Musnahkan Hutan Riau Demi Kelapa Sawit, Malaysia Dituntut Minta Maaf

Puluhan polisi berjaga-jaga di depan pintu gerbang konsulat Malaysia. Dari arah kanan Konsulat Malaysia, tujuh orang mengenakan masker di mulut berbaju oranye sambil menenteng papan triplek segi empat berjalan rapi memanjang menuju pintu depan konsulat Malaysia di bilangan Surdirman Pekanbaru.

Riko Kurniawan dari Walhi Riau bersama enam lainnya berdiri rapi menghadap konsulat Malaysia, sambil mengangkat papan triplek bertuliskan: Menagih Janji Malaysia, tarik perusahaan yang membakar lahan di Indonesia. PT Adei Plantation Penjahat Lingkungan.

Pagi itu pukul 10.17, Selasa 11 Februari 2014,  Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau dan Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) menggelar aksi diam mengusir asap Malaysia dari Indonesia.

Peta Hotspot di Riau antara tanggal 28 Januari 2014 hingga 5 Februari 2014.
Peta Hotspot di Riau antara tanggal 28 Januari 2014 hingga 5 Februari 2014. Sumber: Eyes on the Forest

Aksi ini mendesak Pemerintah Malaysia meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia atas kebakaran lahan dan hutan yang terjadi di Riau kurun sepuluh tahun terakhir. “Presiden SBY meminta maaf tahun lalu bentuk penghinaan bagi lingkungan hidup Indonesia, faktanya perusahaan Malaysialah yang telah membakar lahan di Riau rakyat Riau terkena dampak kabut asap sepanjang tahun 2013 hingga 2014,” kata Riko Kurniawan, Direktur Eksekutif Walhi Riau.

Fenomena kebakaran lahan dan hutan terjadi tiap tahun di Riau, karena salah satu perusahaan asal Malaysia PT Adei Plantation  and Industry membakar lahan untuk perkebunan sawit seluas 540 hektar di Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau tahun 2013 lalu. “Malaysia harus mengusir PT Adei dari Indonesia sebagai bentuk ikut menyelamatkan lingkungan hidup Indonesia,” kata Riko Kurniawan.

Titik api yang tersebar di beberapa daerah pada 20 Juni 2013. Tampak tertinggi Riau. Sumber: Walhi
Bahkan sejak tahun lalu wilayah Riau merupakan wilayah utama yang menyebabkan kabut asap akibat dari pembakaran hutan. Titik api yang tersebar di beberapa daerah pada 20 Juni 2013. Tampak tertinggi Riau. Sumber: Walhi

Jikalahari memberi apresiasi kepada Polda Riau karena telah menetapkan Danesuvran KR Singam  dan PT Adei diwakili Tan Kei Yoong (Direktur) tersangka pembakar lahan di Riau tahun lalu. Sejak Januari 2014, dua terdakwa tersebut sedang diperiksa oleh hakim di PN Pelalawan. Berbarengan dengan aksi hari ini, sidang lanjutan terdakwa PT Adei memasuki sidang keenam dengan agenda lanjutan pemeriksaan saksi. “Ini bukti penegak hukum dan pemerintah Indonesia masih punya keberpihakan pada  hutan dan lingkungan hidup,” kata Muslim Rasyid, Koordinator Jikalahari.

Meski PT Adei sedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri Pelalawan, Jikalahari dan Walhi Riau mengajak masyarakat Riau ikut memantau proses peradilan tersebut,” tanpa publik terlibat memantau kasus tersebut potensi mafia peradilan terbuka lebar,” kata Muslim.

Sebab, PT Adei tahun 2003 pernah dinyatakan bersalah oleh pengadilan Negeri Bangkinang dan Pengadilan menetapkan manajer mereka Mr Goby dipenjara 4 tahun. Tetapi MR Goby tidak pernah masuk penjara dan malah lari ke Malaysia dan perusahaan mereka sampai sekarang masih beroperasi dan tahun tahun selanjutnya masih membakar lahan sampai akhir 2013.

“PT Adei, merupakan pemain lama dan terus menerus melakukan pembakaran lahan di konsesi mereka setiap tahun di Propinsi Riau, dan juga perusahaan ini merusak lahan gambut dan masih meninggalkan konflik dengan masyarakat sekitar,” kata Riko Kurniawan, Eksekutif Daerah Walhi Riau.

Sisa hutan dan lahan gambut yang hangus terbakar di Jurong, Desa Bonai, Kabupaten Rokan Hulu Riau terlihat pada 24/6/13. Foto: Zamzami
Sisa hutan dan lahan gambut yang hangus terbakar di Jurong, Desa Bonai, Kabupaten Rokan Hulu Riau terlihat pada 24/6/13. Foto: Zamzami

PT Adei Plantation and Industry memiliki Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Pelalawan. Khusus di Kabupaten Pelalawan, seluas 12.860 hektar.

“Kini kita menunggu putusan atas kasus terdakwa PT Adei. Kita berharap hakim di Pengadilan Negeri Pelalawan benar-benar berpihak pada lingkungan hidup,” kata Muslim Rasyid.

Saat aksi berlangsung, di Pengadilan Negeri Pelalawan, sedang berlangsung sidang lanjutan pemeriksaan ahli terdakwa Danesuvaran KR Singam dan terdakwa PT Adei Plantation and Industry diwakili oleh Tan Kei Yoong.

Tak tersisa tegakan pohon yang bisa menyerap karbon, apalagi spesies endemik lokal yang berlarian akibat hancurnya habitat mereka. Foto: Zamzami
Tak tersisa tegakan pohon yang bisa menyerap karbon, apalagi spesies endemik lokal yang berlarian akibat hancurnya habitat mereka. Foto: Zamzami

Mongabay-Indonesia menghubungi Antoni Siswanto dari Konsul Malaysia melalui saluran selular. Dia bilang terkait komentar silakan lihat di http://www.kln.gov.my/web/idn_pekan-baru. Saat mongabay Indonesia membuka press statement/release, isinya ternyata kosong. Menurut Azizah bin Ismail di www.goriau.com. “Namun pada dasarnya, pemerintah Malaysia tidak akan membantu perusahaan asal yang terbukti melanggar aturan Indonesia termasuk membakar lahan untuk kepentingan perluasan lahan perkebunan. Kalau perusahaan itu salah, kami tak ikut campur.”

Sejak Januari 2014, kebakaran hutan dan lahan di Riau kembali terjadi setelah empat bulan menghilang. Eyes on the Forest (Eof) merilis dari tanggal 28 Januari-5 Februari 2014, total ada 812 titik api tersebar di seluruh Riau. Total 138 dari 812 titik api terjadi di areal tanaman industry berbasis tanaman akasia untuk pulp and paper khusus dua grup besar APP dan APRIL.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,