“Jangan beli satwa liar.” “Stop perdagangan satwa.” Begitu antara lain bunyi spanduk dan poster para aktivis ProFauna, kala memperingati Hari Primata Indonesia yang jatuh tiap 30 Januari, di depan Istana Negara Grahadi dan Kebun Binatang Surabaya (KBS), Kamis, (30/1/14). Dalam aksi itu, ProFauna menyerukan penghentian perdagangan primata yang banyak terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Aksi ProFauna digelar di berbagai daerah, termasuk di Surabaya, dengan membentang spanduk dan poster. Rony Irawanto, Koordinator Supporter ProFauna Indonesia Chapter Surabaya, mengatakan, perdagangan ilegal menjadi ancaman serius kelestarian satwa ini, selain kerusakan habitat.
“Lebih dari 95 persen primata yang diperdagangkan hasil tangkapan dari alam. Pemerintah kurang serius mencegah perburuan satwa yang diatur dalam UU,” katanya, saat aksi di Surabaya.
Proses penangkapan satwa liar, seringkali mengakibatkan mati saat pengangkutan dan penjualan.“Ada banyak primata mati dalam proses perdagangan, seperti kukang dicabut gigi taring oleh pemburu saat dijual.”
ProFauna Indonesia mencatat, sedikitnya 40 kasus perdagangan kukang melalui internet atau online. Untuk itu, ProFauna mendesak Kementerian Kehutanan dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), lebih serius menangani perdagangan satwa liar khusus primata dilindungi.
Aksi ProFauna di depan KBS, katanya, ingin mengajak masyarakat terlibat dalam pelestarian primata, salah satu dengan tak membeli primata sebagai hewan peliharaan di rumah.
Indonesia, memiliki jumlah primata terbesar di dunia, dari sekitar 200 jenis, 40 ada di sini. Badan konservasi internasional, IUCN, menerbitkan daftar 25 primata paling terancam punah, dari jumlah itu empat primata asli Indonesia. Empat jenis itu orangutan Sumatera (Pongo abelis), tarsius siau (Tarsius tumpara), kukang Jawa (Nycticebus javanicus), dan simakuba (Simias cocolor). “Itu semua akan punah dari alam bila tidak ada upaya nyata untuk menyelamatkan,” ucap Rudy.
Doa Keselamatan Satwa KBS
Di depan KBS, Centre for Orangutan Protection (COP) berkostum kera dan tokoh pewayangan, menyerukan pentingnya kelestarian dan keselamatan satwa, khusus di dalam lembaga konservasi.
Mereka memanjatkan doa dengan membawa sesaji dan dupa. Aksi meruwat ini dilakukan dengan harapan satwa di KBS tak ada lagi yang mati tak wajar. ” COP mendukung langkah Pemkot Surabaya mengambil alih manajemen KBS. Kami berharap pemkot dapat bekerja cepat menyelamatkan satwa di KBS,” kata Daniek Hendarto, aktivis COP saat aksi, Kamis (30/1/24).
Daniek mengatakan, kematian satwa beruntun di KBS, menjadi tantangan pemkot sebagai pengelola baru. Salah satu tindakan penting, adalah perombakan manajemen yang selama ini diduga terlibat konflik, hingga satwa menjadi korban.
COP akan mendorong perbaikan tata kelola satwa di KBS, termasuk penyaluran satwa ke pusat rehabilitasi, sebelum dilepasliarkan ke alam. Jadi, jangan sampai terjadi kelebihan satwa di dalam KBS. ”Langkah ini akan menjadi bukti nyata bahwa kebun binatang bisa memiliki peran dalam upaya konservasi In Situ (di habitatnya). Ini akan menjadi pertama di Indonesia jika bisa dilaksanakan.”
Daniek berharap, dalam memperbaiki kondisi KBS, pemkot bersama Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS), mau terbuka bagi siapa saja yang memiliki ide dan gagasan demi kesejahteraan satwa. “Kami berharap manajemen baru bersedia menghapuskan sirkus orangutan di KBS. Karena sirkus bentuk edukasi keliru kepada pengunjung.”