Ibis Karau, Burung Langka Lahan Basah Indonesia

Lahan basah di dunia, memiliki fungsi sangat penting bagi keseimbangan ekosistem di Bumi ini. Lahan basah di Indonesia, tidak hanya bermanfaat bagi manusia, seperti misalnya mangrove dan terumbu karang di perairan, karena menekan resiko abrasi air laut yang membawa bencana masuknya resapan air laut ke wilayah pertanian serta mengakibatkan sumber air sumur penduduk menjadi asin. Lahan basah juga berfungsi ekologi menahan sedimen darat yang dapat mencemari air laut.

Setiap tahun, tanggal 2 Februari diperingati sebagai Hari Lahan Basah Sedunia, atau International Wetlands Day, mengingat pentingnya fungsi ekologis lahan basah bagi manusia dan sejumlah spesies di dunia.

Selain bermanfaat bagi manusia, lahan basah juga merupakan haitat bagi sejumlah spesies yang kini langka dan terancam punah. Seperti misalnya burung ibis karau (Pseudibis davisoni) yang di Indonesia hanya bisa ditemi di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur.

Jumlah populasi ibis karau saat ini diperkirakan hanya tersisa 650 individu saja di alam bebas. Badan Konservasi Dunia IUCN (International Union for Conservation of Nature) menetapkan status spesies ini sebagai salah satu satwa yang Kritis (Critically Endangered), dimana hal ini merupakan satu langkah menuju kepunahan. Pemerintah Indonesia sendiri melalui Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999 tentang pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa menetapkan statusnya sebagai satwa dilindungi. Ibis karau masuk dalam Suku Threskiornithidae. Suku ini mempunyai kekerabatan dengan bangau, hanya saja badannya lebih kecil dan paruhnya lebih sesuai untuk menusuk lumpur ketimbang mangsa.

Jihad, Bird Conservation Officer Burung Indonesia melalui rilis media mereka menjelaskan bahwa ibis karau memiliki kebiasaan seperti ibis rokoroko (Plegadis falcinellus) yaitu hidup dalam kelompok kecil serta suka menusuk lumpur dengan paruhnya. Hanya saja, ibis karau lebih suka tinggal di hutan rawa dan di aliran air berhutan.

Profesor Johan Iskandar, Guru Besar Etnobiologi Universitas Padjadjaran (Unpad), memaparkan bahwa berdasarkan catatan Smythies dalam The Birds of Borneo (1981), ibis karau pernah tercatat di Sungai Barito tahun 1836 dan Long Iram, hulu sungai Mahakam tahun 1912. Bukan kebetulan, bila Guy Mountfort & Norman Arlott dalam buku Rare Birds of the World (1988) menyatakan jenis ini sebagai salah satu jenis burung langka di dunia.

Menurut Johan, kehadiran burung air di lahan basah sangatlah penting. Ragam jenis burung air yang datang di lahan basah pesisir dan lautan atau lahan basah buatan merupakan indikator alami kualitas lingkungan. “Kehadiran burung air ini ada kaitannya dengan aneka pakan di habitat tersebut,” tutur Johan.

Indonesia, menurut catatan Wetlands International memiliki 380 jenis burung air yang mendiami berbagai wilayah pesisir di tanah air. Sementara menurut Burung Indonesia, tak kurang dari 49 lokasi di Indonesia merupakan lokasi yang berpotensi menjadi wilayah singgahan burung air dunia yang melakukan migrasi.

Untuk memperingati Hari Lahan Basah Sedunia tahun ini, Mongabay-Indonesia bersama Burung Indonesia memberikan anda kesempatan untuk menikmati ilustrasi burung langka ini selama sebulan penuh, silakan klik di link ini, untuk mendapatkan kalender desktop burung ibis karau.

FEB_1280_800_CAL

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,