,

Kebisingan Laut Berpengaruh Buruk bagi Paus dan Lumba-lumba

Perairan laut yang bising ternyata berpengaruh buruk terhadap paus, lumba-lumba dan mamalia laut lain. Kebisingan membuat mereka menghadapi masalah seperti kesulitan menemukan pasangan, mencari makan dan berpotensi menjauhkan paus dari habitat utama mereka.

Hal ini terungkap dalam laporan WWF yang dirilis 14 Januari 2014, berjudul Reducing Impacts of Noise from Human Activities on Cetaceans: Knowledge Gap Analysis and Recommendations. 

Dalam laporan itu menyebutkan, banyak paus dan mamalia laut terdampar dan penyebabnya masih penuh misteri. Namun, polusi suara diduga kuat sebagai salah satu penyebab. WWF mengautopsi tujuh paus yang terdampar di Pantai Kepulauan Bahama. Hasilnya memperlihatkan, paus-paus ini mengalami gangguan indera pendengaran. Ada pendarahan didekat telinga dan di dalam cairan otak mereka.

Aimee Leslie, Global Cetacean and Marine Turtle Manager WWF mengatakan, ditemukan bukti peningkatan kebisingan di seluruh perairan di dunia. Hal ini disebabkan lalu lintas kapal berukuran besar, dan gelombang sonar untuk eksplorasi minyak lepas pantai serta pelatihan militer. “Ini menambah kebisingan pada ekosistem laut,” katanya dalam rilis kepada media di Jakarta.

Eksplorasi dan pengeboran industri minyak dan gas di laut lepas, terutama yang menggunakan alat echo-sounder, dan pelayaran komersial, memproduksi suara di kisaran pendengaran paus, lumba-lumba, dan mamalia laut, yaitu 10 Hz-200 kHz.

Sumber: WWF
Sumber: WWF

Dia mencontohkan, paus biru (Balaenoptera musculus), sebagai mamalia laut terbesar di dunia, memproduksi suara dengan frekuensi sekitar 20 Hz. Manusia umumnya bisa mendengar percakapan satu sama lain pada kisaran 10- 1000 Hz.

Kisaran suara ini, katanya,  tumpang tindih dengan suara mamalia laut. Kondisi ini, bisa membingungkan bahkan berakibat fatal bagi satwa-satwa itu.

Leslie mengatakan, paus, lumba-lumba, hiu paus, sering ditemukan terdampar di pantai-pantai Indonesia. Namun, masih perlu penelitian lebih lanjut mengenai penyebab mereka terdampar dan upaya pencegahan. Jika ternyata, polusi suara dalam air menjadi penyebab, pemerintah perlu mengubah regulasi terkait lintasan kapal. Termasuk penetapan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI), penataan wilayah eksplorasi dan aktivitas perikanan.

Laporan ini merekomendasikan beberapa metode menurunkan dampak kebisingan pada mamalia laut. Pertama, tindakan langsung dengan segera mengurangi sumber kebisingan di laut (seperti kapal).

Kedua, penelitian lebih lanjut tentang teknologi mengurangi kebisingan dari eksplorasi dan pengeboran industri minyak di laut lepas serta pelayaran komersial. Ketiga, membatasi perairan-perairan habitat paus dari kegiatan yang menimbulkan polusi suar, terutama selama periode sensitif bagi paus seperti kelahiran anak.

Keempat, implementasi dan pengaturan cepat dan efektif berdasarkan panduan dari International Maritime Organization (IMO) dalam menurunkan kebisingan di laut dari pelayaran kapal.

Lumba-lumba yang tertangkap bycatch, merupakan ancaman tersendiri bagi kelestarian satwa laut ini. Foto: WWF_Indonesia
Lumba-lumba yang tertangkap bycatch, merupakan ancaman tersendiri bagi kelestarian satwa laut ini. Foto: WWF_Indonesia
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,