Hakim Tolak Gugatan Kementerian LH Terhadap PT Merbau Pelalawan Lestari

Hari sudah mulai gelap. Orang-orang yang berperkara di PN Pekanbaru sejak pagi satu persatu meninggalkan ruang sidang. Satu-satunya lampu menyala di ruang sidang Garuda, letaknya di lantai atas. Sidang putusan perdata Gugatan Kementeriang Lingkungan Hidup atas PT Merbau Pelalawan Lestari yang sejatinya dimulai pukul 14.00, baru dibuka Ketua Majelis Hakim Reno Listowo, SH MH, pukul 18.06, Senin 3 Maret 2014.

“Saya baru tiba. Pesawat citilink yang saya naiki delay sejak pagi,” kata Reno. Akibat kebakaran lahan dan hutan sejak sebulan terakhir, Riau di selimuti kabut asap, salah satunya berdampak pada penerbangan. Selama dua jam membacakan putusan, selama itu pula asap memenuhi ruang sidang.

Hakim menolak gugatan kerusakan lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup  PT Merbau Pelalawan Lestari, salah satu pertimbanganya, karena hasil penelitian ahli Prof Bambang Heru Saharjo dan DR Basuki Wasis pada tahun 2012 yang mengambil sampel kerusakan lingkungan hidup di areal PT Merbau Pelalawan Lestari,” Tidak dibuat dalam rangka pro yustisia, belumlah valid dijadikan bukti-bukti pendukung oleh penggugat,” kata Togi Pardede, SH.Penelitian dan uji alat bukti baru, harus dengan projustisia sama hal seperti seorang dokter dalam membuat suatu visum et repertum harus dalam rangka pro yustisia sehingga dapat diterima.”

Pada 26 September 2013, Kementerian Lingkungan Hidup mengajukan gugatan perdata perbuatan melawan hukum terhadap PT Merbau Pelalawan Lestari karena mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup, di Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh PT Merbau Pelalawan Lestari, pertama melakukan penebangan hutan di luar lokasi izin IUPHHKHT. Dari seluas 5.590 hektar izin di Pelalawan berdasarkan Keputusan Bupati Nomor 522.21/IUPHHKHT/XII/2002/04 tanggal 17 Desember 2002, telah ditebang seluas 7.466 hektare berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) tahun 2004, 2005 dan 2006.  Selisih dengan IUPHHKHT seluas 1.873  hetar. Total kerugian akibat perusakan lingkungan hidup di luar IUPHHKHT seluas 1.873  hetar setidaknya Rp 4Triliun.

Kedua, melakukan penebangan hutan di dalam areal IUPHHKHT.  Dari 5.590 hektare, 400 hektare berupa bekas tebangan dan sisanya seluas 5.190 berupa hutan primer atau hutan alam. Berdasarkan aturan kementerian kehutanan, tidak dibenarkan melakukan penebangan hutan alam di dalam usaha hutan tanaman, kecuali untuk kepentingan pembangunan sarana dan prasarana dengan luas maksimum satu persen. PT Merbau Pelalawan Lestari juga diduga telah menebang  kayu ramin. Total kerugian akibat perusakan lingkungan hidup di dalam areal IUPHHKHT seluas 5.590 hektare setidaknya Rp 12 Triliun.

Total kerugian akibat perusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh PT Merbau Pelalawan Lestari dengan cara menebang hutan alam di dalam dan di luar IUPHHK HT dan RKT senilai setidaknya Rp 16 Triliun sepanjang tahun 2004, 2005 dan 2006 di Pelalawan.

Munculnya perhitungan kerugian lingkungan ini berdasarkan penelitian Bambang Heru Saharjo dan Basuki Wasis.  Menurut Dr. Ir Basuki Wasis, M.SI menerangkan kegiatan yang dapat merusak lingkungan pada kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan pada hutan tanamana yaitu, pertama pada lahan gambut dengan dibuatnya kanal/parit yang sebenarnya tidak dibolehkan karena akan menimbulkan pengeringan air yang mengakibatkan terjadinya kerusakan. Kedua, “ditebangnya pohon-pohon berakibat pada hilangnya sifat fisik vegetasi hayati terutama pada hutan alam yang manfaatnya sebagai cadangan biosfir,” kata Wasis pada 16 Januari 2014. Wasis merujuk pada PP Nomor 150 tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa.

Wasis dua kali ke lokasi PT Merbau Pelalawan Lestari. Pada 23 April 2007 untuk melakukan pengukuran kerusakan tanah saat kasus illegal logging dihadiri oleh Mabes Polri, Polda Riau, Dishut Riau dan pihak perusahaan. Lantas pada 1 Juni 2012 bersama Kejagung, KLH, dan Kadishut Propinsi Riau. “Saat ke lapangan, saya mengukur indikator kerusakan lingkungan.”

Menurut Wasis, berdasarkan foto citra landsat tahun 2001, PT Merbau Pelalawan Lestari dipenuhi hutan alam yang masih bagus dan potensinya tinggi,” setelah adanya RKT PT Merbau Pelalawan Lestari telah berubah bentuknya sehingga potensinya menjadi rendah,” lanjut Wasis. “Adanya pembuatan kanal menyebabkan pengeringan gambut, berakibat pada kerusakan gambut.”

Wasis menggunakan pedoman menghitung kerugian atas kerusakan lingkungan yaitu Permen LH Nomor 13 tahun 2011 tentang Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup. “Secara kasat mata, adanya kerusakan lingkungan ditemukannya tonggak-tonggak dalam kawasan hutan alam, ada log-log kayu, adanya pembuatan kanal. Meski kerusakan terjadi tahun 2004, sampai tim KLH Verifikasi ke PT Merbau Pelalawan Lestari masih tetap ada.”

Prof Bambang Hero Saharjo pada 22 Januari 2014 memberi keterangan di depan majelis hakim. Bambang dua kali ke PT Merbau Pelalawan Lestari, pada 2007 dan Juni 2012. Hasil turun ke PT Merbau Pelalawan Lestari, ditemukan log-log bekas tebangan, log-log yang tumbang, “Kegiatan PT Merbau Pelalawan Lestari tidak dilakukan berdasarkan aturan main, yaitu pada lahan kosong, alang-alang dan semak belukar,” kata Bambang. Kedatangan Bambang ke PT Merbau Pelalawan Lestari pada 2012 dan memastikan apa yang telah dilakukan pada 2007, “terbukti areal yang dibuka memang sudah tidak ada lagi hutan alam, bahkan RKT PT Merbau Pelalawan Lestari melebihi IUPHHKHTnya, ditemukan juga penanaman jenis akasia pada kawasan lindung yang sama sekali tidak dibenarkan.”

Pertimbangan majelis hakim, dalam kasus lingkungan hidup harus ada metodologi yang dipercaya, diuji kebenarannya berupa bukti ilmiah yang mendifinisak bahwa suatu alat bukti dianggap sah apabila dalam proses pengambilan dalam rangka pro yudisia dan sesui prosedur. “Alat bukti yang dianggap valid bila metodologi, ilmu pengetahuan yang valid, sahih dan terbaru.”

Pertimbangan lainnya, PT Merbau Pelalawan Lestari tidak menebang di dalam maupun di luar blok tebangan, karena berdasarkan RKT yang dimiliki oleh PT Merbau Pelalawan Lestari sudah direvisi oleh Menteri Kehutanan. “Penggugat tidak dapat membuktikan dalil pokok gugatannya, gugatannya ditolak. Terhadap petitum ditolak untuk seluruhnya,” kata Reno Listowo.

“Mengadili menolak provisi pengugat. Menoloak eksepesi tergugat untuk seluruhnya. Dalam pokok perkara menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya. Menghukum penggugat membayar biaya perkara sebesar Rp 360 ribu,” demikian putusan dibacakan Reno Listowo SH MH, Togi Pardede, SH dan Jauhuri Efendi SH, yang dihadiri oleh Penasehat Hukum Penggugat dan Tergugat.

Terhitung sejak putusan, Penggugat dan Tergugat diberi waktu 14 hari untuk melakukan upaya hukum. “Kami mempelajari dulu putusan majelis hakim,” kata Berto Herora Harahap, Penasehat Hukum Penggugat.

Perhitungan Kerugian Merbau Pelalawan

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,