Perkebunan HTI Terbakar, Kabut Asap Kembali Landa Riau

Kabut asap kembali melanda Riau akhir Januari 2014 silam. Sehari setelah kebakaran melanda PT National Sago Prima di Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kepulauan Meranti, pada 31 Januari 2013 Even Sembiring dan Taufik dari Walhi Riau bersama warga Desa Sungai Tohor Abdul Manan, Amrul, Taufik, Iyet dan Zamhuri mendatangi lokasi kebakaran di blok K 26 di dalam areal konsesi hutan tanaman industri sagu PT National Sago Prima milik Sampoerna Agro grup.

“Saya berada di tengah lahan yang terbakar jaraknya sekitar setengah meter dari tempat saya berdiri,” kata Even Sembiring. “Lantas saya ke pemukiman warga Desa Kepau Baru, jarak api kurang dari 10 meter ke pemukiman warga,” lanjut Even Sembiring, Deputi Direktur Walhi Riau. “Kami bantu memadamkan api dengan air menggunakan ember dan peralatan seadanya.”

Dua hari berada di sana, api masih membesar dan terus menyebar ke areal kebun dan perumahan warga di Desa Kepau Baru. “Areal konsesi HTI Sagu PT. National Sago Prima terbakar luas hingga melanda perkebunan sagu masyarakat Desa Kepau,” kata Riko Kurniawan, Direktur Walhi Riau.

Areal HTI terbakar sepanjang Januari-Februari 2014. Sumber: Jikalahari
Areal HTI terbakar sepanjang Januari-Februari 2014. Sumber: Jikalahari

Kebakaran di areal HTI PT National Sago Prima bermula pada satu titik kecil di blok K 26 pada Kamis 31 Januari 2014 sekitar pukul 19.30. “Kebakaran ini gagal dipadamkan karena kelalaian pihak perusahaan yang mempunyai areal konsesi seluas 21 ribu hektar tidak mempunyai peralatan memadai guna memadamkan api yang membara,” kata Riko Kurniawan, Direktur Eksekutif Walhi Riau.

Pantauan di lapangan, PT National Sago Prima hanya mempunya pompa air pemadam api sebanyak tiga unit, yang dapat beroperasi hanya satu unit. “Dengan areal konsesi seluas itu, jelas kelalaian ini merupakan kelalaian yang terstruktur yang mengakibatkan api membesar dan melahap 500 Ha lebih pohon sagu,” kata Riko Kurniawan.

Kondisi angin yang kencang dari arah Pulau Rangsang, api cepat menyebar ke perkebunan sagu milik masyarakat. Pada Sabtu, 1 Febuari 2014  sekitar pukul 13.30, kurang dari sepuluh meter jarak api telah menyebar ke pemukimam menyatu dengan kebun sagu warga. Warga berkonsenterasi menyelamatkan pemukiman mereka. “Adapun hingga sore kemarin api dari areal PT National Sago Prima telah melahap lebih dari 250 hektar perkebunan sagu rakyat,” kata Abdul Manan, warga Desa Sungai Tohor yang membantu pemadaman api di Desa Kepau Baru. Desa Sungai Tohor bertetangga dengan desa Kepau Baru.

“Sistem budidaya sagu PT. NSP yang mempergunakan sistem kanalisasi juga turut menjadi penyebab cepat menjalarnya api di areal konsesi PT. NSP ke perkebunan masyarakat,” kata Riko Kurniawan. Kebakaran di areal PT National Sago Prima tiap tahun terjadi. “Tahun ini merupakan kebakaran terbesar selama perusahaan ini beroperasi,” kata Abdul Manan.

Peta Sebaran HotSpot Riau 1 Jan-1 Feb 2014. Sumber: Jikalahari
Peta Sebaran HotSpot Riau 1 Jan-1 Feb 2014. Sumber: Jikalahari

“PT National Sago Prima sama sekali tidak memberikan bantuan masker dan kesehatan terhadap masyarakat. Setelah kebakaran berjalan hampir tiga hari PT National Sago Prima sama sekali belum memberikan bantuan medis kepada masyarakat,” kata Abdul Manan.

Terbakarnya tanaman sagu masyarakat desa ini menghilangkan sumber pencaharian yang bertumpu dari pembudidayaan sagu. “Bukan sekedar gagal panen, tetapi kebakaran ini mengancam tidak dapat diolahnya lahan masyarakat yang berada di rawa gambut,” kata Riko Kurniawan.

Sebab, menurut Riko Kurniawan, bila dilakukan penanaman ulang pohon sagu butuh empat tahun sebelum panen. Bencana ekologis tentunya menyebabkan kerugian yang sangat besar terhadap masyarakat yang mempunyai keterbatasan modal.

“Kami menuntut PT. NSP memberikan ganti rugi sesuai hitungan ekonomis kerugian jangka panjang masyarakat,” kata Riko Kurniawan.

Kebakaran yang terjadi di PT National Sagu Prima, menunjukkan,”Padahal Riau baru saja terbebas dari kabut asap sejak September 2013 lalu, awal tahun 2014 ini Riau kembali dilanda fenomena kabut asap,” kata Muslim Rasyid, Koordinator Jikalahari.

Selain hutan tanaman industri berbasis sagu PT Nasional Sagu Prima terbakar, titik api sepanjang 1 Januari-1 Februari 2014 berdasarkan citra lansat Jikalahari menyebut 87 dari 394 hotspot terjadi di areal konsesi hutan tanaman industri berbasis akasia-eukaliptus.

Tahun sebelumnya, titik api ditemukan di kawasan hutan dan non kawasan hutan sepanjang tahun 2013. Total Hospot sepanjang tahun 2013 sebanyak 15.059 titik hotspot.

Karyawan PT National Sagu Prima memadamkan api menggunakan pompa air. Foto: Walhi Riau
Karyawan PT National Sagu Prima memadamkan api menggunakan pompa air. Foto: Walhi Riau

Dengan rincian sebagai berikut: total Hotspot terjadi di areal Perkebunan sawit perusahaan (HGU) 805 titik api dengan total 62 perusahaan. Kebun sawit milik warga atau di luar perusahaann (di luar konsesi HGU) total titik api 14.254. Tititk Hospot di areal IUPHHK Hutan Alam ditemukan total 557 titik api. Sebanyak 4.694 titik api terjadi di konsesi hutan tanaman industri yang dikuasai oleh grup APP dan APRIL yaitu 2.891 kebakaran terjadi di grup APP dan 1.803 kebakaran terjadi di konsesi grup APRIL. Titik api juga ditemukan di areal Hutan Lindung,Kawasan Suaka dan di luar dua kawasan itu dengan total Hotspot 13.957 titik api.

Muslim Rasyid, menyebut sepanjang tahun 2013, sudah ada delapan perusahaan pembakar lahan yang ditetapkan tersangka oleh Polda Riau dan Kementerian Lingkungan Hidup. “Namun, baru satu perusahaan atas nama PT Adei Plantation yang sudah jadi terdakwa di pengadilan negeri Pelalawan,” kata Muslim Rasyid.

Kedelapan perusahaan tersebut PT Adei Plantation and Industry, PT Jatim Jaya Perkasa, PT Bumi Reksa Nusa Sejati, PT Langgam Inti Hibrindo (perusahaan sawit) dan PT Sumatera Riang Lestari, PT Sakato Prama Makmur, PT Ruas Utama Jaya dan PT Bukit Batu Hutani Alam (perusahaan tanaman industry). “Kalau penegakan hukum tidak serius memenjarakan pembakar lahan, tiap tahun kebakaran lahan terus terjadi dan berakibat pada kerusakan ekologis,” kata Muslim Rasyid.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,