Global Forest Watch, Data Raksasa Pemetaan Untuk Awasi Hutan Dunia

World Resources Institute meluncurkan sebuah peranti revolusioner dalam monitoring hutan di dunia. Platform bernama Global Forest Watch ini dikembangkan beberapa tahun terakhir ini dengan meragkul lebih dari 40 mitra, dan berbasis pada susunan “data raksasa” yang terkait dengan hutan-hutan di dunia dan diterjemahkan ke dalam peta interaktif dan tabel yang mampu mengungkap kecenderungan deforestasi, pemulihan hutan dan ekspansi bisnis kehutanan.

Global Forest Watch adalah perangkat pertama yang memonitor perubahan hutan di seluruh dunia setiap bulan, dan memungkinkan para pembuat keputusan dan pakar konservasi untuk mengambil langkah untuk mnghentikan deforestasi pada saat hal ini mulai terjadi.

Salah satu tampilan Global Forest Watch yang bisa memperlihatkan data tutupan hutan sejak tahun 2000. Sumber: Global Forest Watch
Salah satu tampilan Global Forest Watch yang bisa memperlihatkan data tutupan hutan sejak tahun 2000. Sumber: Global Forest Watch

“Sektor bisnis, pemerintah dan masyarakat sangat menginginkan informasi yang lebih baik tentang hutan. Dan mereka kini memilikinya,” ungkap Andrew Steer, Presiden dan CEO dari WRI dalam pernyataannya. “Global Forest Watch adalah peranti monitoring yang nyaris real-time dan akan secara fundamental mengubah cara orang dan sektor bisnis dalam mengelola hutan. Mulai saat ini, setiap pelaku kejahatan tidak akan bisa bersembunyi dan penegak hukum akan mudah mengawasinya.”

Global Forest Watch menggunakan kemampuan komputasi Google untuk mengolah jutaan data satelit yang dimiliki oleh NASA, dimana hal ini di masa  lalu akan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memprosesnya, menurut Rebecca Moore, Manajer Teknik di Google Earth Outreach and Eath Engine, yang bekerja bersama tim peneliti yang dipimpin oleh peneliti Matt Hansen dari University of Maryland untuk membangun kumpulan data dengan resolusi tinggi terkait tutupan hutan dan perubahan yang mendukung sistem ini.

“Untuk memproduksi kumpulan data ini kami menganalisis sekitar 700.000 citra Landsat,” ungkap Moore. “Itu sama dengan total data 20 terra-pixels dan untuk melakukannya kami mengaplikasikan satu juta jam kerja CPU di 10.000 komputer secara paralel untuk menjalankan model yang dilakukan oleh Dr. Hansen untuk membentuk gambaran tutupan hutan dan perubahannya. Jika mengunakan satu komputer maka akan memakan waktu 15 tahun untuk melakukan analisis ini, namun dengan teknologi mesin Google Earth yang kami gunakan ini hanya membutuhkan waktu beberapa hari.”

Hasilnya adalah sebuah rangkaian peta dengan resolusi sangat tinggi yang mengungkap perubahan tahunan dalam tutupan hutan tahun 2000. Global Forest Watch mengintegrasikan data dari sumber-sumber lainnya untuk mendapatkan peringatan yang nyaris real-time dengan yang digunakan oleh Brasil untuk menekan deforestasi sebanyak 80% sejak 2004. Para pengguna -apakah itu otoritas pemerintah, pakar konservasi, anggota masyarakat adat, aktivis atau lainnya- bisa melakukan personalisasi untuk mendapatkan peringatan melalui email jika terdapat perubahan dalam tutupan hutan di area yang sudah ditandai. hal ini termasuk wilayah kotamadya, taman nasional atau zona-zona lain yang sudah ditandai oleh penggunanya di peta tersebut.

“Para pengguna juga bisa mengunduh data untuk analisis mereka,” ungkap Nigel Sizer, Direktur Global Forest Project. “Namun fungsi yang unik bagi setiap orang adalah kemampuannya dalam alert system, dimana pengguna akan mendapat peringatan dimana terjadi perubahan di wilayah yang sudah ditandai secara spesifik oleh penggunanya.”

Namun GFW tak hanya memperlihatkan tutupan hutan dan perubahannya. Di beberapa negara, WRI telah meminta pemerintah untuk merilis data spasial tentang konsesi kehutanan, termasuk perkebunan kelapa sawit, kayu dan bisnis pulp and paper di Indonesia, salah satu negara yang hingga saat ini masih dikenal tidak transparan dalam sektor bisnis kehutanannya.

Data perusahaan yang bisa didapat dari peta Global Forest Watch.
Data perusahaan yang bisa didapat dari peta Global Forest Watch.

Global Forest Watch men data setiap konsesi di negeri ini, termasuk pemiliknya dan informasi soal izinnya. Data ini akan bisa digunakan sebagai sebuah lapisan untuk membandingkan bagaimana cepatnya perkebunan kelapa sawit berekspansi di hutan alam dan bahkan bisa melihat dimana konversi hutan secara ilegal terjadi di kawasan-kawasan yang dilindungi. Seperti yang terjadi di Kalimantan Barat, peta ini menunjukkan perkembangan perkebunan kelapa sawit di dua cagar alam yaitu di Gunung Nuit Penrisen dan Gunung Raya Pasi.

Data konsesi ini bisa sangat bermanfaat bagi perusahaan-perusahaan yang telah berkomitmen untuk mengeliminasi deforestasi dari rantai suplai mereka. “Hal ini akan membantu para pemasok untuk membuktikan bahwa mereka juga bebas dari deforestasi,” ungkap Duncan Pollard dari Nestle, yang telah meluncurkan kebijakan nol-deforestasi untuk semua kelapa sawit yang mereka gunakan di tahun 2010. “Dan hal ini akan terus membantu kami untuk mengawasi dan melaporkan perkembangan yang kami buat seiring dengan komitmen global kami.”

“Deforestasi memberikan resiko material pada bisnis yang bergantung pada vegetasi hutan. Pengungkapan terhadap resiko tersebut, akan merugikan masa depan dari bisnis itu sendiri,” tambah Paul Polman, CEO dari Unilever dalam pernyataannya.

WRI mengatakan bahwa perangkat lunak yang berbasis situs dan bisa digunakan di berbagai peranti yang bisa mendapat sambungan internet ini, akan membantu pemerintah untuk mengelola hutan dengan lebih baik dan juga kawasan konservasi. “Banyak pemerintahan di dunia, seperti Indonesia dan Republik Demokratik Kongo, membuka pintu bagi Global Forest Watch karena hal ini bisa membantu mereka mendesain kebijakan yang lebih cerdas, meningkatkan penegakan hukum, mendeteksi penebangan ilegal, mengelola hutan dengan lebih berkelanjutan, dan mencapai target konservasi serta menekan perubahan iklim.”

Kalimantan2 GFW

Kepala Badan REDD+ Indonesia, Heru Prasetyo menambahkan bahwa perangkat lunak ini akan menjadi perangkat penting dalam badan yang dipimpinnya saat ini, yang berupaya mengubah pola bisnis di Indonesia dari aktivitas business-as-usual menjadi lebih berkelanjutan. “Kemampuan untuk melakukan pengawasan terhadap hutan-hutan kami dan informasi terkini untuk membuat keputusan menjadi sangat penting,” ungkap Heru dalam pernyataannya. “Saya memuji upaya lewat Global Forest Watch, dan saya akan terus mendukungnya dan berharap hal ini akan menjadi perangkat yang efektif bagi dunia.”

Tingkat ketidakpahaman akan terus berkurang dengan tingkat fleksibilitas Global Forest watch untuk mengintegrasikan sumber-sumber data baru, yang membuatnya akan memiliki posisi yang baik untuk meraih keuntungan dari satelit baru yang akan diluncurkan di tahun-tahun mendatang.

Global Forest Watch juga akan diuntungkan dengan adanya tren dalam tambahan konten dari para pengguna untuk memperkaya fitur mereka. Para pengguna bisa memasukkan foto-foto dan laporan mandiri mereka ke dalam sistem ini, dan secara potensial menciptakan jaringan global kehutanan untuk mengawasi pihak perusahaan, pemerintah dan LSM yang bertanggung jawab dalam menjaga kondisi hutan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,