatan di 15 kelurahan, 51 RW, 186 RT masih terendam. Sedangkan 9.368 jiwa masih mengungsi di 26 titik pengungsian.

Walhi Jakarta membangun lima posko tersebar di Penjaringan, Mustopo, Cawang, Pluit, dan Tebet. Tercatat sejak awal banjir, ada 150 orang mengungsi di kantor Walhi Jakarta. Saat ini, tersisa 97 orang. “Saat ini dibutuhkan logistik makanan, terutama untuk bayi dan anak-anak seperti susu. Kita sangat kesulitan karena sudah tak dapat pasokan makanan dari kelurahan. Warga yang mengungsi di kami makan apa adanya. Kadang makan mie instan,”  ucap Heru. Laporan dari Medan dan Jakarta

Jika ingin melihat peta lebih besar, bisa diklik di sini
Jika ingin melihat peta lebih besar, bisa diklik di sini
Jika ingin melihat peta lebih besar, bisa diklik di sini
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,