, ,

UKP4 Minta Perusahaan Alokasikan Kawasan Buat Orang Rimba

Kuntoro Mangkusubroto, Ketua Tim Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), akan meminta perusahaan-perusahaan besar macam kelompok bisnis Sinarmas Group dan Astra Group menyisihkan konsensi buat kawasan hidup Orang Rimba.

Pernyataan ini terungkap dalam dialog terbuka di Warsi Institute di Sebapo, Muaro Jambi pada 30 Januari 2014. Hadir pada pertemuan itu para perwakilan Orang Rimba, warga desa, masyarakat adat dari Merangin, Sarolangun, Bungo, Kerinci, dan Sumatra Barat (Sumbar).

Syargawi, Orang Rimba dari Pamenang, Kabupaten Merangin mengeluhkan, kelompoknya sebanyak 21 keluarga selama ini hanya mampu bikin sudung –pondok kecil, kini terbuat dari plastik atau terpal – di kebun-kebun sawit milik warga desa. Paling lama satu hingga dua minggu, setelah terusir dan berpindah-pindah, namun hanya berputar-putar di sekitar Kecamatan Pamenang.

“Saya hanyalah pemulung. Seringkali kegiatan memulung kami dicurigai. Karung kami kadang dibongkar, dikira mencuri barang-barang orang desa,” kata Syargawi.

Syargawi adalah abang kandung mendiang Saleh, seorang korban konflik antara Orang Rimba dan Orang Melayu pada 10 September 2011. Konflik itu bermula ketika seorang anak Rimba bernama Suhar dengan bersepeda motor sambil membawa jengkol bermaksud melewati jembatan gantung. Jembatan itu kecil. Saking kecilnya, dari kedua arah tidak bisa saling berpapasan. Tiba-tiba dia terjatuh. Dia marah dan menuduh orang dusun yang datang dari arah berlawanan sengaja menggoyang jembatan hingga terjatuh.

Lantas mereka berdua terlibat adu mulut. Tak diketahui pasti siapa nama orang desa yang terlibat adu mulut dengan Suhar. Di dekat jembatan itu terdapat sebuah warung kopi, tempat nongkrong orang-orang desa. Melihat itu, orang-orang berdatangan. Suhar menelepon ayahnya, Sabar dan pamannya, Saleh. Keduanya mengajak Thamrin dan langsung menuju lokasi kejadian.

Sesampainya di sana, mereka bertiga tidak menemukan Suhar. Yang ada hanya motor yang tengah dikerumuni puluhan warga desa. Mereka kira, Suhar sudah dikeroyok warga desa. Di sinilah salah paham dimulai. Puluhan warga desa langsung mengeroyok mereka bertiga. Saleh tewas di tempat. Thamrin selamat karena begitu dipukuli, langsung terkapar dan disangka sudah tewas hingga dibiarkan. Sabar meninggal sesampainya di RSUD Abunjani, Bangko.

Sial menimpa Debut yang hendak berburu babi ke Hitam Ulu melewati jembatan itu karena menenteng kecepek. Dia yang tak tahu menahu permasalahan langsung diseret dan dikeroyok warga desa karena dikira hendak menyerang warga. Debut selamat, namun pasca kejadian itu mengalami gangguan jiwa. “Tidak lebih dari 10 menit berbicara dengan dia. Selebihnya ngawur,” kata Nano.

Nano, salah satu orang yang dipercaya kelompok Syargawi ketika berkonflik dengan orang luar. Nano punya nama lengkap Wiyono Saputra. Sejak 1982, Nano menjadi anak angkat mendiang Bapak Rincan, paman Syargawi.

Sumber: Warsi
Sumber: Warsi

Menurut Robert Aritonang dari Warsi, berdasarkan catatan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, sejak 1997, terjadi enam kasus konflik Orang Rimba dengan warga yang menyebabkan 14 nyawa Orang Rimba melayang. Dari enam kasus ini, hanya satu yang masuk ke pengadilan dan pelaku dijatuhi hukuman mati. Selebihnya, kasus pembunuhan Orang Rimba cenderung dibiarkan aparat keamanan. Padahal, ini tindakan kriminal.

Bahkan, kata Aritonang, ada Orang Rimba tewas dituduh mencuri petai. Pada pertengahan Maret 2007, Orang Rimba bernama Lando tewas dibunuh karena dituduh mencuri petai. Pelaku adalah Judi, warga Desa Tanjung Gedang, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin.

Orang Rimba tak mengenal kepemilikan pribadi. Tanaman apapun bisa diambil sesuka hati mereka. Saat itu, Lando bersama kedua rekan: Samad dan Tahan mengambil petai di kebun karet milik warga. Tak jelas siapa pemiliknya. Mereka berhasil mendapatkan sekitar 40 kilogram petai.

Setelah itu, mereka kembali menemukan petai di kebun lain. Tindakan mereka kepergok Judi. Menurut Judi, petai ini dari kebunnya. Mereka terlibat adu mulut. Judi pulang ke rumah mengambil kecepek dan menyusul mereka bertiga. Di sebuah persimpangan jalan, mereka berpapasan kembali. Judi langsung menembak Lando, tepat kena dada sebelah kiri hingga tewas seketika. Kasus ini hanya berujung damai. Nyawa Lando diganti rugi uang tunai Rp25 juta.

Indok (ibu) Nurbaiti mengeluhkan bersama kelompoknya 27 keluarga yang tinggal di sepanjang PT Kresna Duta Agroindo, anak usaha Sinarmas Group dan PT Jambi Agro Wijaya, perkebunan sawit di Kecamatan Air Hitam dan Pauh, Kabupaten Sarolangun.

Nurbaiti mengatakan, PT Malaka Agro Perkasa (MAP) banyak menyerobot kawasan mereka hingga Orang Rimba tersingkir. “Kami minta perlindungan kehidupan buat anak cucu. Mereka sembarang bae (saja) mengusir kami.”

Sejak 2009, empat perusahaan anak Group Harum milik Kiki Barki dan Dwiyanto yaitu MAP, PT Sawit Harum Makmur (SHM), PT Citra Sawit Harum (CSH), dan PT Sawit Harum Lestari (SHL) mendapat konsesi perkebunan dan HTI cukup luas di Kabupaten Bungo.

Majalah Forbes pernah merilis daftar 40 orang terkaya di Indonesia pada 2010. Di antara daftar orang terkaya itu terdapat tujuh pendatang baru, salah satu Kiki Barki pada peringkat 11, satu tingkat di bawah Aburizal Bakrie.

Lain lagi dengan Tumenggung Grib, pemimpin Orang Rimba yang tinggal di kawan Taman Nasional Bukit Dua Belas. Dia berharap kawasan hutan mereka yang tersisa dapat terjaga. “Harapan kami hanya tersisa di Bukit Dua Belas. Itupun kawasan kami makin sempit. Kami butuh dukungan agar kawasan kami tetap terjaga,” kata Grib. Jumlah Orang Rimba di kawasan taman nasional seluas 60.500 hektar itu sekitar 760 keluarga atau 1.650 jiwa.

Sumber: Warsi
Sumber: Warsi

Kuntoro menyimpulkan isunya kawasan hidup bukan lahan. “Kita berhadapan dengan siapa? Perkebunan besar? Indentifikasi satu persatu! Dari situ saya akan bicara dengan perusahaan-perusahaan itu. Saya perlu ada lima atau enam kasus kebun-kebun besar,” katanya.

Dia meminta Warsi mengindentifikasi berapa keluarga, video testimoni, latar belakang dan cerita Orang Rimba hingga punya argumentasi kuat mengangkat permasalahan itu. “Saya kira strategi jangka pendek mengindentifikasi semua persoalan. Ini variasi satu dua keluarga hingga ratusan keluarga. Ada yang berhadapan dengan perusahaan, sesama masyarakat, serta taman nasional. Variannya macam-macam.”

Persoalan lain, kawasan hidup di taman nasional makin sempit. Soal ini perlu resolusi Undang-undang. Lantas persoalan lagi dengan perusahaan kecil. “Ini beda lagi pendekatan. Nanti kita pikirkan caranya,” kata Kuntoro.

Dia berharap, Warsi mengupayakan tranformasi budaya Orang Rimba dari pemburu dan pengumpul menjadi petani. Dia gembira karena di Jambi menemukan dua kombinasi yang jarang ditemui. Pertama, pemerintah sangat mendukung, tidak hanya teknis bahkan spirit. Kedua, ada LSM macam Warsi yang sudah bekerja selama 30 tahun. “Ini kombinasi jarang ditemui di mana-mana. Jadi jika masih ada masalah di sana-sini, saya kira wajar-wajar saja. Tetapi karena dua kombinasi ini, saya kira bisa kita pecahkan. Ini yang buat saya gembira dan ini yang membuat saya optimis,” kata Kuntoro.

Havis Husaini, Asisten II Pemerintah Jambi, mengatakan, Pemerintah Jambi sudah mengusulkan ke pemerintah pusat mengubah rencana kerja lima tahun (RKL) PT Mugitriman dan MAP.

Havis mencontohkan PT Wira Karya Sakti di Lubuk Madrasah, Kabupaten Tebo, sudah mengalokasikan 80 hektar. Lahan seluas 60 hektar buat kawasan hutan. “Kami berharap ditanami rotan manau. Sisanya 20 hektar untuk tempat tinggal,” kata Havis.

Rakhmat Hidayat Direktur Eksekutif KKI Warsi, mengatakan, luasan hutan di Jambi terus berkurang. Dari 1982 seluas 4,2 juta hektar, lalu lima tahun kemudian menjadi 2,9 juta hektar, kini tersisa 2,1 juta hektar. Dari total hutan ini hutan desa hanya seluas 52.754 hektar atau sekitar 4,13 persen.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,