Saatnya Cari Wakil Rakyat dan Pemimpin Berkomitmen Lingkungan

Para tokoh ini naik ke atas pentas. Mereka membawa kentongan bambu. Ada Tri Rismaharini, Walikota Surabaya. Ada Sri Sultan Hamengku Buwono X, dan Bima Arya Walikota Bogor. Ada juga Hadi Daryanto selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan dan aktivis lingkungan senior, Emmy Hafild. Chairudin bin H. Omat atau Kang iding Ketua Kelompok Sangga Buana, dan Berry Nahdian Forqan, aktivis lingkungan sekaligus calon DPD, juga hadir. Tak ketinggalan Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Nasional.

Teng…teng…teng….teng….teng…..” Bunyi kentongan panjang bersahut-sahutan.  Mereka membunyikan kentongan bambu bersama sebagai tanda panggilan dan komitmen bersama terhadap lingkungan.

Ada apa ya? Di Lapangan Tenis Indoor Senayan, Rabu siang (11/3/14) itu, Walhi mengadakan rapat akbar Gerakan Lingkungan Hidup. Walhi mengajak berbagai elemen bangkit menyuarakan lingkungan hidup. Terlebih, sebentar lagi pemilu. Bagi para calon anggota legislatif, dan calon presiden, diharapkan memiliki komitmen lingkungan. Buat masyarakat pemilih, ini sebagai tanda, pilihlah calon yang peduli lingkungan.

Walhi juga meluncurkan Platform Keadilan Ekologis yang dapat menjadi referensi bagi masyarakat umum dalam menentukan pilihan calon-calon wakil rakyat. 

Abetnego Tarigan mengatakan, Indonesia di tengah krisis lingkungan. Krisis ini terjadi, dampak akumulasi pengerukan kekayaan alam dan penghisapan tenaga-tenaga rakyat.  Krisis ini, katanya, telah mengancam kelangsungan sumber kehidupan rakyat dan mengakibatkan bencana ekologis di seluruh penjuru nusantara.

Indonesia juga mengalami krisis politik dan ekonomi. “Ini terjadi karena pemerintah dan wakil rakyat lagi mengemban amanat dan mewakili kepentingan rakyat. Mereka membuat berbagai produk kebijakan yang memberikan jalan mulus bagi korporasi menguasai hajat hidup orang banyak. Kelompok masyarakat makin termajinalkan.”

Kekayaan negara, katanya,  hanya dikuasai segelintir orang dan korporasi. Untuk itu, kata Abetnego, saatnya, pemilih bersuara.

Persoalan lingkungan hidup, katanya,  bukan lagi sebatas kesadaran masyarakat rendah dan kelemahan kebijakan negara. Semua itu berakar dari kekuasaan korporasi yang didukung penuh pemerintah dan wakil rakyat.

“Acara ini simbolisasi bahwa persoalan lingkungan bukan hanya masalah salah desain, tetapi datang dari keputusan politik. Misal, bicara rusak hutan, siapa yang bikin kebijakan? Saatnya masyarakat menentukan pilihan.”

Hadi Daryanto mengapresiasi gawe Walhi ini. Menurut dia, momen tepat mengingatkan masyarakat pemilih dan para calon pemimpin maupun wakil rakyat agar mengedepankan isu lingkungan. “Pas, ini tahun politik. Penting sekali mengingatkan agar pembangunan memperhatikan kelangsungan lingkungan hidup,” katanya.

Pada kesempatan itu, Bu Risma, begitu panggilan Walikota Surabaya, berbagi cerita tentang pembangunan di Surabaya. Dia menceritakan, bagaimana pertumbuhan ekonomi Surabaya meningkat, dari lima persen, menjadi tujuh persen, lewat cara-cara yang bersahabat dengan lingkungan.

Dia menekankan, pertumbuhan ekonomi itu bisa sejalan dengan menjaga lingkungan. Sebab, selama ini, muncul kesan, lingkungan sebagai lawan dari pertumbuhan ekonomi. Dia mebuktikan, jika anggapan itu sama sekali tidak benar.

Di Surabaya, katanya, pengembangan ekonomi dengan melibatkan masyarakat kecil, misal, petani di Surabaya Barat untuk mengembangkan pertanian berbasis lingkungan. Pelahan, kini kehidupan mereka mulai membaik. Lalu, petani garam mulai diarahkan mengelola garam dengan cara-cara sederhana. Mereka mulai memiliki hasil. “Di kawasan pesisir, warga diajak mengelola mangrove. Mangrove dijaga dan dimanfaatkan.”

Di kampung-kampung, kata Risma, warga menjaga lingkungan tetap bersih sekaligus menghasilkan. “Sampah dimanfaaatkan sebagai pupuk, sekaligus menanam sayur mayur organik.” Ada juga hutan buatan. Dalam dalam dua tahun ini, pohon-pohon itu sudah berbuah dan warga bisa mengambil dengan gratis.  “Masyarakat kecil, petani, nelayan, dapat menghasilkan dari mengelola lingkungan.”

Risma yakin, mengelola lingkungan dengan baik, ekonomi bisa tumbuh dan berjalan serta tak perlu takut bencana. “Karena kita bisa hidup bersama alam…”

Bima Arya, Walikota Bogor pun punya pandangan serupa. Dia ingin pembangunan sejalan dengan menjaga lingkungan. Kota Bogor, katanya,  dikenal dengan kota sejuta angkot. Dia ingin mengubah menjadi kota sejuta taman.

Dia berencana, memoratorium perizinan mal dan hotel di Bogor. “Jikapun ada hotel yang dibangun, itu lewat izin ketat,” katanya.

Menurut dia, selama ini perizinan diberikan dengan mudah hingga pembangunan kota terkesan tak tertata. Kini, dia mulai melakukan pembenahan.

Acara ini dihadiri 28 Walhi di berbagai daerah dan ribuan warga dari berbagai kalangan. Ada komunitas-komunitas yang aktif penyelamatan lingkungan, mulai masyarakat sekitar hutan, petani, nelayan, sampai masyarakat adat. Ia juga diramaikan para musisi. Ada Marginal,  SID, Ring   of  Fire,  Iksan Skuter,  Dody  Katamsi, Tony  Q, Tony Bunga, dan Tendostar.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,